Tragedi Kanjuruhan: Mental dan Tata Kelola yang Buruk - Tinta Media

Senin, 07 November 2022

Tragedi Kanjuruhan: Mental dan Tata Kelola yang Buruk


Tinta Media - Tidak ada yang menyangka, menonton bola di stadion harus berakhir dengan menyerahkan nyawa. Mereka yang menjadi korban adalah imbas dari buruknya tata kelola berbagai pihak. Tragedi memilukan ini memegang rekor terburuk kedua di level dunia dengan memakan korban lebih dari 130 nyawa.

Karena itu, semua pihak harus mengambil langkah bijak dan serius.

Cukuplah kejadian kemarin menjadi yang terakhir, jangan sampai terulang lagi. Yang jauh lebih penting di peristiwa ini adalah evaluasi, mulai dari pihak penyelenggara, juga suporter itu sendiri. Meski kita sendiri menyayangkan, banyak korban berjatuhan. Banyak di antara mereka adalah korban yang tidak tahu menahu dan tidak bersalah. Semoga mereka husnul khatimah dan yang ditinggalkan diberi ketabahan. 

Tragedi Kanjuruhan mengajarkan banyak hal, termasuk pembenahan sepak bola ke depan. Pembenahan itu harus benar-benar serius dipraktikkan. Kita harus berupaya saling introspeksi, bukan saling menyalahkan. Tak lupa, kejadian tragis ini juga harus diusut agar keadilan bisa ditegakkan, bukan membiarkan adanya pihak yang merasa diuntungkan.

Evaluasi Penyelenggara

Banyak pakar di media opini menyayangkan tata kelola buruk dari pihak penyelanggara, termasuk jumlah penonton yang melebihi kapasitas stadion. Hal ini perlu dievaluasi para penyelenggara sepak bola ke depan, bukan sekadar meraup keuntungan tanpa memperhitungkan resiko. Tragedi ini merupakan resiko terburuk yang pernah ada.

Tak hanya itu, penembakan gas air mata merupakan langkah tidak manusiawi dan melanggar aturan FIFA. Aksi yang di luar prosedur inilah yang kemudian berakibat fatal dan berakhir dengan merenggut ratusan nyawa. Efek dari gas air mata ini tidak main-main. Rasa perih hingga gangguan pernapasan dan kepanikan, membuat penonton berlarian ke luar stadion.

Anehnya, pintu keluar di stadion menurut keterangan beberapa saksi tidak bisa dibuka pada saat kejadian. Pintu yang tertutup ini juga turut memperburuk keadaan. Banyaknya kesalahan teknis pihak penyelenggara diharapkan tidak terulang. Mereka harus selalu memastikan kesiapan yang benar-benar matang, karena keselamatan juga bagian dari perencanaan yang patut diperhitungkan.

Evaluasi Suporter

Meski meninggalnya korban disinyalir kuat akibat tembakan gas air mata, setidaknya para suporter tanah air juga harus berintrospeksi, khususnya berkenaan dengan mental dalam menghadapi kekalahan tim kesayangan. Sebab, mau tidak mau, kejadian bermula dari sebagian suporter yang menaruh kecewa berat dan nekat turun ke lapangan. Di tambah lagi, kejadian semakin memanas oleh tindakan aparat keamanam.

Sudahilah mentalitas barbar yang tidak berfaidah. Sudah semestinya kita merealisasikan sikap dewasa. Ketidakmampuan menerima kekalahan mengindikasikan buruknya mental seseorang. Belum lagi jika didukung segerombolan yang bermental sama. Suporter tidak sehat semacam ini perlu dibersihkan.

Bukannya menjadi tim sukses, peran mereka hanya akan memperburuk keadaan. Maka, siapa pun yang berperan menjadi suporter, hindari luapan emosi. Kecewa adalah wajar, tetapi bukan berarti harus dipertontonkan melalui sikap anarkis.

Mental sehat harus dibangun. Menang kalah adalah sebuah niscaya. Maka, hindarilah menggilai sesuatu dengan membabi buta. Fanatisme berlebih memang tak pernah bijaksana.

Mentalitas barbar yang sangat mudah sekali kita temukan penting untuk dicegah. Islam tidak mengajarkan kekerasan. Agama kita justru mengajarkan umat agar memampukan diri menahan amarah. Jangan ada lagi figur kekerasan yang bisa dicontoh oleh anak-anak, baik orang tua, lembaga pendidikan, hingga lingkungan.

Oleh: Shopiah Syafaatunnisa
Guru

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :