Tinta Media - “Model kebijakan kapitalisme dalam menangani pandemik dinilai justru lebih mengutamakan materi daripada nyawa manusia,” tutur narator MMC dalam Serba Serbi MMC: Pandemi Tak Kunjung Usai, Kapitalisme Tak Memiliki Desain Sistem Kesehatan, pada Jumat (18/11/2022) di kanal Youtube Muslimah Media Center.
Menurutnya, pada awalnya dunia global gagap menghadapi pandemi karena masih mementingkan ekonomi, akhirnya penyebaran makin meluas dan keluarlah kebijakan lockdown global yang mematikan ekonomi dunia. "Kapitalisme menyadari kebijakan tersebut sangat merugikan maka muncul kebijakan new normal yang justru semakin menambah krisis kesehatan karena banyak menimbulkan korban jiwa. Alhasil, collabs dua sektor penting kehidupan sekaligus, yakni kesehatan dan ekonomi memberi efek krisis domino yang sangat luar biasa di bidang lainnya. Tatkala umat manusia membutuhkan obat untuk menangani dan mencegah infeksi Covid-19, kapitalisme memandang ini sebagai sebuah kesempatan besar," ujarnya.
Terbukti dengan pembuatan vaksin, kata narator, sebagai ladang bisnis industri-industri kesehatan. "Kabar terbaru vaksin yang beredar ternyata belum teruji klinis. Begitu pula kebijakan tes PCR sebagai syarat perjalanan. Nyatanya tes ini dijadikan ladang bisnis penguasa kapitalisme,” ungkapnya.
Inilah akar masalah kegagalan dunia menghadapi pandemik persoalannya adalah paradigmatik. Menurut narator, kesehatan legal untuk dikapitalisasi sehingga pandemic fund bukan solusi fundamental karena solusi ini hanya terkait dengan bantuan pendanaan bukan persoalan paradigmatik. "Jadi sistem kesehatan kapitalisme tak akan mampu membangun arsitek kesehatan yang handal untuk menghadapi bencana kesehatan," tegasnya.
Satu-satunya sistem yang berhasil melindungi dan menjaga nyawa manusia dalam kondisi apapun, menurut narator, baik dalam kondisi normal ataupun pandemik adalah sistem kesehatan Islam. “Sistem ini secara praktik diterapkan oleh Daulah Khilafah. Salah satu dalilnya adalah perbuatan Rasulullah ketika menjabat sebagai kepala negara Madinah pernah mendatangkan dokter untuk mengobati Ubay. Ketika Nabi mendapatkan hadiah dokter dari Raja Mauqauqis, dokter tersebut beliau jadikan sebagai dokter umum bagi masyarakat. (HR. Muslim),” jelasnya.
Dari dalil ini Islam memandang kesehatan adalah salah satu kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung oleh negara, lanjut narator. "Negara wajib membiayai semua fasilitas layanan kesehatan, mulai dari saran kesehatan, rumah sakit, obat-obatan, tenaga medis, dst. Kesehatan haram dikapitalisasi oleh siapapun baik individu/swasta ataupun negara," kata narator.
Realisasi jaminan kesehatan yang demikian ditopang sistem keuangan Islam yang kokoh. Narator menyebutkan, dalam Islam sistem keuangan terwujud dalam bentuk Baitul Mal, sebuah Lembaga keuangan Daulah Khilafah. Baitul Mal memiliki tiga pos yaitu pos kepemilikan umum, pos kepemilikan negara dan pos zakat.
“Untuk menjamin biaya kesehatan beserta kelengkapannya khilafah bisa mengambil dari pos kepemilikan umum, pemasukan pos ini berasal dari hasil SDA yang dikelola secaa syar’i oleh Daulah Khilafah sementara untuk biaya nakes dan ketersediaannya Khilafah bisa mengambil dari pos kepemilikan negara. Pos ini berasal dari harta usyur, jizyah, ghanimah, ghulul dan sejenisnya,” paparnya.
Dana ini akan digunakan Khilafah untuk menanggung biaya kesehatan sehingga tak ada satu pun warga negara Khilafah yang tidak mendapat jaminan kesehatan secara gratis dan berkualitas baik kaya ataupun miskin, mereka mendapat layanan yang sama sehingga adanya Khilafah, sebuah negara tak perlu patungan untuk membiayai layanan kesehatan. “Apalagi jika patungan dana melihatkan pihak swasta seperti pandemic fund bisa dipastikan masyarakat lagi-lagi akan merogoh kocek mereka untuk mendapatkan jaminan kesehatan,” pungkasnya. [] Khaeriyah Nasruddin