Tinta Media - Perkumpulan Putra Ibu Pertiwi (PPIP) di Solo pada tahun 2006 menetapkan 12 November sebagai Hari Ayah Nasional. Perayaan ini bertujuan untuk mengapresiasi dan mengingatkan kembali peran ayah dalam keluarga yang sehat. Sayangnya, perayaan ini hanyalah euforia semata, meriah pada saat sebelum dan hari H, tetapi tak membekas setelahnya.
Fatherless Country
Sosial media diramaikan dengan berita tentang Indonesia sebagai peringkat ke-3 di dunia dengan anak-anak tanpa peran ayah (fatherless country). Fatherless country adalah negara dengan peran ayah yang minim baik secara fisik maupun psikologi kepada anak-anaknya. Meski begitu, data tersebut perlu ditelusuri lebih dalam lagi, darimana peringkat itu bisa muncul. Di tahun 2017, Khofifah Indar Parawansa sebagai Mensos memang pernah mengatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke 3 sebagai fatherless country.
Rasanya hal tersebut memang tepat ditujukan kepada Indonesia. Tahun 2021, Kemensos mencatat jumlah anak yatim piatu di Indonesia sekitar 4.063.622 jiwa. Hal ini menunjukkan bahwa peran ayah secara fisik tidak ada bagi mereka. Sedangkan secara psikologis, ayah sangat kurang dalam memberi perhatian dan kasih sayang kepada anaknya.
Bahkan, kekerasan yang dilakukan ayah pada keluarganya kerap terjadi. Seperti kasus di Depok, seorang ayah dengan teganya menghabisi nyawa istri beserta anak perempuannya.
Peran Ayah Menurut Islam
Hilangnya peran ayah seperti disebutkan di atas, menujukkan hilangnya fungsi qawwamah (kepemimpinan) pada laki-laki. Dalam Islam, Allah dan Rasul-Nya sudah memberi gambaran bagaimana seharusnya laki-laki dalam menjaga keluarganya.
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan". (QS. At Tahrim ayat 6)
"Seorang ayah adalah bagian tengah dari gerbang surga. Jadi, tetaplah di gerbang itu atau lepaskan." (H.R. Tirmidzi).
Bahkan, di dalam Al-Qur'an surat Lukman ayat 16-18 sangat jelas bagaimana Luqman mendidik, menasihati, dan membangun interaksi dengan anaknya. Luqman sebagai seorang ayah menasihati agar anaknya tidak sombong, selalu berbuat baik, dan rutin menjalankan salat.
Begitu juga di surat Al-Baqarah ayat 233 yang menjelaskan tentang tanggung jawab ayah sebagai tulang punggung keluarga, yang mencari nafkah untuk anak-istrinya.
Betapa Islam begitu luar biasa mengatur bagaimana seharusnya seorang laki-laki dalam mendidik anak-istrinya, sehingga tidak akan didapati kasus ayah yang tidak optimal dalam mengurusi keluarga, baik secara nafkah maupun kasih sayang.
Kapitalisme Penyebab Hilangnya Fungsi Ayah
Ayah yang harus bekerja keras menafkahi keluarga karena kebutuhan pokok, seperti sandang dan pangan, semakin hari semakin mahal. Belum lagi para ayah harus memikirkan pemenuhan kebutuhan dasar, seperti pendidikan, kesehatan, dan kemanan yang tidak diberikan secara gratis oleh negara yang menerapkan sistem kapitalisme. Para ayah pun saat ini dihadapkan dengan kecemasan akibat ancaman resesi global yang berdampak pada pemutusan hubungan kerja. Tekanan pekerjaan dan kondisi jalanan yang macet menambah ketidakstabilan emosi para ayah.
Semua hal tersebut menjadi beban pikiran dan permasalahan yang dihadapi para ayah, sehingga ayah tak memiliki waktu untuk bersenda gurau dengan keluarganya. Bahkan, ayah tak mampu lagi mengarahkan keluarganya menjadi pribadi-pribadi yang saleh. Tak jarang, mereka malah menjadi ayah yang temperamental, memperturutkan emosi dan kekuatan otot dalam menyelesaikan permasalahan keluarga.
Fungsi ayah yang telah diatur Islam begitu sempurna telah mengalami degradasi. Ayah menjadi pribadi yang menakutkan, penuh amarah, emosi, bahkan sudah tidak lagi dijadikan panutan serta kebanggaan keluarga.
Kapitalisme sebagai sebuah ideologi yang menyandarkan pada materi, memang tidak layak mengatur kehidupan manusia, khususnya kaum muslimin. Negara yang menerapkan kapitalisme hanya akan membuat sengsara rakyatnya. Kapitalisme telah menjadikan para ayah mesin kerja, mesin pencari uang bagi para kapitalis.
Penutup
Allah telah menyempurnakan dan rida kepada Islam. Hal tersebut terdapat di dalam firman-Nya, surat Al-Maidah ayat 3. Cukuplah bagi manusia, khususnya kaum muslimin untuk mengambil Islam dalam mengatur semua urusan kehidupan, bukan pada ideologi lain, seperti kapitalisme yang jelas merupakan sebuah ideologi rusak dan merusak. Kembalinya fungsi ayah hanya bisa didapati jika Islam diterapkan di tengah-tengah kaum muslimin secara sempurna dan menyeluruh.
Hanya Islam yang mampu mengembalikan peran ayah sebagaimana mestinya. Ayah akan menjadi pribadi hangat yang menyenangkan, tangguh, panutan, dan pendidik kesalehan keluarganya.
Allahu'alam
Oleh: Ummu Haura
Aktivis Dakwah