Hina Polisi, Jaksa, DPR Bisa Dipenjara 1,5 Tahun, Pamong Institute: RKUHP Spiritnya Ancam Rakyat - Tinta Media

Senin, 14 November 2022

Hina Polisi, Jaksa, DPR Bisa Dipenjara 1,5 Tahun, Pamong Institute: RKUHP Spiritnya Ancam Rakyat

Tinta Media - Menyikapi salah satu pasal RKUHP yang diajukan rezim Jokowi awal Nopember ini yang berbunyi  siapa saja yang hina polisi, jaksa, DPR, dan lain-lain bisa dipenjara 1,5 tahun, Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi al-Maroky mengatakan spiritnya mengancam rakyat.
 
“Jelas ini spiritnya mengancam rakyat dan ingin memenjarakan rakyat. Padahal di banyak negara semangatnya membebaskan rakyat dan mengosongkan penjara,” ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (14/11/2022).
 
Ia lantas memberikan empat catatan penting terkait hal itu. Pertama, tidak boleh menghina. Menghina siapa pun adalah perbuatan hina. Orang yang berbudaya dan beragama tidak akan berbuat hina.
 
“Menghina orang atau aparat negara jelas tidak sesuai dengan budaya kita yang sangat religius. Tak ada satu agama pun yang menyuruh kita melakukan perbuatan hina, apalagi menghina orang lain maupun aparat dan lembaga negara,” imbuhnya.
 
Oleh karenanya, jika ada orang melakukan perbuatan hina itu hanya ada dua kemungkinan, pertama, orang tersebut sedang khilaf dan melanggar ajaran agama. Kedua, orang tersebut tidak beragama sehingga melakukan perbuatan hina itu. 
 
“Maka menjadi kewajiban negara untuk membuat orang makin taat kepada ajaran agamanya sehingga negara tidak perlu kerja keras mengajari rakyat untuk tidak melakukan perbuatan hina. Bahkan tidak perlu menakuti rakyatnya dan mengancam dengan penjara,” jelasnya.
 
Kedua, tugas negara melindungi rakyat bukan mengancam memenjarakan rakyat. “Pasal yang  terkait ancaman akan memenjarakan hingga 1,5 tahun bagi yang menghina aparat menunjukkan semangat memenjarakan rakyat. Padahal dalam konstitusi tegas disebutkan tugas negara itu melindungi segenap rakyat. Bukan malah hendak memenjarakan rakyat, apalagi penjara sudah kelebihan kapasitas,” bebernya.
 
Ini berbeda  dengan Belanda. “Di Belanda penjara sudah banyak yang kosong bahkan disewakan karena pendekatannya semangat membebaskan rakyat. Namun kita malah sebaliknya punya semangat memenjarakan rakyat. Ini tentu sudah melenceng dari konstitusi,” kritiknya.
 
Ketiga, tugas negara mencerdaskan bukan memenjarakan rakyat. “Jika rakyat cerdas,  maka yang keluar dari ucapannya adalah ujaran yang baik dan penuh adab alias beradab. Rakyat yang cerdas tidak akan melakukan perbuatan hina atau menghina orang lain,” tegasnya.
 
Kewajiban negara, menurut Wahyudi,  bekerja keras dan fokus menjalankan tugasnya untuk mencerdaskan rakyatnya.
 
“Pemerintah yang baik mestinya merancang regulasi dan menjalankannya dengan baik. Bukan malah  membuat rancangan aturan yang mengancam rakyatnya. Bahkan hendak memenjarakan rakyatnya ditengah sesaknya lapas karena kelebihan kapasitas,” cetusnya.
 
Keempat, pemerintah yang baik membuat rakyat sulit mengkritik. Hendak mengkritik saja sulit karena tak ada celah dan saking baiknya. Apalagi hendak menghina. Kalaulah ada rakyat yang coba menghina pemerintahan yang baik maka rakyat yang lain tentu akan mengoreksinya.
 
“Maka rezim hendaknya sibuk memperbaiki kinerja sehingga menjadi pemerintahan yang baik, bukan malah punya semangat memusuhi rakyat bahkan punya semangat menghukum dan memenjarakan rakyat,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :