Tinta Media - Menanggapi aksi bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. menyatakan bahwa tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan.
"Tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan dalam Islam. Karena membunuh diri sendiri dan orang lain tanpa alasan yang syar'i adalah keharaman," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (8/12/2022).
Menurutnya, hal ini menunjukkan bahwa ada pemahaman keislaman yang salah dari pelaku. Apalagi kalau dikaitkan dengan istilah 'radikal', maka sangat tidak relevan. Sebab istilah tersebut adalah istilah politik bukan istilah agama. "Artinya tidak ada kaitannya dengan Islam," ujarnya.
Kemudian di sisi lain, menurut aparat polisi, pelaku adalah alumni program deradikalisasi BNPT. "Artinya, kalau dia melakukan tindakan kekerasan lagi maka program tersebut gagal untuk menjadi solusi," ungkapnya.
Ia mengatakan bahwa kalau memperjuangkan Islam adalah dakwah, maka Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam tidak mencontohnya dengan kekerasan. "Karena proses dakwah Islam dilakukan dengan mengubah pemahaman fikriyyah, menggalang dukungan siyasiyah dan tanpa kekerasan la madiyyah," jelasnya.
Ia melanjutkan, kalau memperjuangkan syariah bermakna menjaga agar syariah tetap tegak, Islam mengajarkan tentang jihad. Jihad adalah perang melawan orang kafir yang menghalangi tegaknya Islam. Tidak mungkin tanpa kekerasan, karena itulah fakta perang. "Tetapi jihad bukan terorisme, dan terorisme bukan jihad," terangnya.
"Faktanya pelaku sesungguhnya kekerasan dan terorisme, seperti AS dan Israel, adalah mereka yang menuduh Islam sebagai pelaku teror. "Artinya mereka orang kafir meneriakkan: maling teriak maling," bebernya.
Adapun terkait penjelasan Al-Qur'an QS 9: 29 itu jika dilihat secara umum, ayat tersebut dan ayat sebelum dan sesudahnya, berbicara tentang perilaku orang yang fasik. Mereka yang melanggar perjanjian dengan Rasul Shalallahu Alaihi Wasallam. "Allah Subhanahu wa Ta'ala mencela apa yang mereka lakukan dengan pelanggaran itu. Ini diantaranya pendapat Prof. Wahbah Zuhaili," tukasnya.
"Makna ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan kalimat 'KUHP hukum syirik/kafir, perangi para penegak hukum setan' yang diduga ditulis pelaku di motor yang ditinggalkan," tambahnya.
"Maka menggunakan ayat QS 9: 29 untuk tindakan kekerasan artinya memaksakan makna ayat tadi untuk legitimasi tindakan yang salah," tandasnya.[] Ajira