Tinta Media - Beredar di Twitter diduga akun milik Dede Budhyarto (Komisaris Independen PT. Pelni) yang mengeluarkan pernyataan (twit) pada pokoknya kurang lebih sebagai berikut "Memilih capres jgn sembrono apalagi memilih Capres yg didukung kelompok radikal yg suka mengkafir-kafirkan, pengasong khilafuck anti Pancasila, gerombolan yg melarang pendirian rumah ibadah minoritas," Ahad (23/10/2022).
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan pendapat hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, Bahwa saya mendesak Komisi VI DPR RI dan Menteri BUMN Erick Thohir untuk segera mengevaluasi Dede Budhyarto Komisaris Independen PT Pelni atas pernyataannya dimuka umum. Semestinya mengedepankan etika atau moral, mengontrol atau memilah diksi atau pilihan kata yang baik agar tidak menimbulkan gejolak dan menjaga ketertiban ditengah masyarakat. Bukan sebaliknya menyampaikan ujaran kebencian, provokatif, penistaan dan penghinaan terhadap keyakinan dan ajaran agama;
KEDUA, Bahwa frasa “khilafuck’ jika dimaksudkan adalah “khilafah”, maka hal tersebut dapat dinilai melakukan penistaan terhadap ajaran agama. *Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam, siapapun tidak boleh membangun narasi kebencian, melecehkan, merendahkan dan menistakan ajaran Islam.* Untuk mengetahui maksud frasa “khilafuck’, aparat penegak hukum wajib memanggil untuk dimintai keterangan;
KETIGA, Bahwa frasa “khilafuck’ jika dimaksudkan adalah “khilafah” maka wajib diproses hukum karena deliknya sudah selesai, saat dia mengunggah status. unsur sengaja untuk memusuhi, membenci (malign blasphemies) , melecehkan, merendahkan dan menistakan ajaran Islam dinyatakan dihadapan dan/atau ditujukan kepada publik, artinya dapat dinilai unsur sengaja terpenuhi. Unsur niatnya dapat dilihat pada Sengaja sebagai sadar kemungkinan/sengaja sebagai sadar bersyarat (dolus eventualis/voorwadelijk opzet/opzet bij mogelijkheids bewustzijn) dimana dengan dilakukannya suatu perbuatan, pelaku menyadari kemungkinan terjadinya akibat lain yang sebenarnya tidak dikehendaki;
KEEMPAT, Bahwa menjelang pemilu, saya menduga narasi “radikal radikul, anti pancasila, anti kebinekaan dan penistaan ajaran agama” akan semakin marak. penggunakan diksi tersebut justru akan menimbulkan polarisasi. cara-cara serupa pernah diterapkan diktator fasis Italia, Benito Mussolini, dalam menumpas mereka yang berbeda. Jika narasi yang dibangun seolah-olah bagi yang tak sependapat dinyatakan anti-Pancasila, maka tak akan ada ruang dialog dan saling berkompromi. Benito Mussolini dalam strategi menumpas mereka yang berbeda. Musolini menjalankan rezim totalitarian, 'O con noi o contro di noi' atau You're either with us or against us (Anda tidak bersama kami sama dengan Anda melawan kami). Sama juga dengan narasi yang sekarang dibangun, radikal radikul, anti pancasila, anti kebinekaan. Hentikan!.
Demikian
IG @chandrapurnairawan
Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT