Tinta Media - Pakar Hukum dan Masyarakat Profesor Suteki mengatakan peristiwa Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang mengancam pecat guru yang paksa siswinya memakai jilbab itu nomenklaturnya lentur dan obscure (kabur).
“Saya katakan nomenklaturnya lentur dan obscure terhadap peristiwa Ganjar mengancam memecat guru yang memaksa siswinya memakai jilbab,” tuturnya dalam Segmen Tanya Profesor: Wow! Ganjar Ancam Pecat Guru Yang Paksa Siswi Pakai Jilbab, Selasa (15/11/2022) di kanal Youtube Prof. Suteki.
Ia menegaskan nomenklatur lentur dan obscure pada peristiwa tersebut lebih mementingkan persoalan politik dibandingkan aspek hukum. Di mana apa pun yang bersifat dalam tanda kutip keras, konsistensi istiqomah dalam ideologi atau agama itu bisa dikaitkan dengan radikalisme.
“Ancaman terhadap ASN, pegawai pemprov atau mungkin ASN lainnya yang terpapar radikalisme itu sering kita dengar, termasuk saya sendiri mengalaminya, disematkan radikalisme. Saya katakan untuk diksi sendiri tidak ada pasal yang mengatur, menghukum orang yang radikalisme atau terpapar radikal,” tegasnya.
“Saya perkirakan kasus ini akan ditelisik hingga misalnya apakah guru SMAN I Sumberlawang itu terpapar radikalisme, hingga di cap merundung atau membully siswi muslim itu yang tidak pakai jilbab,” ucapnya.
Terkait statement ancaman pemecatan tersebut, Suteki mengatakan diperlukan beberapa hal yang harus disampaikan oleh pejabat menanggapi peristiwa tersebut.
Pertama, pejabat mestinya mengeluarkan pernyataan yang tidak bernada tekanan dan ancaman. Justru sikap pejabat itu harus mengayomi dan bertindak sebagai negarawan.
“Karena pernyataan tersebut justru akan diikuti oleh pejabat lain dengan tujuan untuk mengiyakan atau mengamini sekaligus melakukan kebijakan dan tindakan tadi,” ujarnya.
Kedua, selayaknya pejabat itu mampu menahan diri untuk mengeluarkan kebijakan dan tindakan kepada Pak Suwarno (Guru SMAN I Sumberlawang) sebagai pendidik dan pengajar. Sebab arahan atau nasihat guru kepada siswanya tersebut dalam rangka amar makruf nahi mungkar.
“Sehingga misalnya seorang guru muslim mengarahkan atau menasihati anak didiknya yang notabene, sudah dewasa, aqil balik, apalagi seorang perempuan maka wajae diarahkan dan dinasihati bahkan dalam tanda kutip diperintah untuk mengenakan jilbab dalam rangka menutup auratnya,” tuturnya.
Tapi ia berharap tindakan pemecatan yang akan dilakukan oleh Pak Ganjar Pranowo Gubernur Jawa Tengah itu tidak dilakukan. Sebab tindakan Guru tersebut tidak menggunakan kekerasan.
“Saya berharap Pak Gubernur tidak akan memecatnya, cukup dengan diberikan, wong itu memaksa seseorang untuk berjanji tidak mengulangi dalam arti kalau pakai kekerasan, saya setuju tapi kalau hanya memerintahkan dalam arti menasihati sekaligus memerintahkan seorang murid untuk mengenakan jilbab, selain tidak ada kekerasan di situ. Saya kira tidak masalah,” ujarnya.
Ia menjelaskan kedudukan seorang guru dalam menasihati muridnya tanpa disertai kekerasan itu diperbolehkan. Guru harus memperhatikan betul situasi dan kondisi psikologis anak didik. Pada prinsipnya tetap mengutamakan kesadaran siswa dan bukan soal keterpaksaan.
“Kira-kira bagaimana supaya nasihat dan perintahnya yang sebenarnya mulia itu tidak dimaknai lain oleh siswa maupun orang tuanya,” jelasnya.
“Prinsipnya himbauan bahkan ajakan hingga sedikit perintah itu, hal yang menurut saya boleh dilakukan selama tidak ada penggunaan kekerasan apalagi perundungan atau bullying,” pungkasnya. [] Ageng Kartika