Tinta Media - Melihat fenomena banyaknya orang miskin atau bertambahnya keluarga miskin sebagai akibat dari budaya yang ada di masyarakat, dalam hal ini adalah pernikahan dini, dinilai Pakar Parenting sekaligus Penulis Buku The Model for Smart Parents Nopriadi Hermani, Ph.D., merupakan cara berpikir tidak holistik.
“Berpikir seperti ini tidak holistik, sehingga gak akan sampai pada solusi yang tepat,” nilainya kepada Tinta Media, Kamis (17/11/2022).
Maka, ia tegaskan solusinya harus holistik dan benar. “Penjelasannya akan panjang. Cuma saya punya kesimpulan singkat,” jelasnya.
“Keluarga miskin baru, pergaulan bebas dan banyak lagi problem-problem pembangunan manusia dihasilkan oleh kesalahan kita dalam memanage manusia. Kesalahan ini diawali dari cara kita mengatur manusia tidak berdasarkan panduan dari Dzat yang mengatur manusia, yaitu Allah SWT,” jelasnya lebih lanjut.
Padahal, menurutnya semua tahu bahwa Allah SWT menciptakan manusia dan Allah SWT memberi panduan bagaimana manusia mengatur dirinya dan sesamanya. Ia mengajak melihat selama ini ketika membuat kebijakan, perundang-undangan atau membangun sistem di tengah-tengah masyarakat apakah membuka dulu panduan dari Sang Pencipta? Apakah selama ini menjadikan Islam sebagai referensi dalam mengatur kehidupan manusia?
“Jawabnya tidak. Kita lebih percaya pada pikiran manusia yang berlepas dari agama. Kita lebih memilih ilmu pengetahuan yang berbasis pada sekulerisme sebagai dasar membangun kebijakan dan aturan,” jawabnya.
“Jadi, bagaimana agar kehidupan kita on the track penuh keberkahan dan tidak menghadapi masalah seperti munculnya keluarga miskin baru dan pergaulan bebas maka kembalilah pada panduan dari Sang Pencipta,” tegasnya menambahkan.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (TQS. Al-Araf : 96)
Pergaulan Bebas
Terkait pergaulan bebas, menurut Nopriadi mestinya Pak Menteri juga mempermasalahkan. “Ini problem besar yang ada di negeri kita. Mestinya beliau bekerja keras, termasuk menggandeng banyak pihak untuk mengatasi masalah pergaulan bebas beserta dampak-dampaknya,” terangnya.
“Nah, ini juga sama. Bila pergaulan bebas semakin marak berarti ada sistem atau kebijakan yang terus memproduksi itu,” tegasnya.
Akar Masalah
Menurutnya masalah yang ada di negeri ini ruwet. “Dan orang seringkali terlalu menyederhanakan masalah untuk memahami keruwetannya,” tuturnya.
“Apa menyebabkan apa menjadi terdengar sangat simplisitis,” tambahnya.
Bila pernikahan dini dianggap mengakibatkan munculnya 50 persen keluarga miskin baru, maka Nopriadi mempertanyakan apakah kalau pernikahan di negeri ini tidak dini kemiskinan baru tidak akan terbentuk?
“Bila pernikahan dini diartikan menikah dalam kondisi tidak siap ilmu dan nafkah maka memang berpotensi menghasilkan keluarga miskin baru. Tidak hanya kemiskinan tapi juga rumah tangga yang berantakan,” tegasnya.
Menurutnya, itu bisa terjadi pada usia pernikahan di atas atau di bawah batas usia 19 tahun sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974. Artinya bila masyarakat kita di bawah 19 tahun belum siap ilmu dan nafkah dalam menikah maka pernikahan itu melahirkan keluarga bermasalah. “Begitupun bila masyarakat kita di atas 19 tahun belum siap ilmu dan nafkah dalam menikah, maka akan melahirkan keluarga bermasalah,” paparnya.
Terkait kemisikinan, ini ia menganggap perlu memahami akar masalahnya. Menurut Nopriadi, yang bertanggungjawab terhadap kemiskinan dan kesejahteraan rakyat itu adalah pemerintah. “Itu tanggung jawab utama pemerintah terkait ekonomi rakyat,” ujarnya.
“Bila masyarakat itu banyak yang miskin berarti masalah utamanya ada pada kebijakan atau sistem yang digunakan pemerintah dalam mengurusi ekonomi masyarakat. Bila keluarga miskin baru terus bertambah maka berarati ada kebijakan atau sistem yang bekerja memproduksi itu,” tegasnya lebih lanjut.
Ia menjelaskan secara sederhana, masih banyaknya keluarga miskin menunjukkan pemerintah belum atau tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang dibutuhkan masyarakat untuk bisa hidup layak.
“Bila dikhawatirkan keluarga miskin baru akan terus bertambah, maka itu menunjukkan pemerintah belum punya solusi bagaimana membuat masyarakat keluar dari kemiskinan dan dapat hidup layak,” ucapnya.
Bahkan ia meragukan, jangan-jangan standar kelayakan hidup masyarakat saja belum layak. “Menurut saya, sebagaimana ajaran Islam, hidup layak itu bila seseorang tercukupi kebutuhan pokoknya berupa sandang, pangan, papan dan terpenuhi pula jasa pokok berupa pendidikan, kesehatan dan keamanan yang baik,” jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa pemerintah dikatakan sukses bila mampu membuat setiap orang di negara tersebut terpenuhi kebutuhan pokok dan jasa pokok ini. “Bagaimana agar pemerintah bisa memenuhi kebutuhan dan jasa pokok untuk setiap warga negara?” tanyanya.
Menurut Nopriadi, sebaiknya pemerintah perlu mengambil sistem dan politik ekonomi Islam. Sistem kapitalisme yang diadopsi pemerintah selama ini menurutnya telah berhasil menciptakan dan menambah kemiskinan masyarakat dan kesenjangan ekonomi di tengah-tengah masyarakat. “Inilah akar masalahnya. Penjelasannya akan sangat panjang,” ujarnya.
Terkait mengapa pernikahan dini dipermasalahkan, tetapi pergaulan bebas seakan dibiarkan? Nopriadi mengaku tidak tahu persis kenapa Pak Menteri mempermasalahkan pernikahan dini sebagai penyebab keluarga miskin.
“Bisa jadi karena sangat sektoralnya berpikir Pak Menteri, sehingga melihat problem pembangunan manusia sebatas ruang lingkup bidang kementeriannya,” pungkasnya.[] Raras