Tinta Media - Hujan lebat yang terjadi di berbagai wilayah menyebabkan banjir hingga menimbulkan korban jiwa.
Sebanyak tiga orang siswa Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 19, Jakarta Selatan meninggal usai tembok sekolah mereka rubuh diterjang banjir. Banjir terjadi karena luapan air saluran penghubung Pinang Kalijati yang berada di belakang sekolah. Kejadian tersebut terjadi pada Kamis (6/10) pukul 14.50 WIB.
Berdasarkan kesimpulan BPBD DKI Jakarta, tembok rubuh di MTSN 19 Jakarta yang membuat siswa luka dan meninggal dunia, lantaran tak bisa menahan volume air yang sudah meluap (Liputan6.com).
Bencana banjir merupakan salah satu bencana yang selalu terjadi setiap tahun di berbagai wilayah di Indonesia. Terjadinya bencana banjir pun bukan hanya disebabkan oleh curah hujan saja, karena pada dasarnya hujan bukanlah musibah, tetapi anugerah dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
Ada beberapa ayat yang menjelaskan bahwa hujan adalah anugerah, seperti dalam firman Allah:
"Dialah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebagiannya menjadi minuman dan sebagiannya (menyuburkan) tumbuhan, padanya kamu menggembalakan ternakmu. Dengan (air hujan) itu Dia menumbuhkan untuk kamu tanam-tanaman, zaitun, kurma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir."(QS. An-Nahl 10-11).
Bencana banjir yang terjadi di berbagai wilayah disebabkan kurangnya daerah resapan, seperti daerah hijau atau hutan.
Adanya banjir tentu menimbulkan dampak kerugian bagi masyarakat. Oleh sebab itu, diperlukan cara pengendalian pada wilayah aliran sungai agar tidak menimbulkan luapan air.
Sesungguhnya yang menjadi penyebab banjir adalah ulah tangan manusia yang melampaui batas. Keserakahan dan abainya pemerintah dalam pengurusan rakyat juga turut andil, sehingga wilayah-wilayah yang semestinya menjadi penyeimbang alam,
justru malah menjadi wilayah elit dan komersial, seperti gedung, perkantoran, tempat peristirahatan/villa, pemukiman, perkebunan, dan lain-lain.
Maka, rusaknya hutan yang merupakan wilayah resapan air tidak hanya menjadi penyebab bencana saat musim penghujan, tetapi bisa menyebabkan tanah longsor. Air hujan yang deras tidak mampu diserap tanah. Aliran sungai pun tidak mampu menampung air hujan.
Semua ini menunjukkan ketidakseriusan penguasa dalam mengurusi rakyat, khususnya dalam mitigasi bencana yang rutin terjadi.
Maski sudah berkali-kali berganti kepemimpinan, tetapi solusi banjir belum juga ditemukan. Sejatinya umat membutuhkan pemimpin yang mengurus kebutuhan rakyat dengan amanah dan melindungi kepentingan mereka.
Namun, nyatanya kepemimpinan saat ini tidaklah demikian.
Kepemimpinan yang amanah adalah kepemimpinan Islam. Sebab, Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan hanya mengatur urusan ibadah saja, tetapi memerintahkan kita untuk menjaga kelestarian alam. Rasulullah saw. dengan tegas melarang menebang dan membumihanguskan pepohonan, meski itu dalam peperangan.
Rasulullah saw. bersabda:
"Perangilah di jalan Allah ,(dengan menyebut asma Allah), yaitu orang yang mengingkari Allah dan janganlah kalian melarikan diri, jangan memotong pohon kurma, pepohonan dan jangan pula menghancurkan rumah."
Terkait kelestarian alam, Islam juga memerintahkan umatnya untuk menanam pohon. Hal ini disampaikan Rasululllah dalam sabdanya :
"Tak seorang pun menanam biji melainkan baginya sedekah." (H.R Muslim).
Islam mampu mengelola alam untuk mendapatkan manfaat dengan menjaga kelestarian alam dan hutan. Tuntunan wahyu Allah sebagai aturan hidup tidak akan menghantarkan sikap serakah.
Ini jauh berbeda dengan sistem kapitalisme. Demi meraup keuntungan sebanyak-banyaknya, manusia menjadikan alam dan hutan rusak, hingga berdampak pada terjadinya bencana alam.
Wallahu'alam.
Oleh: Ummu Taqy
Aktivis Dakwah