Tinta Media - Menanggapi data terkait krisis pangan, pengamat sosial yang juga aktivis muslimah, Ustazah Najmah Sa'iidah menyampaikan bahwa dunia tengah menghadapi krisis pangan global.
"Benar, bahwa dari data-data tersebut, bisa dikatakan bahwa dunia ini tengah menghadapi krisis pangan global," tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (3/11/2022).
Menurutnya, hal ini dikuatkan oleh pernyataan Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi yang menilai angka krisis pangan cukup mengkhawatirkan.
"Diperkirakan 179 sampai 181 juta orang di 41 negara akan menghadapi krisis pangan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga menyebutkan bahwa jumlah orang yang rawan pangan meningkat dua kali lipat hanya dalam 2 tahun, 'Efek dari situasi Ukraina dapat mendorong jumlah ini meningkat menjadi 323 juta orang'," kutipnya.
Ia mengungkapkan banyak kalangan menilai bahwa krisis pangan dan energi dengan cepat menjadi bagian dari realitas dunia saat ini sebagai akibat dari pandemi disusul adanya perang antara Rusia dan Ukraina. Sehingga, lanjutnya, lonjakan harga pangan dan energi tidak dapat dihindari. Karena Rusia serta Ukraina memiliki posisi yang penting dalam rantai pasok pangan dan energi global.
"Sedangkan di negeri kita sendiri, sesungguhnya lonjakan harga barang kebutuhan pokok sudah berlangsung lama dan beberapa bulan terakhir ini semakin menjadi, bahkan diiringi dengan kelangkaan beberapa kebutuhan pokok. Dan diperkirakan di akhir tahun ini negeri ini akan mengalami resesi atau krisis ekonomi lagi," paparnya.
Bukan Kali Pertama
Ia menilai kondisi ini bukan kali pertama, tapi sudah kesekian kalinya. Bahkan justru saat ini kondisinya sudah sangat parah.
"Dunia saat ini, termasuk negeri kita saat ini dalam kondisi yang sangat buruk, tidak hanya dalam masalah ekonomi tapi dalam seluruh aspek kehidupan," ujarnya.
Ini terjadi, lanjutnya, karena sistem kehidupan yang diadopsi adalah sistem kehidupan atau aturan-aturan buatan manusia yang serba lemah dan terbatas sehingga yang terjadi bukan kebaikan tapi justru kenestapaan.
Ustazah Najmah mengungkapkan bahwa berbagai kalangan menilai terjadinya krisis pangan saat ini diakibatkan karena pandemi Covid 19, dan juga invasi Rusia ke Ukraina. Namun, menurutnya jika kita telusuri lebih dalam sebenarnya pandemi dan adanya perang ini merupakan permasalahan cabang, karena krisis ini sesungguhnya sudah berlangsung lama.
"Sedangkan akar masalahnya adalah sistem sekuler kapitalis yang mencengkeram dunia saat ini. Dimana sistem sekuler kapitalisme ini memisahkan agama dari kehidupan, menjadikan penjajahan sebagai thoriqohnya," jelasnya.
Ia memandang negara-negara Barat berambisi menguasai dunia dan mendikte negeri-negeri lain, terutama negara-negara dunia ke-3 atau negara berkembang termasuk Indonesia.
"Memang bukan penjajahan secara fisik, tapi inilah sesungguhnya penjajahan gaya baru yang dilakukan oleh negara Barat-negara sekular kapitalis besar- terhadap negeri-negeri yang menjadi agennya," paparnya.
Ia mengatakan bahwa penjajahan gaya baru inilah yang akhirnya menjadikan negeri ini dan banyak negeri Islam mengikuti sistem kehidupan yang diterapkan negeri penjajah dan dengan leluasa negeri penjajah "menjerat" negeri-negeri terjajah sekaligus mengeksploitasi sumber daya alamnya.
"Tidak aneh jika negeri terjajah mengadopsi apa yang dikehendaki oleh negeri penjajah untuk mengeksiskan sistem sekuler kapitalisnya, seperti sistem ekonomi berbasis riba, sistem mata uang kertas yang semuanya memberikan dampak terjadinya krisis," terangnya.
Dan celakanya lagi, sambungnya, ketika negeri besar itu mengalami krisis, maka akan menyebabkan efek domino kepada negeri-negeri jajahannya.
"Tentu situasi ini tidak boleh kita biarkan terus terjadi! Umat negeri ini harus bangkit dan melawan penjajahan," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka