Tinta Media - Lagi-lagi, mahasiswa bunuh diri karena tidak tahan menghadapi masalah hidup yang membuatnya tertekan, depresi, dan akhirnya mengambil keputusan untuk menghabisi hidup. Kali ini, pelaku adalah mahasiswi baru Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar, Sulawesi Selatan. Ia ditemukan dalam keadaan meninggal dunia dengan kondisi gantung diri, pada Senin (14/11) dini hari. (CNNIndonesia.com)
Sebenarnya, bersedih itu manusiawi, bahkan para nabi dan rasul juga pernah bersedih dalam hidupnya. Namun, bersedih jangan melampaui batas hingga melakukan perbuatan yang tidak pantas, stress, depresi, bahkan sampai bunuh diri.
Karena itu, kita perlu mempunyai pegangan agama, yaitu keyakinan yang membuat kita memiliki kesadaran bahwa ada kehidupan setelah mati. Dunia ini bukan segala-galanya dan bukan tujuan hidup. Dunia adalah ujian untuk menyiapkan kehidupan abadi setelah mati, dengan jejak-jejak kebaikan tercipta yang dikaitkan dengan ajaran yang lurus dan mulia, yaitu Islam.
Namun, saat ini pemikiran sekuler terus diembuskan lewat pengajaran di sekolah maupun kampus, sehingga menciptakan sosok generasi yang kering dari nilai-nilai agama. Ajaran moderasi yang gencar diajarkan di dunia pendidikan secara perlahan membentuk pola pikir generasi sekuler yang jauh dari nilai-nilai agama. Saat mereka dihadapkan pada masalah yang pelik dan sulit diselesaikan, mereka putus asa dan tidak lagi memiliki pegangan yang membuat dirinya kuat untuk tidak melakukan perbuatan bodoh yang melampaui batas
Iman dan takwa adalah kunci menghadapi kesedihan agar tidak terus berlanjut pada perbuatan bodoh yang melampaui batas. Dengan iman dan takwa, seseorang akan tetap semangat dan kuat menghadapi hidup, bukan karena tingginya strata pendidikan.
Namun, sekularisme telah mengikis iman hingga tipis sehingga mudah goyah dan putus asa saat dihadapkan pada masalah hidup yang sulit. Pemikiran kapitalis yang mengutamakan materi dan kekayaan sebagai kesuksesan membuat orang tua lupa menyiapkan pendidikan agama untuk anak-anak mereka. Sementara, negara tidak peduli dengan rusaknya generasi, bahkan mereka yang militan dalam beragama dituduh radikal, intoleran, dan layak untuk diawasi.
Pemikiran sekuler dibiarkan subur dan meracuni pemikiran generasi. Akibatnya, banyak generasi yang gamang dalam beragama. Mereka tidak memiliki karakter kuat dengan kepribadian Islam yang menjadi benteng dari pengaruh buruk dan perbuatan bodoh yang melampaui batas.
Tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah. Meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak ibadah dan semua perbuatan yang diperintahkan oleh-Nya akan membuat hati menjadi tenang, terang, dan cemerlang. Kita akan mudah mensyukuri setiap nikmat yang menghampiri hidup karena iman dan takwa.
Pandainya hati untuk bersyukur menjadikan nikmat hidup terus bertambah dan berkah. Permasalahan bisa mudah teratasi dan kesedihan tidak berlarut-larut karena cahaya terang kehidupan segera bersinar dan akan membawa pada kehidupan yang menyenangkan.
Dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu anhu, ia mendengar Rasûlullâh
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ كَانَتِ الدُّنْيَا هَمَّهُ ، فَرَّقَ اللهُ عَلَيْهِ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ فَقْرَهُ بَيْنَ عَيْنَيْهِ ِ، وَلَمْ يَأْتِهِ مِنَ الدُّنْيَا إِلَّا مَا كُتِبَ لَهُ ، وَمَنْ كَانَتِ الْآخِرَةُ نِيَّـتَهُ ، جَمَعَ اللهُ أَمْرَهُ ، وَجَعَلَ غِنَاهُ فِيْ قَلْبِهِ ، وَأَتَتْهُ الدُّنْيَا وَهِيَ رَاغِمَةٌ.
Barang siapa yang tujuan hidupnya adalah dunia, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran di kedua pelupuk matanya, dan ia tidak mendapatkan dunia kecuali menurut ketentuan yang telah ditetapkan baginya. Barang siapa yang niat (tujuan) hidupnya adalah negeri akhirat, Allah akan mengumpulkan urusannya, menjadikan kekayaan di hatinya, dan dunia akan mendatanginya dalam keadaan hina.”
Sosok yang beriman dan bertakwa tentunya akan menyibukkan diri dengan ibadah untuk menyiapkan kehidupan akhirat yang kekal. Dunia ibarat singgah sebentar untuk minum, kemudian melanjutkan kehidupan panjang yang nyata akan kita alami segera. Dunia akan segera menjadi cerita.
Tentunya, tidaklah mungkin kita melakukan perbuatan bodoh di dunia jika menyadari bahwa dunia hanya sementara, tidak selama-lamanya. Apa yang kita lakukan di dunia menentukan tempat kembali, sebaik-baik atau seburuk-buruk tempat kembali.
Mampu menghiasi hidup ini dengan kebaikan adalah kebahagiaan bagi orang yang beriman dan bertakwa. Bukan materi yang berlimpah atau jabatan tinggi yang diharapkan karena semua yang dimiliki akan dimintai pertanggungjawaban.
Seorang yang bertakwa tidak merasa takut atau bersedih hati, karena rezeki sudah ditetapkan dan dijamin oleh Allah. Kewajiban kita hanya berikhtiar dan berusaha. Semua usaha yang diniati untuk menggapai rida-Nya akan bernilai ibadah dan tidak ada yang sia-sia, meskipun hasilnya tidak seperti yang diharapkan.
Rezeki tidak akan tertukar kerena semua sudah ada takarannya masing-masing. Meskipun kita sudah berusaha keras untuk menjemputnya, tetapi jika belum rezeki kita, maka apa yang kita inginkan tidak bisa tercapai. Sebaliknya, tanpa ada keinginan dan usaha untuk meraihnya, jika Allah sudah menetapkan bahwa itu menjadi rezeki kita, maka tidak ada satu pun kekuatan yang mempu menghalangi rezeki itu datang pada kita.
Sungguh indah kehidupan orang yang beriman dan bertakwa. Mereka tidak beroreintasi pada hasil, tetapi usaha maksimal untuk menggapai rida-Nya. Sebaliknya, orang yang berpikiran sekuler, mereka berorientasi pada dunia. Banyak dari mereka hidupnya tercerai berai, terhinakan karena menjadikan dunia segala-galanya hingga melupakan tujuan hidup yang hakiki.
Merasa sedih adalah hal lumrah sebagai manusia biasa. Namun, jangan sampai melampaui batas. Tebalnya iman dan tingginya ketakwaan seseorang, akan menjadikan masalah dan ujian yang dihadapi mampu mengangkat derajatnya, sehingga ia menjadi sosok hebat, unggul, dan bijak dalam menyikapi setiap permasalahan.
Oleh: Mochamad Efendi
Sahabat Tinta Media