Tinta Media - Muamalah, mungkin kita sudah biasa mendengarnya. Akan tetapi, bermuamalah itu sebenarnya apa?
Suatu aturan dalam hukum Islam yang mengatur perilaku manusia di dunia, yang berkaitan dengan harta milik manusia disebut fiqh muamalah. Konsep dasar yang dimiliki oleh fiqih muamalah biasanya mencakup tentang masalah transaksi komersial, seperti jual beli barang, sewa-menyewa barang, dan tukar-menukar barang.
Ekonomi Islam bisa diibaratkan seperti sebuah rumah yang memiliki tiga bagian penting, yang menentukan apakah rumah tersebut kuat dan kokoh atau gampang roboh. Tiga bagian tersebut adalah:
Pertama, pondasi ekonomi Islam yang di dalamnya meliputi: Tauhid, Adl, Nubuwwah, Khilafah, Ma’ad
Kedua, tiang ekonomi Islam yang mencakup:
Multiple Ownership, Freedom of Act, Social Justice
Ketiga, atap ekonomi Islam yang tidak lain ialah Akhlak.
Bermuamalah menurut agama Islam ialah suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama umat manusia untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari. Tentunya, aktivitas ini tidak boleh menyimpang dari syariat Islam.
Kegiatan bermuamalah tidak bisa lepas dari yang namanya hubungan antar manusia. Hal ini selaras dengan konsep manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, maka hal yang dianjurkan dalam bermasyarakat adalah tolong-menolong.
Akan tetapi, jangan sampai salah. Tidak semua tolong-menolong itu dianjurkan dalam agama Islam. Ada juga tolong-menolong yang dilarang, yaitu tolong-menolong dalam hal keburukan, karena akan menimbulkan kerugikan bagi pihak yang lain.
Bermuamalah dalam Praktik Jual Beli.
Arti perdagangan atau jual beli (al-bai') secara bahasa ialah memindahkan hak milik terhadap benda dengan akad saling mengganti. Kemudian menurut istilah, makna jual beli adalah pemilikan terhadap harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta.
Singkatnya, kegiatan pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan disebut jual beli.
Syarat sahnya kegiatan jual beli yaitu:
ada orang yang melakukan teransaksi (orang yang menjual dan orang yang membeli) sighat (ucapan atau akad), ada barang yang dibeli, ada uang (Nilai Tukar Pengganti Barang)
Dalam Islam sendiri ada barang-Barang yang tidak boleh diperjualbelikan. Di antaranya adalah:
• Barang-barang yang mengandung unsur najis di dalamnya ataupun barang-barang yang telah diharamkan oleh agama Islam, seperti minuman keras, daging babi, bangkai, dan sebagainya. Di antara bangkai terdapat sebuah pengecualian, yakni bangkai ikan dan belalang.
• Barang yang jelas-jelas tidak ada di tangan, sehingga tidak sah menjual burung yang sedang terbang di udara, menjual unta atau sejenisnya yang sedang kabur dari kendang.
Murabahah, salam, istihsna dan sharf merupakan contoh dari jual beli yang diperbolehkan dalam Islam. Sedangkan contoh dari jual beli yang tidak diperbolehkan dalam Islam di antaranya adalah ba’i najasy, taghrir, tadlis, gharar, ikhtikar, dan risywah.
Oleh: Muhammad Azam Atsan
Mahasiswa