Tinta Media - UU Penjualan/Privatisasi PLN itu bernama UU Ketenagalistrikan. Yang pertama UU No 20/2002 yang dibatalkan MK secara total/seluruhnya pada 2004. Dan yang kedua UU No 30/2009 yang hanya dibatalkan pada pasal-pasal yang mau jual PLN (dinamakan juga pasal "unbundling").
Karena UU No 30/2009 ini hanya dibatalkan pada pasal-pasal penjualan/privatisasi atau pasal "unbundling" nya, maka oknum penguasa yang sudah diperalat oleh investor selalu melakukan "plintirisasi" sehingga semuanya seolah-olah jadi halal. Sebagaimana dilakukan oleh Dahlan Iskan saat menjual retail khususnya di Jawa-Bali. Dan selanjutnya JK, Luhut BP dan Erick Thohir melakukan "plintirisasi" juga pada akhir 2014 sehingga lahirlah Mega Proyek Pembangkit 35.000 MW. Dan mereka membikin IPP bersama Shenhua, Huadian, Itechu, GE, Nebras, Jera, Mitshui dll di Jawa-Bali. Yang akhirnya sesuai pemberitaan Gatra pada pertengahan September 2021, akibat proyek 35.000 MW itu PLN "over supply" 25.000 MW dan itu mayoritas di Jawa-Bali. Akibat lanjut pembangkit PLN hanya beroperasi 3.000 MW.
Dan akibat dari semua itu, karena biaya operasi kelistrikan swasta sesuai pembahasan MK pada sidang tahun 2003 akan menjadi sekitar 1,5 sampai 2x lipat lebih dari operasional yang dilakukan PLN, maka mulai saat DIRUT Dahlan Iskan, karena retail sudah dijual ke Tommy Winata serta Taipan 9 Naga yang lain, maka subsidi listrik membengkak menjadi Rp 100,2 triliun pada Laporan Keuangan PLN 2010 (padahal biasanya hanya rata2 Rp 50 triliun per tahunnya).
Selanjutnya, mulai 2020 sesuai data Webinar PP IP, SP PJB (Serikat AP Pembangkit PLN) pembangkitan Jawa-Bali sudah mayoritas oleh IPP sedang pembangkit PLN hanya kurang dari 10% apalagi ritail sudah swasta semua, maka Subsidi listrik makin membengkak yaitu Rp 200,8 triliun (Repelita Online 8 Nopember 2020). Meskipun akhirnya Laporan Keuangan (LK) PLN yang dibikinkan oleh Konsultan PWC (Pricewaterhouse Coppers) menyatakan untung Rp 5,95 triliun. Suatu keanehan yang terjadi saat itu atau suatu keterlanjuran statement pejabat Kementerian Keuangan yang di siarkan oleh Repelita Online.
Namun kalau kita lihat biaya operasi PLN tahun 2020 yang tercatat di LK adalah Rp 301,009 triliun. Dan bila merujuk putusan MK dalam pertimbangan-pertimbangannya yang mengatakan bahwa biaya operasi kelistrikan bila sudah dikuasai swasta diperkirakan akan melonjak antara 1,5 sampai 2 kali lipat dari biaya operasi PLN, maka logis bila biaya operasional oleh Kartel Listrik Swasta pada 2020 adalah sekitar Rp 500 triliun. Sehingga bila pendapatan usaha PLN 2020 sebesar Rp 345 triliun, maka logis pula (sebagaimana diberitakan oleh Repelita Online 8 November 2020) bahwa PLN untuk 2020 masih harus di subsidi Rp 200,8 triliun.
KESIMPULAN :
Artinya terjawab sudah mengapa MK (Mahkamah Konstitusi) membatalkan UU Penjualan/Privatisasi PLN sampai dua kali yaitu
1. Putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004.
Yang membatalkan seluruh pasal-pasal dari UU No 20/2002 tentang Ketenagalistrikan.
2. Putusan MK No. 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016. Yang hanya dibatalkan pasal-pasal terkait privatisasi/penjualan PLN atau pasal-pasal "unbundling" nya saja dari UU No 30/2009 tentang Ketenagalistrikan.
Karena semuanya akan mengakibatkan mahalnya tarif listrik!
Namun saat ini Penjualan PLN itu telah terjadi. Atau tegasnya bahwa program penjualan/privatisasi PLN itu riil ada ! Meskipun saat ini di "framing" dengan masalah HSH Beyond Kwh , HSH Pembangkit, Digitalisasi pembangkit Genco 1, Genco 2, Energy Transisition, Mobil Listrik, SPKLU, dan seterusnya. Yang semuanya itu sebenarnya dibesar-besarkan dan dilakukan "plintirisasi" terhadap PSRP yang ada, yaitu akan "menggiring" PLN Jawa-Bali hanya berperan ditransmisi saja.
Hal di atas juga pernah ditegaskan oleh Erick Tohir pasca dilantik menjadi Menteri BUMN (baca Tempo pertengahan Desember 2019 dan Jawa Pos 16 Mei 2020). Bahwa PLN itu tidak usah operasikan pembangkit. PLN urusi transmisi saja. Operasional pembangkit serahkan saja kepada IPP swasta.
Dan lewat YouTube Erick Tohir juga pernah menyatakan bahwa target HSH adalah agar PLN fokus urus transmisi saja!
Dan semuanya memang sudah disetting oleh IFIs (WB, ADB, IMF) pada 25 Agustus 1998 sebagai follow up dari LOI (Letter Of Intent) 31 Oktober 1997. Meskipun saat ini kalangan investor kapitalis kalah dengan Cina komunis seperti Shenhua, Huadian, Chengda, Shanghai Electric, Sinomach, CNEEC, dan seterusnya atau perusahaan-perusahaan dari Cina!
CLEAR DAN JELAS MENGAPA MK MEMBATALKAN UU PENJUALAN/PRIVATISASI PLN!
RAKYAT HARUS MELAWAN ATAS PENJUALAN ASSET BANGSA INI!!
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
MAGELANG, 29 NOVEMBER 2022.
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.