Tinta Media - Menanggapi perilaku kenakalan dan sangat tidak beradab sekelompok pelajar terhadap nenek diduga menyandang ODGJ. Direktur Rumah Inspirasi Perubahan Probolinggo Ustaz Indra Fakhruddin menilai hal ini menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional.
“Dengan maraknya krisis moralitas yang melanda generasi muda khususnya pelajar, menunjukkan gagalnya sistem pendidikan nasional,” tuturnya kepada Tinta Media, Sabtu (10/12/2022), Probolinggo.
Menurutnya, hal ini disebabkan karena asas dan arah pendidikan nasional sangat sekuler. "Sistem sekuler di negeri ini, telah menjadi jantung kehidupan negeri ini, memisahkan peran Islam dengan segala aspek kehidupan. Begitu juga menjadi batu peletak berbagai kebijakan dalam pendidikan nasional, yang membuka kran kebebasan berprilaku, berekspresi dan ditopang dengan sistem ekonomi kapitalis liberal, sehingga memberikan konstribusi terhadap keruskan generasi muda," ungkapnya.
Jika hal ini dibiarkan, katanya, akan menambah beban berat bagi masa depan negeri ini menjadi lebih baik. "Bagaimanapun juga generasi muda merupakan asset terbesar bagi masa depan sebuah bangsa,” ujarnya.
“Jika generasinya sekarang krisis adab dan akhlak bisa diproyeksikan betapa suramnya nasib bangsa tersebut dimasa mendatang,” tambahnya.
Ia menjelaskan, pendidikan nasional sangat memojokkan peran agama islam dalam seluruh muatan satuan materi pendidikan, kebijakan pendidikan lebih mengorientasikan mengejar nilai-nilai kesuksesan materialisme, autput disetting demi mensupport industrialisasi disegala bidang kehidupan.
“Kebijakan pendidikan tersebut sangat berpengaruh pada pembentukan lingkungan pendidikan yang berimbas kepada moralitas dan akhlak pelajar atau generasi muda. Moralitas bukan lagi menjadi tujuan utama pendidikan. Terpenting terget-target nilai-nilai akademis harus bisa diwujudkan,” jelasnya.
Begitu juga peran para Pendidik kehilangan fungsinya, katanya, disorientasi mengajar dan mendidik dalam menjalankan perannya di dunia pendidikan. Guru yang seharusnya menjadi sosok yang disegani, dihormati dan mampu memberikan keteladanan bagi murid seakan-akan sudah tercerabut dari akar tradisi pendidikan.
Menurutnya, Islam yang sangat konsen dalam mendidik generasi muda, Nabi Muhammad SAW mengajarkan dengan meproriataskan membina pola pikir dan pola jiwa dengan aqidah Islam dalam majelis halqah dan dikumpulkan dalam kutlah dakwah hingga membentuk kepribadian Islam dan memiliki mental pejuang, karena pemuda adalah tulang punggung peradaban Islam.
“Jangan ditanya akhlak mereka, Rasulullah SAW benar-benar melatakkan akhlak sebagai indikator keberhasilannya. Artinya, akhlak yang terpancar merupakan wujud keterikatan mereka dengan syariat yang sudah mendarah daging dalam kehidupan mereka,” jelasnya.
Ia mencontohkan, Nabi SAW mendidik langsung Ali bin Abi Thalib dalam rumahnya dengan mengajarkan Iman dan Al-Qur’an sejak dini, begitu juga Zaid bin Haritsah yang sempat menjadi anak angkat beliau, Anas bin Malik yang dititipkan sejak kecil oleh ibunya kepada Nabi SAW, sehingga melahirkan sosok sahabat yang hebat dikumudian hari.
“Kemudian metode tersebut dilanjutkan oleh para shahabat sampai kepada para Ulama Salaf. Metode mereka dalam medidik khas sekali mendahulukan adab sebelum ilmu, kemudian berproses seiring dengan waktu baru mendidik iman dan al-quran. Pendidikan islam yang diajarkan Nabi itu sederhana semua, ilmu dikaitkan dengan al-quran. Sehingga semakin mereka belajar ilmu, iman mereka bertambah dan al-Quran mereka semakin menghunjam dalam hati termanifestasikan dalam akhlak dan adab mereka. Subhanallah,” jelasnya.
Ia pun melanjutkan, hal itu menjadi kententuan dalam mendidik generasi berikutnya, akhlak dan adab menjadi perhatian penting sebelum ilmu. Para Ulama Salafus Shalih sangat memperhatikan adab, setelah itu baru tsaqofah Islamiyah, sehingga mengahasilkan generasi muda yang luar biasa di usia dini.
“Selain itu dalam keluarga yang sangat kenyang dengan tarbiyah islam, dikeluarga sebagai basis awal Pendidikan generasi. Hal inilah yang menjadikan karakter dan perhatian orang terhadap Pendidikan putra-puri mereka. Orang tua memlihkan guru dan tempat mendidik yang terbaik. Serta memasrahkan kepercayaan penuh kepada guru dan Lembaga Pendidikan untuk mendidik putra mereka. Hasilnya banyak lahir generasi muda yang unggul dalam peradaban islam,” jelasnya.
Demikian pula negara, katanya, sangat serius bertanggung jawab memastikan semua proses pendidikan berjalan dengan baik. Dengan kurikulum Pendidikan islam, memberikan fasilitas terbaik dan semua pembiayaan pendidikan gratis ditanggung oleh negara. Negara memberikan penghargaan tinggi terhadap ilmu dan ahlu ilmu, karena negara sangat memahami bahwa peradaban islam ditopang dengan tsaqofah islam dan ilmu.
Ia menjelaskan, dalam kitab Diwan Imam Syafi’i Rahimahullahu di baitnya menyebutkan bahwa eksitensi pemuda adalah dengan takwa dan ilmu, jika tidak ada keduanya maka tidak dianggap kepemudaanya. Maka pemuda jika tidak disibukkan dengan takwa dan ilmu dianggap seperti mayat yang harus di sholati jenazah.
“ فَكَبِّرْ عَلَيْهِ أَرْبَعًا لِوَفَاتِهِ # وَمَنْ فَاتَهُ التَعْلِيْمُ وَقْتَ شَبَابِهِ
إِذَا لَمْ يَكُوْنَا لاَ اعْتِبَارَ لِذَاتِهِ # حَيَاةُ الفَتَى وَاللهِ بِالعِلْمِ وَالتُقَى
MasyaAllah luar bisa penggambaran beliau tentang jati diri seorang pemuda. Maka sudah seharusnya orientasi mendidik generasi muda haruslah seperti itu,” tutupnya.[] Lukman Indra Bayu