Tinta Media - Apa kabar Ibu Kota Negara (IKN) yang baru? Sempat beberapa lama tidak mencuat beritanya, belum lama ini publik diingatkan kembali tentangnya. Ini bermula saat Presiden Jokowi menyampaikan sambutan seputar 'Ibu Kota Nusantara: Sejarah Baru Peradaban Baru' di Djakarta Theater, Jakarta Pusat, pada Selasa (18/10/2022).
Dalam sambutannya, Jokowi menegaskan bahwa tidak ada yang perlu diragukan lagi terkait pemindahan IKN ke Nusantara (nama Ibu Kota Baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur) itu. Jokowi menyampaikan, “Kita harus tahu semuanya sudah disetujui 93 persen dari fraksi-fraksi yang ada di DPR. Kalau ada yang masih belum yakin, kurang apa lagi? Sampaikan, kurang apa lagi? Jadi sekali lagi, jadi sudah tidak perlu lagi untuk dipertanyakan." detikNews (18/10/2022).
Jokowi menginginkan bahwa publik meyakini keberhasilan proyek pembangunan IKN baru. Jokowi juga mencoba meyakinkan semua orang bahwa perpindahan IKN tujuannya adalah agar aliran ekonomi tidak hanya berputar di Pulau Jawa saja. Pembangunan juga ia harapkan berbasis Indonesia-sentris, bukan Jawa-sentris. Menurutnya, ini karena di Indonesia perlu pemerataan pembangunan dan keadilan ekonomi.
Hal inilah yang kemudian melatarbelakangi Jokowi menjanjikan kemudahan bagi swasta yang ingin berinvestasi di IKN. Di Djakarta Theater, Jokowi tak segan menawarkan beragam insentif termasuk tax holiday selama 30 tahun serta super tax deduction sebesar 350%. Namun, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menilai, investor lebih memerlukan kepastian pangsa pasar di IKN daripada hanya sekadar tawaran insentif.
Ia juga menilai program-program yang ditawarkan pemerintah belum cukup untuk menarik minat investor untuk berinvestasi pada pembangunan IKN. Selain itu, insentif yang ditawarkan pemerintah dinilai tidak berbeda jauh dengan daerah lain. Insentif tersebut belum tentu mampu menutupi biaya pengeluaran yang tinggi akibat terbatasnya pasar di IKN Nusantara.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bima Yudhistira turut pula menyampaikan penilaiannya. Ia mengatakan bahwa nilai obral insentif bukan satu-satunya pertimbangan investor untuk menanamkan uangnya di IKN. Namun, yang menjadi faktor utama pertimbangan adalah kondisi makro ekonomi, termasuk ancaman resesi global, naiknya suku bunga, dan selisih kurs.
Menurut Bima Yudhistira, sesungguhnya investor tidak hanya mengumpulkan dana dari internal, tetapi juga melalui skenario pinjaman, baik domestik ataupun luar negeri. Sedangkan di tengah naiknya suku bunga, biaya pinjaman pasti akan menjadi lebih mahal sehingga menambah cost of financing proyek di IKN. Hal ini yang seharusnya perlu perhitungan dengan matang dan cermat, sehingga menjadi pertimbangan pemerintah.
Terkait selisih kurs, kata Bima kepada Bisnis, Senin (24/10/2022), juga berpengaruh terhadap biaya material konstruksi, terutama yang didatangkan dengan impor. Penyesuaian upah juga akan lebih tinggi di tahun depan karena kondisi inflasi. Variabel-variabel tadi pasti diperhitungkan dengan cermat oleh calon-calon investor. Ia juga menambahkan terkait variabel lain, yaitu kendati pemerintah telah menerbitkan UU IKN sebagai dasar hukum, tetapi investor tentu juga akan mempertimbangkan kepastian hukum dan kondisi negara pasca pemilu 2024.
Menurut perkiraan, dengan kondisi resesi dan pelebaran defisit fiskal, bisa saja presiden terpilih 2024 akan menerbitkan Perppu untuk menunda sementara pembangunan IKN Nusantara. Risiko politik semacam ini pasti menjadi beban berat yang harus diperhitungkan oleh pengusaha dan investor. Apalagi, investasi yang dibutuhkan ini adalah investasi berorientasi jangka panjang.
Selain itu, rencana awal pemindahan IKN adalah pemindahan Ibu Kota Pemerintahan, bukan pembangunan kawasan yang bernilai komersial dan industri. Faktor imbal hasil di proyek IKN ini pasti akan menentukan minat atau tidaknya para investor. Para investor tentu berhitung soal imbal hasil beberapa proyek infrastruktur komersial, seperti bandara dan jalan tol yang rendah. Ini karena IKN adalah pusat pemerintahan, bukan bisnis.
Sejak pemerintah menggelar karpet merah kepada para investor tersebut, tak pelak, kepercayaan terhadap proyek IKN semakin menurun. Obral insentif yang ditawarkan Jokowi semakin jelas menunjukkan ketidakpastian kelanjutan proyek ini. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada Rabu (24/8/2022) sempat mengatakan, bahwa jalan lingkar Sepaku segmen 1 hingga segmen 3 hampir selesai dibangun dengan rata-rata progres fisik mencapai 77 persen. Namun, meski demikian, informasi tersebut tetap tidak berhasil melambungkan kepercayaan publik terhadap keberhasilan proyek IKN.
Apalagi, seperti diketahui bahwa alokasi APBN untuk pembangunan jalan lingkar tersebut telah menelan biaya total Rp103,772 miliar. Ini pasti akan menambah perasaan jengkel masyarakat karena pembangunan IKN ini semakin hari semakin memberatkan APBN. Sementara, upaya pemerintah menggaet para investor juga tidak berhasil sepenuhnya. Jadi negara tidak punya biaya, tetapi tetap memaksakan diri.
Pembangunan IKN Nusantara akan dilaksanakan secara bertahap hingga 2045. Namun, walaupun digadang-gadang dibangun dengan mengusung konsep ‘Future Smart Forest City of Indonesia’ sehingga tetap memperhatikan aspek lingkungan, tetapi hal ini tidak berhasil pula mengerek interest masyarakat Indonesia. Faktanya, masyarakat tetap bersikap skeptis bahkan apatis terhadap proyek pembangunan dan pemindahan IKN. Hal ini tentu tidak terlepas dari sikap tidak berpihaknya pemerintah terhadap kondisi riil masyarakat. Sebagian besar masyarakat telah lama menjerit karena beratnya beban kehidupan yang harus ditanggung.
Jadi intinya, pemerintah awalnya hanya berencana menjadikan IKN Nusantara menjadi Ibu Kota Pemerintahan, tetapi kemudian beralih rencana menjadikannya kawasan bisnis dan industri. Terbukti dari dijajakannya proyek pembangunan sarana bisnis dan infrastruktur di IKN tersebut. Padahal, faktanya wilayah IKN Nusantara yang berada jauh di pelosok tidak bisa dengan mudah dan cepat menjelma menjadi pusat bisnis komersial.
Namun, pemerintah tampaknya terpaksa menjajakan insentif dan bebas pajak guna masuknya investasi karena APBN tidak cukup membiayai proyek pembangunannya. Pemerintah terbukti tetap bersikukuh melanjutkan pembangunan IKN tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan negara dan kondisi ekonomi masyarakat yang semakin terpuruk. Inilah faktor utama yang menyebabkan banyak pihak dan juga masyarakat luas meragukan keberhasilan pembangunan dan perpidahan IKN ini.
Bayangkan, di tengah kesulitan ekonomi dengan melambungnya harga berbagai kebutuhan pangan akibat kenaikan harga BBM dan prosentase pajak, pemerintah tetap bersikukuh melanjutkan pembangunan IKN. Masyarakat yang belum lagi bangkit ekonominya usai dihantam Pandemi Covid-19, harus langsung berhadapan dengan kenaikan harga-harga kebutuhan.
Belum lagi ancaman resesi ekonomi dunia di tahun 2023 mendatang yang mau tidak mau harus dihadapi. Semua itu tentu membuat masyarakat negeri ini harus banyak berhitung dan bersiap. Secara otomatis, proyek IKN yang memerlukan biaya luar biasa besar menjadi semakin tidak poluler, bahkan ditentang oleh masyarakat. Masyarakat lebih perlu makan, karena kalau tidak makan mereka akan mati. Namun, pemerintah berjalan dengan rencana-rencananya sendiri, tidak peduli dengan kondisi masyarakat yang menderita.
Inilah gambaran pemerintah ruwaibidhah, sebagaimana yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah saw. bersabda:
“Akan datang tahun-tahun penuh dengan kedustaan yang menimpa manusia, pendusta dipercaya, orang yang jujur didustakan, amanat diberikan kepada pengkhianat, orang yang jujur dikhianati, dan Ruwaibidhah turut bicara. Lalu beliau ditanya, Apakah Ruwaibidhah itu? beliau menjawab: Orang-orang bodoh yang mengurusi urusan umum.” (HR Ibnu Majah).
Ruwaibidhah adalah pemimpin yang tidak paham Islam, sehingga tidak mengerti bahwa Allah telah menurunkan peraturan untuk mengatur kehidupan agar menjadi baik dan berkah. Ruwaibidhah juga tidak yakin dengan kebenaran peraturan dari Allah dan tidak pula mau menerapkannya dalam negara. Akibatnya, tentu kehancuran akan terhampar di depan mata. Saat ini jurang kehancuran itulah yang menganga di depan kita dan kita sedang berjalan menuju ke arah itu. Proyek IKN ini adalah salah satu jalan menuju jurang kehancuran itu. []
Oleh: Dewi Purnasari
Aktivis Dakwah Politik