Tinta Media - Masalah kekerasan saat ini sedang marak terjadi, padahal ini adalah negara hukum. Semua pihak berpotensi menjadi pelaku, baik remaja, dewasa, ibu terhadap bayinya, seorang pendeta, bahkan pihak keamanan sekalipun.
Sungguh miris. Hal itu membuat masyarakat tak tenang dan dipenuhi rasa was-was. Kepercayaan kepada sesama pun semakin terkikis akibat tidak adanya rasa aman dalam kehidupan.
Dilansir dari TRIBUNNEWS.com, sesosok bayi dikabarkan meninggal setelah dianiaya dengan cara dibanting ke lantai oleh seorang pria, Sabtu (22/10/2022). Kasus lain terkait kekerasan juga menimpa sepasang suami istri yang berujung maut di Medan. Ada juga kasus kekerasan yang dilakukan oleh Christian Rudolf Tobing kepada Icha yang juga berujung pada kematian. Belum lagi masalah tawuran yang dilakukan oleh sekelompok remaja bersenjata tajam di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
Ini menunjukkan bahwa keamanan di negeri ini perlu dievaluasi kembali agar mampu memaksimalkan kinerja pihak yang berwenang untuk menanggulangi segala perkara yang menimpa masyarakat, utamanya dalam tindak kekerasan, bahkan pembunuhan yang senantiasa berulang.
Ketidaksigapan aparat keamanan dalam menangani masalah, justru berujung pada kondisi masyarakat yang cukup mengkhawatirkan. Terlebih, aturan yang ada di negeri ini bagai fatamorna bagi rakyat kecil. Hukum sangat tumpul ketika yang bersangkutan adalah pihak-pihak yang berkuasa dan berkepentingan. Bagi rakyat kecil, keadilan ibarat impian yang hanya didapat dalam angan belaka.
Inilah wajah dari kapitalisme sekuler yang mampu memanipulasi aturan. Kebijakannya digambarkan indah, tetapi keberpihakan hukumnya sangat timpang. Hal ini pulalah yang menyebabkan masyarakat tidak memiliki harapan. Mereka telah melihat dan merasakan dampak tersebut, sehingga hanya berharap pada kemampuannya sendiri. Betapa mahal harga keamanan di negeri ini! Dari sini terlihat bahwa negara gagal memenuhi kebutuhan keamanan bagi rakyatnya.
Penguasa seharusnya berperan sebagai raa’in (pengatur) dan junnah (perisai) bagi semua warga. Negara harus mampu membina rakyat menjadi pribadi yang baik, beriman, dan bertakwa. Sebuah kewajaran ketika negara menjadi harapan besar bagi rakyat untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Sudah menjadi tugas negara untuk mengurusi dan menyelesaikan segala hal yang meresahkan mereka, termasuk masalah keamanan ini.
Namun, selama kehidupan ini diatur dengan aturan selain dari Sang Pencipta, maka keadilan, ketentraman, keamanan, dan lain-lainnya tak akan pernah tercapai.
Manusia memiliki naluri yang cenderung mengarah pada egoisme individu yang hanya mencari kesenangan dunia belaka. Ketika tidak diarahkan pada ketundukan akan penciptanya, maka akan berperilaku bebas tanpa memikirkan dampak dari perbuatannya tersebut, apakah mendatangkan kebaikan ataukah keburukan.
Lemahnya individu akibat diiming-imingi kebebasan menyebabkan mereka sangat emosional. Kebebasan menjadi sesuatu yang amat dikejar, sehingga menghalalkan segala cara menjadi hal yang lumrah hanya demi memenuhi keinginan belaka. Bahkan, aturan dasar sebagai manusia pun akan ditembus, sehingga terbentuklah pribadi-pribadi yang jauh dari rahmat. Akhirnya, mereka menjadi pribadi yang penuh nafsu.
Namun, hal ini akan jauh berbeda ketika Islam dijadikan sebagai aturan. Dengan Islam, keamanan rakyat betul-betul dapat terpenuhi. Negara akan mengupayakan agar pihak keamanan secara keseluruhan mengetahui tupoksinya secara jelas. Wawasan dan pemahaman akan ditanamkan secara luas kepada setiap individu yang bertugas menjaga keamanan, agar dalam identifikasi masalah, mereka tidak salah kaprah atau melenceng dari amanah.
Hanya Islam dalam sistem kenegaraan yang bisa mewujudkan jaminan keamanan kepada rakyat. Sistem ini dikenal dengan sebutan khilafah. Dalam sistem ini, nantinya akan diterapkan seluruh aturan Islam dalam bernegara sebagai solusi dari segala problem kehidupan yang kita hadapi saat ini.
Ketika aturan Islam diterapkan, ada dua manfaat yang akan dirasakan.
Pertama, ia sebagai zawajir (pencegah). Dengan menerapakan sistem sanksi sesuai Islam, pelaku kejahatan akan diberi hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. Pelaku pencurian, misalnya akan dihukum dengan potong tangan sehingga menimbulkan efek jera bagi sang pelaku.
Sanksi ini juga akan dipertontonkan di muka umum guna menimbulkan rasa takut di benak orang-orang sehingga takut untuk melakukan hal yang sama. Begitu pun dengan kejahatan-kejahatan lainnya.
Kedua, ia sebagai jawabir (penebus dosa). Ketika pelaku telah diberi sanksi sesuai hukum Islam, maka insyaallah si pelaku tak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak.
Islam akan memaksimalkan kinerja seluruh devisi demi memenuhi segala kebutuhan masyarakat sehingga gelar umat terbaik akan mampu mereka dapatkan serta rahmatan lil'alamin akan nampak.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti S.Pd.
Aktivis