Belajar dari Kasus Itaewon, IJM: Kaum Muslim Jangan Terjerumus dalam Kegiatan Halloween! - Tinta Media

Kamis, 03 November 2022

Belajar dari Kasus Itaewon, IJM: Kaum Muslim Jangan Terjerumus dalam Kegiatan Halloween!

Tinta Media - Direktur Indonesia Justice Monitor (IJM) Agung Wisnu Wardana mengajak kaum Muslim untuk mengambil pelajaran dari kasus Itaewon.

"Kasus Itaewon ini adalah suatu bentuk pelajaran penting buat kita semua. Jangan sampai umat Muslim, anak-anak muda Islam terjerumus dalam kegiatan Halloween," tuturnya dalam acara Aspirasi Rakyat 'Ironi Halloween Itaewon' di kanal Youtube Justice Monitor pada hari Senin (31/10/2022).

Menurutnya, apalagi kegiatan Halloween itu menimbulkan korban jiwa. Sebagaimana dikabarkan bahwa pesta Halloween di Itaewon Korea Selatan telah menewaskan 153 orang dan 80 orang terluka. "Mati karena perbuatan yang buruk tentu sangat dijauhi dalam konteks Islam," ungkapnya. 

Agung membeberkan fakta tradisi Halloween bukan berasal dari Islam. Bahkan jauh dari konteks, konsep, dan peradaban Islam. Selain itu, simbol dan nama-nama terkait perayaan Halloween sama sekali tidak ada hubungannya dengan khazanah Islam. "Halloween identik dengan tradisi sekularisme," ujarnya.

Ia menyayangkan ketika ada saudara Muslim malah ikut-ikutan merayakan tradisi ini. "Foto bareng atau foto selfie dengan kostum Halloween. Apa motifnya? Sekadar iseng, ikut tren, hanya main-main?" serunya.

Ia pun mengingatkan supaya kaum Muslim tidak latah mengikuti hal yang belum tentu faedahnya. "Apalagi yang sudah jelas kesalahannya," tandasnya.

Jebakan 

Direktur Justice Monitor ini mengungkapkan, perayaan Halloween itu bagian dari produk budaya populer dan jebakan bagi kaum Muslim. "Budaya populer adalah budaya yang disukai banyak orang. Ukuran popularitas dalam hal ini bersifat kualitatif dan serba relatif," imbuhnya.

Ia pun menambahkan budaya populer tidak termasuk dalam hitungan budaya adiluhung. Termasuk budaya massa yang komersial dan membodohi banyak orang. "Budaya yang mencaplok mimpi-mimpi kita, mengemasnya, dan menjualnya kepada kita," jelasnya. 

Agung menegaskan budaya pop menjadi alat kapitalisme yang menciptakan kesadaran palsu di kalangan banyak orang. Budaya ini bergerak cepat, sampai-sampai tanpa sadar publik sukarela tunduk dengan logic of capital (logika proses produksi), dimana hal-hal yang dangkal dan cepat ditangkap, itu yang cepat laku. "Fenomena ini juga sering dijuluki dengan instant culture," tambahnya. 

Agung berharap agar generasi muda Muslim menyadari bahwa banyak jebakan yang bisa membuat mereka lengah dan kemudian terjerumus ke dalam perbuatan yang dilarang agama. Hal ini akan menjadi panduan ampuh agar kaum Muslim tidak terjerumus menjadi pembebek budaya Barat dan pengamal budaya buruk. 

"Karena kita sudah punya ilmunya. Ilmu yang bisa menuntun kita untuk menentukan mana yang salah dan mana yang benar. Begitulah yang seharusnya dilakukan," pungkasnya.[] Lussy Deshanti Wulandari
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :