Ruwetnya Pembelajaan Negara Kapitalis - Tinta Media

Minggu, 13 November 2022

Ruwetnya Pembelajaan Negara Kapitalis


 Tinta Media - Sampai akhir tahun 2022, sisa anggaran APBN sekitar Rp1.200 trilliun. Menteri Keuangan, Sri Mulyani, meminta kementerian dan lembaga untuk menghabiskannya, dalam waktu 2 bulan menjelang tutup tahun (CNNIndonesia.com, 28/10/2022). Catatan keuangan menunjukkan bahwa serapan anggaran yang telah terealisasi 61,6%, atau sekitar Rp 1.913,9 trilliun.

Menanggapi hal tersebut, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Febrio Nathan Kacaribu, memaksimalkan serapan anggaran tak berarti belanja jor-joran, untuk kegiatan yang unfaedah (CNNIndonesia.com, 28/10/2022). Tentu anggaran harus dibelanjakan dengan cerdas. Artinya belanja tak harus menghabiskan anggaran, namun harus menilik realisasi tinggi sebagai hasil pembelajaan anggaran yang efektif. Febrio pun melanjutkan, jika anggaran tahun ini tak mampu dihabiskan, toh bisa dianggarkan di tahun depan sebagai cash buffer atau dana cadangan.

Serapan anggaran hanya dapat mencapai 61,6% pada bulan September 2022 memperlihatkan, kinerja pemerintah tak optimal. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah tak memiliki arah yang jelas dalam strategi pembangunan dan tak berdasarkan pada kebutuhan rakyat pada umumnya. Sementara, banyak layanan publik yang belum maksimal dan optimal dalam penyelenggaraannya. Malahan faktanya, kebutuhan dana yang besar di beberapa sektor publik justru malah dipangkas dengan alasan kekurangan anggaran. Akibatnya, subsidi-subsidi yang dibutuhkan dalam pelayanan rakyat, malah ditiadakan. Sedangkan di sisi lain, pembangunan berbagai infrastruktur yang minim manfaat justru digenjot habis-habisan. Memprihatinkan.

Minimnya penyerapan anggaran pun tampak di berbagai daerah. Seperti di DKI Jakarta, Komisi D DPRD DKI Jakarta menilai bahwa Dinas Marga masih minim menyerap dana APBD 2022. Penyerapan dana APBD baru mencapai 25,7% sementara masih banyak warga menunggu perbaikan jalan (sindonews.com, 24/8/2022).

Tak berbeda dengan wilayah lain, Sumatera Utara mewaspadai minimnya serapan anggaran, APBD  mengendap senilai Rp 35,4 Trilliun, dengan rincian, dana APBD kabupaten/kota di Sumatera Utara sebesar Rp 28 Trilliun, sementara APBD propvinsi sebesar Rp 7,4 Trilliun (kompas.id, 26/8/2022). Pun demikian di Sulawesi Selatan. Serapan dana APBD yang masih rendah, menjadi sorotan. Serapan rendah ini terjadi di perangkat daerah Pemprov Sulawesi Selatan. Yaitu Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang dan Dinas Pendidikan. Rendahnya serapan dana ini berpotensi pada silpa (sisa lebih pembiayaan anggaran). Padahal secara fisik, masih banyak bangunan sekolah dan fasilitas umum yang perlu dibenahi (detiksulsel.com, 24/9/2022). Rendahnya serapan anggaran sebagai akibat adanya regulasi proses tender yang tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan kontraktor. Demikian ungkap Wakil Ketua Komisi D DPRD Sulawesi Selatan, John Rende Mangontan.

Yang kini tampak, semua kinerja hanya fokus pada serapan anggaran. Bukan pada hasil kerja dan hasil belanja efektif dan optimal daerah, yang seharusnya memenuhi pelayanan publik.

Inilah wajah buruk pengelolaan anggaran ala sistem kapitalisme. Tak utuh bertujuan untuk maslahat umat. Hanya menguntungkan oligarki dan para pemilik modal yang memiliki andil besar dapat memutuskan berbagai kebijakan. Sementara kebutuhan rakyat yang kian menganga, tak bisa tertutupi optimal karena rendahnya serapan dana.

Wajar adanya saat terjadi kekacauan regulasi dan belanja negara dalam sistem kapitalisme, segala kebijakan dihitung berdasarkan untung rugi pengelola dan penguasa, bukan pada kualitas pelayanan negara pada rakyatnya. Padahal rakyat adalah amanah yang harus dijaga dan dipelihara serta dipenuhi semua kebutuhannya melalui seluruh dana yang dikelola negara.

Ibnu umar r.a berkata: Saya telah mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya, seorang istri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tangggung jawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memlihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin akan ditanya (diminta pertangggung jawab) dari hal yang dipimpinnya." (HR Bukhari dan Muslim)

Setiap kepemimpinan pasti akan dimintai pertanggungjawabannya di hari Hisab kelak. Dan hanya Islam-lah satu-satunya sistem yang mengelola seluruh sumberdaya milik umat dengan amanah. Serta dapat adil mendistribusikannya demi tercapainya maslahat umat.

Sungguh, Islam-lah satu-satunya sistem yang amanah. Mengelola anggaran negara dengan optimal demi terselenggaranya pelayanan maksimal. Contohnya, seperti masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan kebijakannya yang melahirkan keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat. Beberapa kebijakannya antara lain, mengurangi beban pajak yang memberatkan rakyat, kebijakan tentang timbangan, membasmi sistem kerja paksa, memperbaiki tanah pertanian, sistem irigasi, pengairan sumur, pembangunan jalan raya, dan berbagai kebijakan tentang pertanahan. Kebijakan ini mengembalikan hak-hak rakyat yang seharusnya memang dilayani oleh negara. Luar biasa. Gambaran pengelolaan syariat Islam yang amanah dalam wadah khilafah manhaj an nubuwwah. Menciptakan sejahteranya umat tanpa adanya khianat.

Wallahu a'lam bisshowwab.


Oleh: Yuke Octavianty

Forum Literasi Muslimah Bogor


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :