Tinta Media - Pemerintah melalui Menteri Dalam, Negeri Tito Karnavian mengusulkan kenaikan bantuan dana partai politik (parpol) tiga kali lipat. Jumlahnya naik dari Rp1.000 per suara menjadi Rp3.000 per suara. Sebagaimana dipahami bahwa sumber pendanaan partai ada tiga, yakni iuran anggota, bantuan pemerintah, dan sumbangan dari perorangan maupun perusahaan yang tidak pernah disebut asal dana itu.
Anggota Dewan Pengawasan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsudin Haris menyebut bahwa dana bantuan partai politik (parpol) perlu ditambah. Subsidi dari negara untuk bantuan keuangan partai tidak signifikan atau hanya memenuhi sekitar 1% dari kebutuhan partai. Ia mengusulkan 50 persen dari kebutuhan partai politik sehingga membuka peluang parpol untuk memiliki otonomi secara finansial.
Namun, usulan tersebut mendapat komentar dari Mantan Komisioner KPU, Hadar Nafis Gumay. Hadar melihat bahwa kenaikan dana bantuan parpol di saat krisis seperti saat ini dirasa kurang tepat. Alasan lain, yaitu di tengah kondisi krisis keuangan dan kenaikan BBM, seharusnya pemerintah memprioritaskan terlebih dahulu kebutuhan yang langsung dirasakan rakyat. Karena itu, kenaikan bantuan parpol, apalagi sampai tiga kali lipat, dirasa kurang pantas.
Sungguh ironis, pemerintah mendorong kenaikan dana partai agar segera direalisasikan, sementara saat ini rakyat sedang mengalami kondisi ekonomi sulit akibat kenaikan harga BBM dan bahan-bahan pokok.
Parpol dalam Sistem Demokrasi
Parpol dalam sistem demokrasi, baik bercorak Islam maupun umum, pasti tidak terlepas dari transaksi politik. Selain itu, dalam pelaksanaan pemilu, partai politik harus memiliki dana yang tinggi yang digunakan untuk melakukan kampanye.
Biaya politik yang mahal menjadikan partai-partai politik dalam sistem demokrasi menggunakan berbagai cara untuk mengumpulkan dana partai. Salah satunya menuntut pemerintah menaikkan bantuan dana parpol yang diatur dalam UU. Bantuan tersebut harus ditanggung oleh APBN yang tidak lain adalah uang rakyat.
Sayangnya, biaya politik yang mahal tidak sebanding dengan hasil yang diraih setelah memenangkan pemilu, yakni terpilihnya pemimpin yang berkualitas. Ironisnya, pemimpin yang merupakan kader partai terpilih justru banyak yang terjerat kasus korupsi. Belum lagi UU yang mereka hasilkan saat menduduki kursi kekuasaan justru malah menyengsarakan rakyat.
Lalu, apakah partai yang berdana besar akan memberi perhatian besar pada perbaikan nasib rakyat? Jawabannya tentu tidak.
Partai politik dalam sistem demokrasi tidak akan membawa pada kebaikan pada rakyat. Sebab, parpol-parpol di atas berdiri dengan landasan sistem demokrasi.
Parpol dalam sistem demokrasi sangat erat kaitannya dengan politik uang dan banyak kecurangan. Kekuasaan dan uang merupakan kunci kemenangan, bukan pada kapabilitas parpol dalam menjalankan fungsinya sebagai kontrol sosial. Suara rakyat mudah dibeli dengan iming-iming sekian rupiah saja, sungguh ironis.
Jargon demokrasi 'dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat', tetapi tampak hanya isapan jempol semata. Kenyataannya, kekuasaan hanya berpusat pada segelintir orang saja yang memiliki kepentingan, kekuasaan, dan uang, bukan berada di tangan rakyat. Semua yang mereka lakukan demi asas manfaat saja.
Parpol Dalam Sistem Islam
Dalam Islam, politik tidak sepicik demokrasi yang berasaskan kepentingan dan manfaat. Politik dalam Islam bermakna riayah suunil umat. Artinya, melakukan pengurusan, perbaikan, dan pelurusan atas seluruh urusan rakyat.
Pada dasarnya, keberadaan parpol Islam dalam sistem Islam didirikan untuk melakukan kontrol dan muhasabah terhadap penguasa, terutama terkait dengan penerapan syariat Islam di dalam negeri, serta berbagai kebijakan luar negeri.
Oleh karena itu, berpolitik sangat penting. Tanpa adanya politik, maka urusan rakyat akan terabaikan. Sebab, salah satu fungsi utama parpol dalam Islam adalah muhasabah lil hukam, yakni parpol akan mengawasi berjalannya pemerintah.
Jika penguasa melakukan penyimpangan, maka parpol Islam akan melakukan koreksi dan muhasabah terhadap penguasa. Selain itu, tugas utama parpol Islam yaitu mendidik kesadaran politik umat.
Pada prinsipnya, parpol akan melakukan koreksi terhadap penyimpangan yang dilakukan penguasa. Namun, parpol akan memberikan dukungan penuh terhadap Kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah selagi sejalan dengan syariat Islam.
Oleh sebab itu, parpol dalam sistem Islam tidak akan pernah berpihak kepada kepetingan penguasa maupun kepentingan rakyat. Parpol berdiri untuk melakukan amar makruf nahi mungkar. Jika penguasa melakukan kesalahan, maka tugas parpol adalah mengoreksi penguasa. Begitu juga dengan rakyat yang melakukan kesalahan, maka parpol juga akan mengoreksi dan mendidik rakyat agar memiliki kesadaran.
Wallahualam.
Oleh: Retno Jumilah
Sahabat Tinta Media