Tinta Media - Menyikapi bencana gempa bumi di Cianjur, Ustaz Abu Zaid dari Tabayyun Center mengingatkan bahwa dalam Islam, gempa bumi bukan sekedar bencana alam.
“Dalam ajaran Islam gempa bumi bukanlah sekedar bencana alam,” tuturnya kepada Tinta Media, Senin (21/11/2022).
“Bukan sekedar kejadian tektonis ataupun vulkanis. Namun semua itu tak lepas dari kehendak Allah. Bisa sebagai ujian bisa sebagai peringatan atas kesalahan hambaNya,” jelas Ustaz Abu lebih lanjut.
Diungkapkannya dari Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Da'a wa al-Dawa'a, mengutip sebuah hadits mursal yang diriwayatkan Ibn Abi al-Dunya.
“Bumi pernah berguncang pada masa Rasulullah SAW. Beliau SAW meletakkan tangannya di atas bumi dan bersabda, 'Tenanglah! Belum tiba saatnya bagimu.’ Kemudian menoleh kepada para sahabat seraya memberi tahu, 'Tuhan ingin agar kalian melakukan sesuatu yang membuat-Nya ridha. Karena itu, buatlah agar Dia ridha kepada kalian!’”
Ustaz Abu Zaid mengisahkan kejadian di masa Sahabat Rasulullah. Bencana kembali mengguncang Madinah pada zaman kepemimpinan Umar. Menurut riwayat yang sama, sahabat bergelar al-Faruq itu menyeru kepada penduduk setempat, “Wahai manusia, gempa ini tidak terjadi kecuali karena perbuatan kalian! Demi Zat Yang menggenggam jiwaku, jikalau ini terjadi lagi, aku tidak akan tinggal di sini bersama kalian.” Umar bin Khaththab pada saat itu spontan mengenang kejadian serupa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW di Madinah.
Sang khalifah merasa bahwa Allah SWT sedang mengingatkan kaum Muslimin sepeninggalan Nabi SAW dan Abu Bakar ash-Shiddiq. Maka dari itu, tidak ada yang terucap di lisannya selain peringatan kepada sekalian umat Islam agar segera meninggalkan kebiasaan buruk dan bertaubat dengan sungguh-sungguh demi keridhaan Sang Pencipta.
Ia juga menambahkan dari Ibn Qayyim al-Jawziyyah dalam kitabnya, al-Jawab al-Kafy, berkomentar, “Di kalangan salaf, jika terjadi gempa bumi, mereka berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan sedang menegur kalian.’”
Diceritakannya bahwa gempa bumi juga menggoyang wilayah kaum Muslimin generasi berikutnya. “Pada saat itu, Umar bin Abdul Aziz tampil selaku khalifah Dinasti Umayyah. Dia mengambil kebijakan yang sejalan dengan apa yang telah dilakukan kakek buyutnya, Umar bin Khaththab,” ceritanya.
“Diserukannya kepada penduduk agar sama-sama bermunajat kepada Allah SWT dan memohon ampunan-Nya. Selanjutnya, pemimpin yang terkenal akan sifat zuhudnya itu mengirimkan surat kepada seluruh wali negeri,” lanjutnya.
Menurutnya, dalam hal ini sikap kaum muslim mestinya sudah jelas. “Bahwa gempa yang bertubi tubi menimpa negeri ini adalah peringatan dari Allah. Negeri ini yang mayoritas muslim tidak diatur oleh syariat Allah. Malah tak jarang seruan kepada syariah kaffah malah ditolak bahkan dilecehkan,” tuturnya.
Rejim zalim di negeri ini sembari tetap berpegang pada hukum Jahiliyah warisan penjajah, dianggapnya telah menolak khilafah dengan angkuh. “Inilah maksiat terbesar muslim di negeri ini. Bukan hanya menolak syariah kaffah dalam sistem khilafah. Malah berbangga dengan sistem Jahiliyah seperti demokrasi. Dan melecehkan khilafah dan para pendakwahnya,” tegasnya.
Jika sikap penguasa negeri ini masih serupa itu maka, meski pastinya tak berharap dan semoga tidak terjadi lagi, menurutnya kejadian musibah khususnya gempa sebagai peringatan Allah bisa jadi, akan terjadi lagi dan lagi hingga tersadar kembali kepada Allah dengan sebenar benarnya. “Yakni tunduk patuh dalam sistem Islam khilafah yang kita terapkan semua syariat Islam secara kaffah,” ujarnya.
Ustaz Abu Zaid mengenang betapa air mata kesedihan kembali mengalir mengiringi musibah gempa bumi di Cianjur dan sekitarnya. Duka mendalam kembali tertoreh khususnya kepada para korban. Betapa tidak, puluhan orang sudah diberitakan menjadi korban meninggal dunia, ratusan orang terluka. Belum kerugian harta yang tentunya sangat besar.
“Semoga muslim yang wafat meraih syahid akhirat. Dan yang luka segera Allah sembuhkan. Moga kerugian harta bisa diganti dengan yang lebih baik,” pungkasnya.[] Raras