Tinta Media - Ada yang meminta saya puasa bicara politik, tak terlibat dalam diskursus Pilres 2024. Ada yang bahkan -melafadzkan mantra lama- untuk meminta ikut merebut, baru ribut. Maksudnya, menangkan calonnya dulu, baru ribut tentang visi misi (baca : rebutan kursi).
Mohon maaf, kalau Nasdem saja boleh mencalonkan Capres sebelum masa pendaftaran Capres, Surya Paloh boleh bersumpah meminta dukungan agar diberikan kekuasaan, kenapa saya yang hanya menulis tidak boleh ? Lagipula, ciri khas tulisan yang saya buat adalah logis dan analitis.
Tidak setuju dengan isinya, bantah saja. Tidak usah malu, sebagaimana saya juga terbuka mengkritik partai dan politisi apapun dan siapapun, jika tidak sejalan dengan Islam.
Kebiasaan konyol kita itu dalam politik mudah berkompromi, akhirnya tertipu. Hanya menjadi tukang dorong mobil mogok. Setelah politisi sampai ke tampuk kekuasan, kepentingan umat Islam ditinggalkan.
Tidak muluk-muluk, umat Islam hanya inginkan syariat Islam, itu syarat dukungannya. Tak perlu kasih uang atau jabatan.
Nah, komitmen syariat Islam itu harus jelas diawal, tertulis dalam kontrak politik. Kita tidak mau, menawarkan cek kosong dan meminta politisi menulis apapun isinya sesuai kehendak mereka.
Kita mau, capres dan politisi yang komitmen dengan syariat Islam. Kalau tidak ? mohon maaf, komitmen apapun selain syariat Islam tidak ada nilainya.
Jangan sampai, kami ribut seperti Pilpres 2019. Sudah dikalahkan, dikhianati, akhirnya kecewa. Itu juga gara-gara cek kosong, gara-gara slogan menyesatkan 'rebut dulu baru ribut', akhirnya hanya meributkan pepesan kosong belaka.
Siapapun yang punya komitmen dengan Islam, agar tak mengobral murah dukungan kepada politisi atau capres. Dukungan kita mahal harganya, hanya bisa ditebus dengan komitmen memperjuangkan syariat Islam. Kalau tidak? ya, kita bisa mengalihkan dukungan atau tidak memberikan dukungan.
Syariat Islam harga mati, tak bisa ditawar atau diganti dengan lainnya. Apalagi, hanya ditukar dengan slogan kosong.
Jadi, jangan tuntut kami untuk memberikan dukungan. Tapi, komitmen apa yang diberikan kepada kami umat Islam. Komitmen dengan syariat Islam?
Berikan dukungan terbuka pada syariat Islam, baru umat ini akan memberikan dukungan terbuka sebagai kompensasinya. Jika tidak komitmen pada syariat Islam sebelum berkuasa, apalagi setelah berkuasa?
Saat membutuhkan dukungan umat Islam saja, enggan komitmen pada syariat Islam. Apalagi nanti setelah berkuasa? Jangan-jangan, gantian menjadi penindas Umat Islam? [].
Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/