KHILAFAH HARGA HIDUP, BUKAN HARGA MATI - Tinta Media

Sabtu, 12 November 2022

KHILAFAH HARGA HIDUP, BUKAN HARGA MATI


Tinta Media - Saat ditanya Boss Dewa 19 soal pilihan politik untuk Pilpres tahun 2024, dalam forum diskusi video legend di Rumah Mataram (29/10), penulis sampaikan sejak dulu pilihan politik penulis adalah Khilafah. Artinya, baik yang telah lalu atau untuk masa yang akan datang, penulis tak akan terlibat dukung mendukung apalagi membela pasangan Capres tertentu.

Lalu, Ahmad Dhani menyematkan jargon Khilafah harga mati. Mungkin, maksudnya pilihan politik Khilafah tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Dengan berseloroh, penulis sampaikan Khilafah adalah harga hidup. Visi besar umat Islam adalah menghidupkan kembali Khilafah, setelah lebih dari satu abad mati (hitungan tahun hijrah) sejak Khilafah terakhir kaum muslimin diruntuhkan di Turki pada tahun 1924.

Dan komitmen pada Khilafah ini tidak pernah penulis sembunyikan. Dalam banyak kesempatan, penulis selalu menyampaikan ide Khilafah secara terbuka.

Ada beberapa yang mendekat, mencoba menawarkan bahkan mengajak mendukung Capres tertentu. Namun, upaya itu tak memberikan harapan.

Sederhana saja, bagaimana penulis mau mendukung Capres tertentu kalau capres tersebut tidak mendukung Khilafah? Jangan-jangan, setelah berkuasa nantinya lebih zalim terhadap umat Islam?

Lagipula, problem yang dihadapi bangsa ini tidak akan selesai dengan diskursus copras capres. Masalah ekonomi, politik, pembelahan bangsa, kerusakan moral, penistaan agama, kriminalisasi ajaran Islam, hingga penguasaan SDA oleh asing dan aseng, tidak akan selesai dengan sibuk diskusi copras capres.

Sebut saja, nama-nama seperti Ganjar, Puan, Anies, Airlangga, Cak Imin, AHY, dan siapapun, kalau sudah jadi presiden pasti akan tunduk pada hukum besi kapitalisme. Mereka wajib tunduk melayani kapitalisme Amerika, atau kapitalisme timur China dengan corak politik komunisnya.

Mereka tak akan bisa mengusir Freeport, mengambil alih seluruh tambang yang dalam Islam terkategori Al Milkiyatul Ammah. Mereka tidak bisa menggapus riba, apalagi menerapkan ekonomi Islam. Mereka tak mungkin bisa membuang sekulerisme, akar masalah yang menjadi problem negeri ini.

Karena itu, kalau ada yang minta dukungan Capres ke Penulis, sebaiknya diurungkan. Karena penulis dan siapapun yang telah menisbatkan diri sebagai pejuang Islam, pejuang Khilafah, hanya mau perubahan yang hakiki, yakni Khilafah. Bukan copras capres.

Sudah cukup, mimpi copras capres yang akhirnya hanya menyisakan duka dan kecewa. Pilpres 2019 menjadi bukti kongkrit, betapa umat Islam hanya diperebutkan suaranya. Setelah berkuasa, mereka yang mencari dukungan umat Islam justru terlibat berbuat zalim.

Jadi, jargon Khilafah harga hidup maknanya juga agar kita selalu hidup dan semangat dalam perjuangan. Tidak mati sebagai tumbal politik, hanya untuk melayani syahwat kekuasaan para elit. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :