Tinta Media - Direktur Lingkar Studi Ekonomi Islam (el-SEI) Arief Firmansyah, S.E., M.M. menegaskan, bahwa pertemuan KTT G20 di Bali hanya akan menjadikan negara-negara maju tetap memiliki kendali penuh terhadap negara-negara yang sedang berkembang.
"G20 ini seakan-akan menjadi ajang atau momen bagi negara-negara maju (Amerika, China, Eropa) untuk tetap memiliki kendali penuh terhadap negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, India, Arab Saudi, Afrika," tuturnya dalam program Kabar Petang, Selasa (15/11/ 2022), melalui kanal Youtube Khilafah News Channel.
Arif menjelaskan, negara-negara yang yang menjadi anggota G20 itu akan diberikan support, pendampingan atau bantuan-bantuan keuangan, Finance track dan juga sparepart tracking. "Namun fakta di lapangan tidak sama dengan konsep di atas kertas," jelasnya.
Keuntungan secara ekonomi tidak didapat oleh negara-negara berkembang, justru yang mendapatkannya adalah negara-negara maju atau adidaya. Menurutnya, negara-negara yang sedang berkembang dan memiliki potensi ekonomi yang luar biasa yang tentunya lebih banyak menguntungkan negara besar. "Tapi bagi negara-negara sedang berkembang sudahkah ini memberikan manfaat dan keuntungan besar, ternyata faktanya tidak bisa dirasakan secara nyata," tuturnya.
Jika pertemuan G20 dimaksudkan untuk menanggulangi krisis keuangan global, itu merupakan upaya yang sia-sia, faktanya justru krisis yang di alami dunia ternyata bersumber dari negara maju. Menurutnya, sebenarnya krisis keuangan, semuanya berawal dari negara-negara besar seperti pada tahun 1998 awalnya kan itu krisis keuangan di Amerika Serikat tapi akhirnya menular ke hampir seluruh negara di dunia. "Artinya dunia menjadi sarana bagi negara-negara besar memegang kendali penuh atau pasar bagi negara-negara besar tersebut atau bahkan untuk bisa mendapatkan atau mengeruk keuntungan-keuntungan secara ekonomi," ujarnya.
Lembaga keuangan dunia seperti IMF justru menambah keterpurukan ekonomi suatu negara. "Sebelum IMF itu menangani krisis ekonomi tahun 1998, Indonesia masih lebih baik kondisi ekonominya tapi setelah IMF turun tangan sampai sekarang kondisi ekonomi Indonesia semakin terpuruk, itu semua karena sistem kapitalisme rapuh," katanya.
Arief mengungkap, investasi dari negara-negara besar yang diharapkan masuk ke Indonesia berupa utang, semakin memperparah hegemoni kapitalisme.
Menurutnya, "Faktanya memang dengan adanya investor asing bahkan bantuan keuangan (utang) semakin memperkuat hegemoni kapitalisme negara-negara besar atas Indonesia," pungkasnya.[] Evi