MENDIRIKAN KHILAFAH TIDAK BISA MELALUI SISTEM DEMOKRASI - Tinta Media

Selasa, 29 November 2022

MENDIRIKAN KHILAFAH TIDAK BISA MELALUI SISTEM DEMOKRASI

"Wahai Paman, Demi Allah, kalau pun matahari diletakkan di tangan kananku dan rembulan di tangan kiriku, agar aku meninggalkan perkara ini (penyampaian risalah), sehingga Allah memenangkannya atau aku binasa, pastilah tidak akan aku meninggalkannya.”

[Sirah Ibnu Hisyam]

Tinta Media - Saat orang-orang kafir putus asa menghalangi dakwah Nabi Muhammad SAW, mulailah mereka menawarkan kompromi. Diantara tawaran yang diberikan adalah diberikan harta, wanita dan kedudukan dengan kompensasi Rasulullah SAW berbagi kedaulatan untuk mengatur masyarakat mekkah. Sehari menyembah Allah SWT, hari berikutnya mereka dibiarkan tetap menyembah berhala.

Namun, sikap Rasulullah SAW tegas, tidak mau berkompromi, hanya mau Islam yang diterapkan dan enggan berkolaborasi dalam sistem kekuasaan yang saat itu dikuasai kaum kafir Quraisy. Beliau tetap teguh dengan thariqoh dakwah yang beliau emban, tetap melakukan dakwah melalui sejumlah tahapan:

(1) pengkaderan (at-tatsqîf); 

(2) interaksi dengan umat (at-tafâ’ul), termasuk di dalamnya adalah pencarian dukungan dan pertolongan (thalab an-nushrah); 

(3) penerimaan kekuasaan dari pemilik kekuasaan (istilâm al-hukmi).

Para sahabat dan siapapun yang beriman kepada beliau SAW, dididik, dibina agar menjadi kader pengemban dakwah Islam yang memiliki akidah menghujam dan menguasai tsaqofah Islam.

Beliau SAW dan para sahabat membentuk kelompok politik yang berinteraksi dengan masyarakat, dengan tujuan untuk mendapatkan kekuasaan untuk menerapkan Islam. Beliau tanpa kompromi mencela berhala-berhala kafir Quraisy yang tidak memberikan maslahat juga tak mampu menolak mafsadat.

Hingga akhirnya, pertolongan itu datang dari Madinah, melalui sejumlah ahlun nusroh dari suku Aus dan Kazraj. Beliau akhirnya hijrah ke Madinah, menerima kekuasaan dari penduduk Madinah dan mendirikan kekuasaan (Daulah Islam) di Madinah. Selanjutnya, dengan kekuasaan itulah syariat Islam diterapkan.

Syahdan, umat Islam hari ini pun wajib meneladani Rasulullah SAW ketika hendak mendirikan kekuasaan Islam (Khilafah). Umat Islam tak boleh berkompromi dengan Demokrasi apalagi terlibat dalam kekuasaan demokrasi yang mencampuradukkan antara yang haq dan yang batil.

Umat Islam wajib mencela Demokrasi, membongkar kesesatan konsep kedaulatan rakyat yang menentang kedaulatan Syara', menelanjangi kebohongan konsep kedaulatan rakyat dimana faktanya kedaulatan kapital-lah yang berkuasa. Bukan malah ikut-ikutan latah memuji demokrasi, meyakini kebenarannya, mengemban bahkan ikut memperjuangkannya.

Umat Islam harus berjuang untuk dan atas nama Islam, bukan demokrasi. Karena sesungguhnya, segala amalan yang bukan untuk dan atas nama Islam akan tertolak. Siapapun yang berjuang untuk demokrasi, kelak di akherat akan tertipu, karena amalnya tidak ada bekasnya. Dia tertipu oleh demokrasi.

Jadi, demokrasi menipu baik di dunia hingga di akherat. Di dunia, demokrasi nenipu manusia dengan konsep kedaulatan rakyat, padahal hanya Allah SWT lah yang berdaulat untuk menetapkan hukum. Demokrasi juga menipu karena jargon kedaulatan rakyat hanya slogan kosong, faktanya yang berdaulat suara kapital.

Di akherat, demokrasi kembali menipu. Menipu para pengusungnya, karena kelak timbangan amal adalah hukum syara', bukan suara rakyat, bukan demokrasi.

Jadi, jangan tertipu dengan demokrasi. Rebut dulu baru ribut. Kuasai parlemen, tegakkan UU Islam. Semua itu hanya bualan politik, karena faktanya demokrasi bukanlah jalan Islam.

Segera kembali ke jalan dakwah. Meneladani perjuangan Rasul, mencari dan merintis jalan kekuasan melalui umat, dengan dukungan para ahlun nusyroh. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :