Tinta Media - Merespon tragedi Kanjuruhan yang menewaskan lebih dari 127 orang ketika suporter Arema memaksa masuk ke lapangan dan polisi menghalaunya dengan melepaskan tembakan gas air mata, Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan.,S.H., M.H. mengatakan ada tiga pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban.
“Saya berpendapat tiga pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban yaitu aparat, organisasi penyelenggara beserta asosiasi sepak bola dan negara,” ungkapnya kepada Tinta Media, Senin (3/10/2022).
Chandra mengatakan, berdasarkan keterangan ahli Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menyatakan, penggunaan gas air mata yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi dan sesak napas. Bahkan bila menghirup dalam konsentrasi tinggi bisa menyebabkan kematian.
“Oleh karena itu tembakan gas air mata dan tindakan represi lainnya oleh aparat wajib untuk dilakukan evaluasi menyeluruh. Mendorong pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan independen terhadap penggunaan gas air mata dan memastikan bahwa mereka yang terbukti melakukan pelanggaran diadili di pengadilan dan tidak hanya menerima sanksi internal,” harapnya.
Penyelenggara dan asosiasi sepakbola, sambung Chandra wajib dievaluasi dan dilakukan penyelidikan atas unsur kealpaan. “Pasal 359 KUHP tertulis barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun,” imbuh Chandra.
Chandra mengatakan, berdasarkan penjelasan keterangan Menko Polhukam Mahfud MD, korban meninggal dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, umumnya karena desak-desakan, himpitan, terinjak-injak dan sesak nafas.
“Unsur kealpaan tidak memperhitungkan hal yang perlu misalnya adalah bagaimana perhitungan jika terjadi kekacauan, bagaimana jika penonton desak-desakan berebut pintu keluar, apakah semua pintu dibuka? Selanjutnya kelalaian dalam hukum yaitu tidak menunjukkan kehati-hatian, yang bermakna bahwa tidak melakukan penelitian, penimbangan, kemahiran, pencegahan atau pun kebijaksanaan dalam melakukan suatu penyelenggaraan event, apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah kehati-hatian yang umumnya berlaku?“ ulasnya.
Menurut Chandra, negara harus hadir dan memberikan tanggung jawabnya atas tragedi Kanjuruhan yang terjadi. Wajib melakukan rehabilitasi medis bagi korban luka-luka dan korban meninggal harus diberi santunan kepada keluarganya.
Praktek Kapitalisme
Chandra menilai praktek kapitalisme dapat dilihat dari perilaku para kapitalis pemilik modal yang memiliki sebuah klub ataupun menginvestasikan modal yang mereka miliki kepada klub.
“Tidak hanya oleh modal besar, kegiatan industri sepak bola saat ini juga dikomersialisasi untuk keuntungan pihak klub. Para klub menjual jersey pemain, merchandise, dan berbagai atribut lain, serta kontrak eksklusif dengan berbagai produk dan sponsor dengan nilai jutaan hingga miliaran,” terang Chandra.
Agar bisnisnya berjalan, ujar Chandra, para kapitalisme menciptakan fanatisme terhadap klub, agar seluruh produk bisnis yang berkaitan dengan klub dapat laku terjual.
“Oleh karena itu negara wajib melakukan perubahan paradigma industri dalam sepakbola,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun