Sistem Anggaran Demokrasi Tak Mampu Memenuhi Kebutuhan Rakyat - Tinta Media

Minggu, 13 November 2022

Sistem Anggaran Demokrasi Tak Mampu Memenuhi Kebutuhan Rakyat

Tinta Media - Pengelolaan perekonomian memang menjadi salah satu hal yang penting dalam bernegara. Pasalnya, penggelontoran dana pada berbagai program memang harus sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya, bentukan programnya pun tidak boleh serampangan, apalagi ketika program itu dibuat hanya untuk menguntungkan pihak elit belaka, tanpa memandang kemaslahatan rakyat.

Arus ekonomi yang mengarah pada krisis dan susahnya lapangan pekerjaan yang memadai berdasarkan skill, menjadikan rakyat makin terimpit dalam pemenuhan kebutuhannya. Memang benar, ada berbagai macam bentuk bantuan yang digelontorkan pemerintah. Namun, hal ini tak mampu menuntaskan masalah ekonomi yang menjerat masyarakat.

Padahal, baru-baru ini Menteri Keuangan Sri Mulyani mengungkapkan bahwa sisa anggaran belanja APBN jumlahnya masih sekitar Rp1.200 triliun sampai akhir tahun ini.

Hal ini menunjukkan bahwa negara tidak dalam kondisi krisis. Namun, ternyata angka yang dikatakan tak sedikit tadi tak mampu menuntaskan masalah rakyat, utamanya masalah yang berkaitan dengan layanan publik yang masih menuai komplain dari masyarakat karena tidak terpenuhi dengan baik.

Serapan anggaran sementara sebesar 61,6% pada bulan September jika dibandingkan dengan berbagai problem yang dihadapi dan tingkat ketuntasannya ini menunjukkan bahwa kinerja pemerintah belum maksimal dalam menanganinya. Di sisi lain, hal ini juga menggambarkan ketidakjelasan arah pembangunan, yaitu tidak berdasarkan pada kebutuhan dan kemaslahatan umat.

Apalagi, banyak layanan publik yang belum optimal dan membutuhkan dana besar untuk  anggaran beberapa bidang. Namun, faktanya justru kurang dan malah  dikurangi (seperti dana riset, hankam). Sementara, selalu dinarasikan ada defisit anggaran, sehingga subsidi dikurangi, bahkan dihapuskan. Nyatanya, dana tidak terserap dan bersisa.

Sungguh nyata kerusakan sistem anggaran dalam sistem demokrasi. Dengan serapan dana rendah, bagaimana mungkin rakyat terlayani dengan baik kebutuhannya?

Sistem demokrasi di bawah payung kapitalisme sekuler menjadikan liberalisasi sebagai tujuan, sehingga pemenuhan hak dan kewajiban yang semestinya bisa dirasakan rakyat beralih pada hal-hal yang hanya menguntungkan sebagian pihak. Bukan hanya tak perhatian pada rakyat kecil, tetapi juga menjadikan mereka sapi perah. Bahkan, mereka disuruh untuk memfasilitasi diri mereka sendiri, padahal ada pemimpin yang harusnya mampu mengayomi mereka, sehingga tidak menjadi terkatung-katung atau bahkan terdiskriminasi oleh sebagian pihak.

Ini menandakan hak dan kewajiban hanya akan didapatkan dan dirasakan pelayanannya ketika hal tersebut sejalan dengan orang-orang tertentu. Sedangkan amanah yang diletakkan rakyat di pundak penguasa, hanya menjadi formalitas belaka.

Namun, akan berbeda ketika pengaturan ini diserahkan kepada sistem anggaran dalam Islam, di bawah kendali Khalifah yang berperan sebagai ra’in (pengatur) akan tepat sasaran dan sesuai kebutuhan umat. Mereka yang berperan sebagai penguasa di dalam sistem Islam akan betul-betul menjalankan amanah atas dasar kesadaran bahwa semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.

Selain itu, Islam mempunyai pos-pos pemasukan yang jelas untuk memudahkan periayahan (pengaturannya) kepada rakyat, seperti dana dari pembayaran zakat, hasil dari pengelolaan sumber daya alam, harta yang diperoleh dari perang. Keseluruhan ini akan dikelola di dalam baitul mal yang nantinya akan diperuntukkan demi kemudahan hidup masyarakat, baik layanan secara mandiri terkait kebutuhan hidup, juga secara umum kepada rakyat berupa segala pemenuhan sarana dan prasarana yang mampu mempermudah masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya.

Islam juga memiliki penyaluran yang jelas dalam penganggarannya, seperti pemenuhan gaji pegawai yang akan diberikan dari harta APBN yang berasal dari seluruh pengelolaan kekayaan alam secara mandiri oleh negara. Dengan begitu, negara tak akan kerepotan untuk memenuhi hak pegawai atau bahkan sampai mengorting upah mereka karena negara mengalami defisit.

Semua bentuk pelayanan ini tidak akan mungkin kita rasakan selama masih berpegang pada sistem kapitalisme yang hanya mengejar keuntungan semata karena prospeknya bukanlah kepada pemenuhan amanah yang sesuai dengan Islam, melainkan hanya pada untung semata.
Wallahua'lam bissawab.

Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :