Syariat Islam Bukan Nestapa, Generasi Jangan Buta! - Tinta Media

Senin, 14 November 2022

Syariat Islam Bukan Nestapa, Generasi Jangan Buta!

Tinta Media - Secara fisik, dunia sedang damai bak air mengalir. Secara berita, bagai luka kena cuka, perih dan kecut dirasa. Bahkan tidak tanggung-tanggung ,seorang muslim lebih senang dipanggil cerdas dari sisi keilmuannya daripada keislamannya. Kaum muslimin lebih takut dipanggil agamis daripada modernis

Benarkah hal itu dipengaruhi oleh faktor kebiasaan? Ataukah karena generasi muslim saat ini sudah mulai buta pada agamanya? 

Keberagaman Stigma 

Tahun 2022 adalah tahun penuh dengan drama dan lika-liku permasalahan yang kadang membuat jenuh. Mulai dari isu lokal sampai nasional, tidak pernah sepi dengan kasus. Salah satu isu yang terus digoreng sampai saat ini adalah terorisme. Terorisme di dalam sejarahnya berawal dari meledaknya gedung WTC di Amerika sehingga membuat wajah mereka menjadi dua, yaitu bebas dan teror.

Berawal dari sana, teror mulai diidentikkan dengan Islam, padahal hakekatnya adalah kebencian Barat untuk membendung kebangkitan Islam. 

Ketika membahas tentang terorisme, di negeri dengan mayoritas muslim terbesar ini tidak pernah kering dan kurus dengan isu ini. Sebut saja di pulau yang banyak pondok pesantrennya, di Jawa timur, pada hari jum’at 28/10/22 tim densus 88 antiteror polri menangkap tiga terduga teroris di Kabupaten Sumenep. 

Anehnya, indikator yang berkaitan dengan teroris tidak pernah disebutkan kejelasannya dan membuat umat memiliki stigma buruk tentang Islam. 
Stigma negatif tentang ajaran Islam kaffah tidak semakin marak karena adanya provokasi. Ini sebagaimana dikutip dari pernyataan Ariel Cohen, P.hD dalam the heritage foundation pada 30 Mei 2003; 

“AS harus membantu media local untuk menayangkan contoh-contoh negatif dari penerapan hukum syari’ah, seperti potong tangan bagi pencuri yang tak seberapa atau hukuman bagi pemilik alkohol di Chechnya, Afganistan di bawah kekuasaan Taliban, Saudi dan ditempat-tempat lain.” 

Sekularisme Sumber Nestapa 

Sekularisme adalah asas dari ideologi kapitalis, yaitu sebuah asas yang memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan sebagai pengatur ibadah manusia dengan Tuhannya. Ketika membahas hubungan seorang dengan dunianya (sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan) agama harus ditinggalkan didalam sistem ini. 

Setiap negara yang menerapkan sistem sekularisme, sering gagal dalam melindungi kehormatan manusia, khususnya generasi. Siapa pun yang menginginkan kemuliaan, tidak mungkin bisa lepas dari fitrah untuk terikat pada agamanya. Sehingga, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan sejatinya bisa mendatangkan banyak sekali kenestapaan dalam hidup. 

Islam Agama Politik dan Spiritual 

Seringkali kita sangat ngotot mengatakan bahwa Islam itu hanya nilai dan etika, seperti yang pernah dialami oleh penulis saat berdiskusi di sebuah forum. Ada sebagian orang mengatakan “ Islam itu hanyalah nilai dan etika”. 

Bahkan, kita sama sekali tidak menjelaskan Islam itu sebagai sebuah sistem. Dari sisi normatif, Islam memiliki dua elemen yang memperjelas bahwa ia sebagai sistem politik: 

Pertama, akidah Islam, yaitu keimanan kepada Allah Swt. dan rukun iman yang enam. 

Kedua, hukum syara’ yang berkaitan dengan seluruh masalah kehidupan manusia, yaitu hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sesamanya. 

Sedangkan dari segi elemen, konsep untuk menerapkan Islam yaitu, metode menerapkan akidah dan hukum syara’melalui negara Khilafah Islam dan partai politik Islam. Metode untuk mempertahankan hukum syara’ adalah melalui pengadilan (al-qadla), penerapan sanksi hukum. Selanjutnya, Islam juga memiliki metode untuk mengemban akidah dan hukum syara’ yang dilakukan melalui dakwah dan diemban oleh individu, partai politik dan negara. 

Dari segi historis, kita bisa melihat di kitab-kitab sirah karangan para ulama, seperti Sirah Ibnu Hisyam, Tarikh al-Umam wa al-Mulk dan lainnya. Sejarah telah mencatat betapa Islam dulu pernah gemilang selama 1300 tahun lebih dan pernah diterapkan sebagai sebuah ideologi. 

Ketika kita melihat Islam secara empiris, ulama dan qadli terkemuka, Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani telah membagi ke dalam dua aspek, yaitu:

Pertama, derterapkan melalui lembaga pengadilan, yang tugasnya menyelesaikan perselisihan di tengah masyarakat. 

Islam diterapakan melalui institusi pemerintahan (al-hakim) yang bertugas melaksanakan seluruh hukum Islam di tengah masyarakat. 

Begitulah sistem Islam yang wajib dijadikan sebagai ideologi, karena terdiri dari konsep dan metode yang sempurna dan bisa diterapkan di tengah-tengah umat. Sistem Islam tidak memandang muslim atau nonmuslim. Selama ia ingin tunduk pada Islam dan menjadi warga negara, ia tetap dilindungi dan diberikan haknya secara sempurna. 

Sistem Islam Memuliakan Generasi 

Kesempurnaan Islam memang sangat layak diterapkan oleh umat, khususnya generasi muda saat ini. Arus globalisasi memang sangat mudah menjadikan generasi terombang-ambing dengan dunianya. Oleh karena itu, generasi saat ini harus menyadari permasalahan vital umat saat ini, yaitu tidak terterapkan hukum Islam yang sempurna di tengah kaum muslimin. Dengan terterapkannya hukum Islam, maka setiap individu akan dijamin oleh negara, baik sandang, papan, dan pangan. 

Sudah seharusnya sistem Islam inilah yang dirindukan setiap umat. Umat harus menyadari bahwa sesama muslim itu bersaudara. Tidak mungkin umat Islam akan bersatu tanpa adanya satu kesatuan pemikiran, perasaan, dan peraturan yang sama. Kembalinya sistem Islam di tengah umat bagai darah dan air yang akan menghidupkan umat. Karena itu, generasi saat ini memang harus sadar dan tidak buta pada syariat Islam.

Oleh: HusnulKh, S.H 
Pegiat Dakwah dan Intelektual Muslimah
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :