Tinta Media - Baru-baru ini publik dikejutkan oleh pemberitaan kasus tewasnya satu keluarga di Kalideres, Jakarta Barat. Berita ini tentu tragis dan menjadi pukulan banyak orang. Apalagi, peristiwa itu terjadi di sebuah perumahan yang cukup elit. Berbagai dugaan pun muncul mengiringi kejadian tersebut.
Diberitakan oleh kumparan.com, bahwa penyebab kematian Rudyanto Gunawan (71) yang merupakan kepala rumah tangga, kemudian istrinya K. Margaretha Gunawan (68), anaknya Dian (42), serta adik ipar Rudiyanto, Budyanto Gunawan (68) adalah akibat kelaparan. Terkait hal ini, Ketua RT 07/15 Perumahan Citra Garden, Tjong Tjie Xian alias Asyung, membantahnya. Asyung menyebut keluarga ini tergolong mampu sehingga narasi soal mati kelaparan tidak bisa dibenarkan.
Lebih lanjut, diberitakan oleh tribunnews.com bahwa satu keluarga yang tewas di Perumahan Citra Garden I Ekstension ini disebut sudah tinggal di lokasi tersebut selama 20 tahun lebih.
Potret Kebobrokan Masyarakat Sekuler
Bobrok tidaknya suatu masyarakat dapat dilihat dari interaksi sosialnya. Bukan rahasia lagi bahwa sifat individualisme kini sudah meracuni masyarakat, terutama yang tinggal di perumahan modern. Hal itu muncul karena tidak adanya filter dari serangan paham kapitalisme-sekularisme.
Masyarakat jauh dari pemahaman agama. Mereka mengubah pola hidup, pola pikir, bahkan perilaku sehari-hari sebagaimana apa yang diterapkan di era modern ini. Dengan orientasi manfaat atau materi, orang semakin bersikap acuh tak acuh terhadap orang lain. Mereka menganggap bahwa lebih baik mengurus urusannya sendiri daripada urusan orang lain. Inilah yang dibentuk pada masyarakat dalam sistem kapitalisme.
Terbongkarnya kasus kematian keluarga ini, baru 3 minggu dari kejadian, ketika warga mencium bau tidak sedap dari rumah mereka. Ini menggambarkan bahwa masyarakat modern ini semakin menutup mata dengan apa yang terjadi di sekitar mereka, terlebih keluarga ini bukanlah penghuni baru di perumahan tersebut, melainkan sudah 20 tahun.
Ini menggambarkan pola interaksi masyarakat yang begitu buruk, bahkan kepada tetangga yang sudah lama tinggal di dekatnya. Inilah bobroknya sistem yang tidak sesuai dengan fitrah manusia. Kasus ini juga menggambarkan bagaimana buruknya peran pemimpin umat dalam membentuk pola kepedulian terhadap rakyatnya.
Kunci Keunggulan Masyarakat Islam
Ketika individu yang satu sekadar berkumpul dengan yang lainnya, maka tidak akan membentuk sebuah masyarakat. Akan tetapi, harus ada interaksi untuk mendapat kemaslahatan dan menolak kemudaratan. Interaksi ini yang akan menjadikannya menjadi sebuah masyarakat.
Namun interaksi yang ada tidak akan menjadikan masyarakat yang satu jika pemikiran, perasaan, dan peraturan yang melingkupi mereka tidak satu.
Unggul dan benar tidaknya suatu masyarakat sangat bergantung dari pemikiran (akidah) dan peraturan (sistem) yang menyatukan mereka. Jika pemikiran dan peraturan yang menyatukan mereka unggul dan benar, maka akan lahir masyarakat yang benar dan unggul pula. Namun sebaliknya, jika kedua hal yang menyatukan ini rusak, maka akan lahir masyarakat yang rusak dan bobrok.
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang unggul, karena, disatukan oleh pemikiran (akidah) dan sistem (hukum syariah) yang datang dari Allah Swt, Zat Yang Mahatahu atas segala perkara yang terbaik untuk makhluk-Nya. Rasulullah sebagai pemimpin negara juga pernah menyatukan kaum Muhajirin dan Anshar untuk menciptakan persatuan.
Kepedulian terhadap orang lain, terutama tetangga digambarkan Rasulullah dalam sabdanya:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ الَّذِي يَشْبَعُ وجارهُ جَائِع
Bukanlah mukmin orang yang kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad; al-Hakim, al-Baihaqi, Abu Ya’la, ath-Thahawi, al-Husain bin Harb dalam al-Birr wa ash-Shilah).
Syaikh Nashiruddin al-Albani di dalam Silsilah ash-Shahîhah menyatakan, “Di dalam hadis tersebut terdapat dalil yang jelas bahwa tetangga yang kaya haram membiarkan tetangganya kelaparan. Jadi, ia wajib memberi tetangganya apa yang menutupi laparnya itu. Begitu pula pakaian, jika mereka telanjang dan semisalnya yang termasuk kebutuhan pokok.”
Kewajiban tersebut meluas kepada masyarakat secara umum. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:
…وَأَيُّمَا أَهْلُ عَرْصَ ة أَصْبَحَ فِيهِمْ امْرُؤٌ جَائِعٌ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُمْ ذِمَّةُ الله تَعَالَى
Penduduk negeri mana pun yang berada di pagi hari, yang di tengah-tengah mereka ada orang yang kelaparan, maka jaminan Allah telah lepas dari mereka (HR Ahmad, al-Hakim dan Abu Ya’la).
Hadis ini akan dipahami oleh masyarakat sebagai syariat Islam dalam bertetangga yang wajib mereka jalankan. Semua ini bisa dilaksanakan jika aturan Islam diterapkan dalam institusi negara yang menerapkan Islam secara kafah. Kejadian seperti kematian satu keluarga di Kalideres tidak akan terjadi dalam masyarakat Islam, karena mereka memahami hak-hak dan kewajibannya dalam bertetangga.
Sudah saatnya umat Islam mencampakkan sistem yang membuat masyarakat menjadi individualis, pragmatis, juga hedonis ini, menuju perjuangan penerapan syariah secara kafah yang mengantarkan masyarakat menjadi masyarakat yang unggul dan benar.
Wallahu a'lam bisshawab.
Oleh: Vivi Nurwida
Sahabat Tinta Media