Tinta Media - Menanggapi munculnya kembali upaya stigmatisasi dan kriminalisasi ajaran Islam Khilafah, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Suteki mempertanyakan ada apa dengan dakwah khilafah, HT1, radikalisme, dan terorisme?
"Sebenarnya ada apa dengan dakwah khilafah, HT1, radikalisme, dan juga terorisme?" tulisnya di akun Facebooknya, Kamis (27/10/2022).
Menurutnya, belum selesai persoalan penistaan agama terkait dengan penggunaan istilah khila**** oleh Dede Budhyarto, kini sudah muncul lagi pendeskreditan ajaran Islam tentang sistem pemerintahan Islam, yakni khilafah tersebut.
"Bertubi-tubi banyak orang dan golongan yang hendak memadamkan dakwah ajaran Islam khilafah dengan berbagai cara yang mengaitkan dengan radikalisme, ektremisme bahkan terorisme. Sungguh keji perbuatan mereka," ungkapnya dengan tegas.
Ia mengungkapkan, belum genap 6 bulan, kehebohan pemberitaan soal khilafah juga terjadi. Bahkan waktu itu Ketua Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme (BPET) MUI, M. Syauqillah mengatakan, persoalan khilafah telah selesai sejak lama. Karena itu, ia melanjutkan kutipannya, menurutnya, tidak perlu lagi diperdebatkan implementasinya, apalagi mewacanakan sebagai sebuah sistem pemerintahan di Indonesia.
"Sebagai umat yang meyakini Tuhan Alloh sebagai Sang Khaliq dan menyadari diri manusia sebagai mahluk ciptaannya, tentu kita harus kembali kepada fitrah manusia yakni, tunduk kepada penciptanya dengan cara mengakui keberadaannya (bertauhid); mewujudkan ketundukan kepada sang Khaliq dengan cara menyembahnya (beribadah); dan menjalankan hukum-hukum Alloh di muka bumi (bersyariat)," terangnya.
Di samping itu, sambungnya, manusia dilengkapi dengan kefitrahan yang lain yaitu akal sehat.
"Maka, dengan kedua fitrah itu kita bersama dapat bertanya kepada diri kita, layakkah kita mengkriminalkan ajaran Islam khilafah yang nota bene datang dari petunjuk Alloh dan rasul-Nya serta kebebasan perpendapat yang mendasar dan hal itu merupakan HAM yang dijamin oleh Konstitusi UUD NRI 1945?" tanyanya retoris.
Menurutnya, untuk menentukan suatu ajaran itu terlarang atau tidak, perlu dilakukan pengujian oleh Lembaga keagamaan yang menaunginya (kalau tentang khilafah) maka MUI berwenang mengujinya, dan oleh
Putusan Pengadilan atau ketentuan UU yang secara tegas menyebutkan untuk itu.
"Selama ini belum ada fatwa MUI dan Putusan Pengadilan atau Ketentuan UU yang menyatakan bahwa Khilafah itu sebagai ajaran Islam ( bidang fikih) yang terlarang dan bertentangan dengan Pancasila," jelasnya.
Khilafah itu ajaran Islam tentang sistem pemerintahan ideal menurut tuntutan Alloh, Rasul dan para sahabat, bukan ideologi yang disejajarkan dengan komunisme dan kapitalisme juga radikalisme.
"Karena itu sebagai bagian dari ajaran Islam maka khilafah boleh didakwahkan. Tujuannya agar umat tahu tentang sistem pemerintahan ini sehingga tidak "plonga-plongo" ketika suatu saat sistem ini tegak di muka bumi sebagaimana janji Rasulullah dalam hadist yang shahih. Jadi, tidak ada salahnya jika siapapun orang, lembaga, ormas Islam mendakwahkan khilafah, selama tidak ada unsur kekerasan, pemaksaan dan apalagi makar," pungkasnya.[] 'Aziimatul Azka