Tinta Media - Masalah stunting tak hentinya menjadi sorotan di negeri ini. Berbagai bantuan dikerahkan untuk pencegahan stunting. Dilansir dari iNewsJabar.id, Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Cucun Ahmad Syamsurijal menyebut bahwa saat ini kasus prevalensi stunting di Kabupaten Bandung masuk kategori tinggi. Dia mengungkap penyebab tingginya kasus tersebut karena beberapa hal, seperti rumah yang tidak layak huni, lingkungan yang kurang sehat, dan asupan makanan yang kurang bergizi. (14/10/2022).
Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung pun melaksanakan gerakan konsumsi sayuran, susu, dan telur (Gekssor) di Desa Pasirmulya Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung, Kamis (BBCOM, 13/10/22).
Tak hanya bantuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Dandim 0625, Letkol Arhanud Dhama Noviang Jaya memberikan bantuan paket makanan dan berusaha memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga yang terkategori balita stunting di Paseh, Kabupaten Bandung. Sabtu (BBCOM, 15/10/22)
Di samping itu, Pemerintah Pusat pun terus mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menjadikan pencegahan stunting sebagai prioritas pembangunan. Pemerintah pun menargetkan penurunan stunting hingga 14 persen di tahun 2024 mendatang.
Stunting adalah kondisi gagal pertumbuhan pada anak (pertumbuhan tubuh dan otak) yang diakibatkan kekurangan gizi dalam waktu yang lama. Penyebab stunting ini ada dua. Pertama, karena kesehatan yang kurang baik pada Ibu saat hamil. Kedua, karena kurangnya asupan gizi pada awal kehidupan dan masa balita akibat pola pengasuhan yang kurang tepat.
Kasus stunting yang cukup tinggi di negeri ini, bahkan menjadi prioritas utama dalam pembangunan. Ini menunjukkan bahwa rakyat berada dalam kondisi yang jauh dari sejahtera. Ketidakmampuan dalam memenuhi asupan pangan yang bergizi disebabkan oleh lemahnya kemampuan ekonomi mereka. Beratnya beban hidup yang harus ditanggung, apalagi pasca pandemi Covid-19 yang menimpa negeri ini, ditambah kenaikan harga BBM beberapa waktu lalu, semakin menambah sulitnya rakyat dalam memenuhi kebutuhan gizi keluarga, termasuk anak-anak dan ibu hamil.
Penerapan sistem kapitalisme -liberalisme telah melahirkan berbagai kebijakan negara yang kapitalistik dan neoliberal yang jelas tidak prorakyat dan hanya memenuhi kepentingan para kapitalis, sehingga sangat diskriminatif. Ini karena negara memandang rakyat sebagai beban. Lihat saja bagaimana masalah stunting ini dianggap telah membebani APBN negara, ketika pemerintah menyebutkan, kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh stunting mencapai 2-3 persen produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp260 triliun-Rp390 triliun per tahun. (Republika.co.id, 24/10/20)
Pada akhirnya, urusan rakyat akan diserahkan kepada rakyat sendiri, dengan istilah swasembada rakyat ataupun gotong royong. Ini seperti kebijakan penguasa terkait pelayanan kesehatan dalam bentuk JKN oleh BPJS. Inilah hakikatnya bentuk lepas tangan pemerintah dalam mengurusi rakyat. Sebab, dalam sistem demokrasi kapitalis, pemerintah hanya difungsikan sebagai regulator untuk memenuhi kepentingan pemilik modal yang telah membantu mereka dalam meraih kursi kekuasaan.
Selain itu, sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan distribusi logistik pangan yang tidak adil. Sistem ini dilandaskan pada paham kebebasan individu, di antaranya kebebasan dalam kepemilikan. Karena itu, hanya orang-orang kaya yang berkesempatan untuk mendapatkan barang dan jasa secara maksimal, sementara orang-orang tak punya semakin sulit dalam memenuhi kebutuhannya. Hal ini berpengaruh pada semakin tajamnya ketimpangan sosial. Demikianlah sistem kapitalisme terbukti gagal menyejahterakan rakyat dan menjamin terpenuhinya kebutuhan pangan (gizi) bagi rakyatnya.
Berbeda dengan negara di dalam Islam, yang secara alami akan menjamin kesejahteraan hidup rakyat ketika aturan Islam diterapkan secara kaffah. Jaminan terpenuhinya kebutuhan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan rakyat, akan menghantarkan kesejahteraan hidup bagi rakyat, sehingga dapat mencegah munculnya kasus stunting.
Di dalam Islam, kepala negara ditetapkan sebagai penanggung jawab atas urusan rakyat melalui penerapan Islam secara kaaffah. Beberapa kebijakan dalam negara Islam yang menjamin kesejahteraan setiap rakyat, antara lain:
Pertama, Islam memerintahkan setiap laki-laki bekerja dalam rangka memenuhi kebutuhannya dan keluarga. Oleh karena itu, negara bertanggung jawab untuk menjamin ketersediaan lapangan kerja bagi para laki-laki.
Beban para kepala keluarga pun tidak akan terlalu berat, karena hanya memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Sementara, kebutuhan dasar rakyat berupa pendidikan, pelayanan kesehatan, dan keamanan, akan dijamin oleh negara secara gratis.
Dalam penyediaan lapangan pekerjaan yang sangat besar, negara harus menguasai pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) secara mandiri, yang otomatis akan membuka lapangan kerja di banyak lini, mulai dari tenaga ahli hingga tenaga terampil di lapangan, sehingga dapat mengatasi pengangguran. Selain itu, negara akan menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif, di antaranya dengan sistem administrasi dan birokrasi yang mudah, sederhana, cepat dan tanpa pungutan.
Kedua, jika individu laki-laki itu tetap tidak mampu memenuhi nafkah bagi keluarganya, maka beban tersebut dialihkan kepada kerabatnya.
Ketiga, ketika kerabat tidak ada atau tidak mampu, maka beban nafkah itu beralih ke Baitul Mal, yakni kepada negara.
Semua jaminan itu didukung oleh pendapatan negara di Baitul Mal yang memiliki beberapa sumber:
Pertama, hasil pengolahan harta milik umum, yakni kekayaan alam yang jumlahnya tidak terbatas, seperti tambang, mineral, migas, batubara, emas dan sebagainya.
Kedua, hasil pengelolaan fai', kharaj, ghanimah, jizyah, usyur dan harya milik lainnya, serta BUMN selain yang mengelola harta milik umum.
Ketiga, harta zakat, walaupun zakat merupakan bentuk ibadah yang ketentuannya bersifat tauqifi, baik pengambilan maupun distribusinya.
Sumber pemasukan temporal, di antaranya infak, sedekah, wakaf, dan hadiah, harta ghulul (haram) penguasa, harta orang murtad harta warisan yang tidak ada ahli warisnya, dharibah atau pajak, dan lain- lain.
Semua kebijakan ini untuk memastikan terpenuhinya segala kebutuhan primer dan mendasar rakyat, sehingga tercipta kemaslahatan dan kesejahteraan mereka. Dengan begitu, tidak akan
muncu masalah kekurangan gizi sebagai penyebab stunting pada anak. Karena itu, tidak ada jalan lain bagi penyelesaian masalah stunting kecuali dengan menciptakan kesejahteraan mereka. Hal tersebut hanya dapat terwujud ketika Islam diterapkan secara kaffah, dalam naungan khilafah. Maka, bantuan yang ada dalam sistem kapitalisme saat ini hanyalah solusi tambal sulam, dan bersifat sementara yang tidak menyelesaikan permasalahan rakyat.
WalLahu a'lam bi ash-shawwaab.
Oleh: Nia Kurniasari
Ibu Rumah Tangga