Terseret Pinjol, Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme - Tinta Media

Sabtu, 26 November 2022

Terseret Pinjol, Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Tinta Media - Alih-alih mengoptimalkan potensinya untuk menuntut ilmu dan menjadi agen pengubah peradaban, ratusan mahasiswa di Kota Bogor malah terseret pinjol (pinjaman online). Dari 333 orang, sebagian besar adalah mahasiswa IPB. Total kerugian mencapai Rp2,1 miliar (www.viva.co.id/18/11/22). 

Kronologi Kejadian 

Ratusan mahasiswa tersebut tertipu bisnis online fiktif dengan iming-iming keuntungan sebesar 10 persen dari nilai yang diinvestasikan. Namun, untuk mendapatkan keuntungan tersebut para mahasiswa ini diharuskan mengajukan pinjaman online. Sedangkan pemilik bisnis online tersebut tak kunjung merealisasikan keuntungan 10 persen kepada korban. Akhirnya, ratusan mahasiswa ini terjebak tagihan pinjaman online. 

Beberapa kasus berawal dari keikutsertaan mahasiswa dalam panitia divisi sponsor yang menuntut mereka untuk fundraising (penggalangan dana) dalam sebuah project kampus. Kemudian, mereka mendapatkan tawaran dari temannya untuk bergabung dalam bisnis online fiktif tersebut. Rata-rata yang menjadi korban bisnis online fiktif ini adalah mahasiswa baru. Kebanyakan dari mereka terdorong menjadi pegiat di bidang wirausaha. Pebisnis online nakal yang tergiur dengan keuntungan besar memanfaatkan peluang ini. 

Imbas dari Program Kewirausahaan Mahasiswa MBKM 

Maraknya program-program UMKM mahasiswa tidak terlepas dari penggalakan program kewirausahaan di perguruan tinggi. Kampus yang seharusnya mencetak tenaga terdidik yang dengan ilmunya mampu membawa perubahan besar dunia dan mengangkat harkat martabat negara, kini berbelok sekadar menjadikan lulusan pencetak remah-remah rupiah. 

Mahasiswa yang seharusnya sibuk menuntut, mengkaji, dan mengamalkan ilmu untuk meraih pahala jariyah, kini tersibukkan dengan jualan dan cari uang. Pasalnya, melalui Program Kewirausahaan Mahasiswa Indonesia (PKMI) tahun 2021 sebagai bentuk implementasi kebijakan Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM) menargetkan peningkatan kompetensi lulusan, baik soft skills maupun hard skills, agar lebih siap dan relevan dengan kebutuhan zaman (dikti.kemdikbud.go.id/18/11/22). 

Artinya, relevan dengan kebutuhan di zaman ketamakan oligarki,  saat kelompok elit/pengusaha menjadi penguasa negeri. Jati diri mahasiswa sebagai agent of change hilang. Mereka justru menjadi buruh kerja yang semakin menguntungkan ‘industri’ oligarki. 

Jikalau sukses menjadi wirausaha, mereka tak akan mampu bersaing dengan perusahaan besar swasta/asing yang bercokol di negeri ini. Mereka hanya sekadar menjadi pejuang remah-remah rupiah yang bertahan sebentar. Program ini adalah desain kapitalisme yang ingin menjaga dan memuluskan kepentingan mereka/oligarki. 

Mahasiswa dalam Pusaran Kapitalisme

Di zaman yang serba materialistik, arah pendidikan semakin jelas memenuhi kebutuhan industri. Kehidupan sekuler yang tidak memandang halal haram menjadi paket komplit sumber inovasi kerusakan. 

Kondisi ini cocok bagi inovator bisnis online nakal layaknya SAN (pelaku bisnis fiktif) memanfaatkan segala kondisi yang ada, tanpa memandang aktivitas itu halal atau haram, demi meraih keuntungan. Seperti yang terjadi pada kasus ratusan mahasiswa terjebak pinjol ini. Mahasiswa pun tidak menggunakan standart halal dan haram ketika melakukan pinjaman online. Padahal, di dalam aktivitas pinjol ada unsur riba yang jelas diharamkan dalam Islam. Di satu sisi, peluang untuk memperoleh uang juga mudah melalui kemunculan berbagai aplikasi pinjol. 

Pada akhirnya, peristiwa ini logis terjadi dalam sistem kapitalisme. Hanya uang atau keuntungan materi saja yang menjadi standar perbuatan. Tanpa tebang pilih, mahasiswa pun masuk dalam pusaran gaya hidup kapitalistik. Mereka masuk kuliah agar lulus, kemudian bisa kerja dan dapat uang banyak. 

Standart sukses pendidikan hanya diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja. Sistem pendidikan ala kapitalisme telah gagal mencetak mahasiswa visioner dan ideologis. Memang betul, hanya ‘UUD’ yang berlaku di peradaban kapitalisme saat ini, alias Ujung-Ujungnya Duit, tanpa memandang halal haram perbuatan. 

Islam Mencetak Pemuda Takwa dan Ideologis 

Sistem pendidikan Islam akan mencetak pemuda-pemudi muslim yang bertakwa dan berideologi Islam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ … وَشَابٌّ نَشَأَ فِى عِبَادَةِ رَبِّهِ 

“Ada tujuh golongan manusia yang akan dinaungi oleh Allah dalam naungan (Arsy-Nya) pada hari yang tidak ada naungan (sama sekali) kecuali naungan-Nya: … dan seorang pemuda yang tumbuh dalam ibadah (ketaatan) kepada Allah …” (HR. Bukhori Muslim) 

Pemuda muslim yang memiliki ideologi Islam akan memiliki kesadaran hubungannya dengan Allah. Bahwasanya, seluruh perbuatannya dalam 24 jam terikat dengan aturan Allah. Ia sadar bahwa ada Allah yang mengawasi dan menghisab amal perbuatannya. 

Pemuda muslim ideologis juga memiliki semangat perjuangan untuk mengubah suatu kondisi yang buruk menjadi baik/mulia. Sebab itulah, pemuda ideologis memiliki idealisme hidup karena ia berjalan sesuai standar dari Sang Pencipta, yaitu Allah Swt. 

Dalam hal ini kejelasan sikap pemuda muslim ideologis meliputi hal berikut: 

Pertama, dalam hal pendidikan. Ia akan memandang bahwa perguruan tinggi adalah wadah untuk menuntut ilmu, bukan untuk menimba uang sebanyak-banyaknya. 

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR. Ibnu Majah) 

Kedua, ketika hendak berbuat atau memutuskan sesuatu, ia berpikir terlebih dahulu, apakah perbuatannya dalam rida Allah atau tidak. 

Ketiga, ketika mengetahui kemungkaran, ia segera mencegahnya. Ia memiliki daya juang melawan kemungkaran. Ia seperti daya magnet yang mampu menarik pemuda-pemuda muslim lain untuk fastabiqul khairat dan mampu membuat arus perubahan di tengah-tengah masyarakat. 

Firman Allah Swt. 

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (TQS. Al-Imran:110) 

Pendidikan dalam sistem Islam tidak diukur dari seberapa banyak output yang terserap dalam dunia kerja, melainkan mencetak generasi cerdas, beriman dan bertamwa. Generasi  Islam mampu memberikan sumbangsih keilmuan untuk membangun peradaban mulia, bukan generasi money oriented. 

Hal itu sebagaimana generasi ilmuwan muslim di masa peradaban Islam yang menjadi peletak dasar keilmuan hingga saat ini, seperti: 

Ibnu Sina, dijuluki Bapak Kedokteran Modern. Ia menjadi peletak dasar keilmuan kedokteran yang ilmunya digunakan hingga generasi sekarang. 

Al khawarizmi, penemu angka nol. Ia merupakan ilmuwan penting dalam sejarah matematika. 

Fatima al Fihri, pendiri universitas pertama di dunia (Al Qarawiyyin, 859M). 

Dan masih banyak ilmuwan muslim lainnya. Mereka adalah ilmuwan yang bertakwa dan ideologis yang mampu mengubah dunia dan membawa peradaban Islam pada puncak kejayaan. 

[Wallahua’lam]

Oleh: apt. Azimatur Rosyida, S.Farm. Pemerhati Generasi

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :