Kesalahan Mendasar
Sejarah dialog antaragama tidak lepas dari semangat pluralisme agama dan dalam kerangka penjajahan. Semua agama diposisikan sama, tidak boleh ada klaim kebenaran, tidak boleh ada dominasi hukum dari agama tertentu,dan pada akhirnya harus tunduk pada solusi-solusi peradaban Barat.
Kekeliruan konseptual gagasan dialog antaragama dapat dilihat dari beberapa sudut pandang:
Pertama, prinsip persamaan semua agama. Dialog antaragama didasarkan pada persamaan antarkeyakinan, agama, dan peradaban tanpa adanya keyakinan, agama atau peradaban yang lebih unggul.
Kedua, klaim tidak ada kebenaran mutlak. Mereka memandang perlunya upaya mencari kebenaran yang harus dipandang relatif (nisbi), sehingga tidak boleh seorang pun mengklaim telah memonopoli kebenaran. Mereka bermaksud membangun pola baru hubungan antar umat beragama yang inklusif.
Ketiga, tuduhan agama sebagai sumber konflik. Tuduhan ini mengandung dua motif sekaligus; justifikasi dialog antaragama demi terciptanya perdamaian, dan mengaburkan sumber konflik yg sebenarnya. Faktanya, imperialisme negara Barat-lah yang telah melahirkan konflik di dunia Islam.
Motif Utama
Motif sesungguhnya dari gagasan dialog antaragama adalah:
Pertama, melemahkan ajaran Islam. Mereka berusaha untuk membentuk kepribadian muslim dengan format kepribadian yang baru, yakni pribadi yang tidak akan merasa bersalah ketika meninggalkan kewajiban dan mengerjakan keharaman. Mereka juga berusaha merusak perasaan Islami pada seorang muslim dan membunuh semangat (ghirah) Islam yang ada dalam jiwanya, sehingga muslim tersebut tidak mampu lagi membenci kekufuran, serta tidak mau memerintahkan yang makruf dan mencegah dari yang munkar. Karena kebencian pada kekufuran dan kemunkaran dianggap bertentangan dengan prinsip dialog antaragama.
Kedua, melestarikan penjajahan. Sesungguhnya target lain yang hendak diwujudkan oleh negara Barat dari dialog antaragama dan antarperadaban itu adalah melestarikan penjajahan dan menghalang kembalinya Islam ke dalam realitas kehidupan sebagai suatu sistem kehidupan yang menyeluruh. Islam dianggap akan mengancam kelestarian ideologi dan peradaban mereka serta akan dapat memusnahkan segala kepentingan dan dominasi mereka.
Utopis dan Batil
Dialog antaragama adalah konsep yang utopis bisa diwujudkan. Hal itu dilihat dari dua sisi:
Pertama, tidak ada titik temu antara hak dan batil, kecuali pasti sebuah kebatilan. Dialog antaragama yang sebenarnya bermaksud untuk menciptakan “agama baru” bagi kaum muslimin yang didasarkan pada akidah pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Padahal, akidah ini menetapkan bahwa membuat hukum adalah hak manusia, bukan hak Allah Swt. yang telah menciptakan manusia. Dialog antaragama dan antarperadaban untuk mencari titik temu di antara agama atau peradaban yang adalah utopis.
Kedua, kesatuan agama-agama adalah gagasan yang batil. Semua argumentasi yang mengarah pada kesatuan agama-agama bertujuan untuk memperkuat legitimasi dialog antara tiga agama, dengan anggapan dasar bahwa agama samawi yang tiga itu bersumber dari Nabi yang sama yaitu Nabi Ibrahim As. Narasi membentuk agama “Ibrahimiah adalah usulan yang semestinya tertolak secara keyakinan.
Kesimpulan
Konsep dialog antaragama dibangun di atas landasan yang rapuh, motif yang buruk, serta merupakan gagasan utopis dan batil. Umat Islam tidak boleh terjebak rayuan dan janji manisnya. Tujuan yang mereka kampanyekan untuk menciptakan perdamaian dunia tidak akan terwujud jika mereka sendiri diam atas penjajahan dan kerusakan yang diakibatkan keserakahan negara-negara kapitalis.
Jika hendak membangun sebuah dialog dan perdebatan antaragama yang sepadan, seharusnya dibangun di atas landasan keyakinan pada kesempurnaan din Islam, terbuka untuk membuktikan kesalahan agama lain, tidak tunduk pada skenario penjajahan negara Barat, dan selanjutnya baru membangun harmoni dalam pergaulan antarumat beragama.
Kairo, 9 November 2022
Ajengan Yuana Ryan Tresna
Mudir Ma'had Khodimus Sunnah Bandung