Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnuwardana menilai the Group of 20 (G20) yang akan dilaksanakan di pertengahan bulan November 2022 di Bali adalah bagian dari masalah bukan bagian dari solusi.
“G20 hadir dan berupaya untuk menutup aroma busuk borok-borok ekonomi akibat penerapan kapitalisme. Oleh karena itu, G20 bagian dari masalah bukan bagian dari solusi,” tuturnya pada Perspektif: Ada Skenario Jahat AS di KTT G20 Bali di kanal YouTube Justice Monitor, Selasa (31/10/2022).
Slogan awal G20 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang kuat, seimbang, berkelanjutan dan inklusif, menurut Agung, jauh dari kata terealisir. “Kenyataan justru menunjukkan sebaliknya, ekonomi dunia semakin terancam bangkrut, semakin mengalami ketimpangan yang parah dan eksklusivitas ekonomi kian nyata,” ungkapnya.
“Semakin hari, realitas menunjukkan bahwa ekonomi bukan untuk semua manusia melainkan untuk orang-orang tertentu saja,” lanjutnya.
Agung mengungkap bahwa Amerika melalui G20 dituding membagi beban krisis dengan negara lain di luar negeri G8 karena hantaman krisis ekonomi yang tak kunjung selesai. “Hasil pertemuan G20 diduga akan mengkulminasi suntikan dana sebesar trilunan dolar Amerika ke lembaga multilateral dan IMF guna membantu mengurangi krisis Global,” ungkapnya.
Kemudian ia menambahkan akan keluar paket stimulus atau utang bagi negara berkembang. “Terbaca nuansa bahwa KTT G20 tahun ini digunakan sebagai sarana untuk mempertahankan kepentingan dan hegemoni Amerika Serikat di dunia,” tuturnya.
Oleh karenanya, arah penyelesaian krisis tidak berlandas sebagaimana mengganti sistem kapitalisme sebagai biang dan akar masalah. “Tetapi malah lebih berfokus pada pembiayaan dampak krisis dalam bentuk build out kalangan dan stimulus,” paparnya.
Ia melihat berkali-kali KTT G20 diselenggarakan, tetapi berkali-kali pula solusi dan ruh dari pertemuan G20 bersifat klasik. “Mengarah pada pelestarian sistem kapitalisme seperti mempertahankan langkah stimulus, meningkatkan kuantitas dan kualitas modal bank, pemangkasan gaji dan juga bonus para eksekutif di sektor perbankan,” terangnya.
Agung menjelaskan bahwa Amerika Serikat diduga akan menggiring negara-negara di dunia untuk terlibat secara langsung dalam pendanaan krisis melalui dana segar pengembalian utang dari negara-negara berkembang. “Retorikanya, bukankah uang yang dihutang adalah kertas-kertas bodong yang dicetak tanpa jaminan?” tanyanya.
“Walhasil, slogan awal G20 untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi global yang kian kuat, seimbang, berkelanjutan dan inklusif, jauh dari kata teralisir,” pungkasnya. [] Raras