Tafsir Al-Baqarah ayat 135, Guru Luthfi: Bantahan Allah atas Klaim Kebenaran Ahlul Kitab yang Tanpa Dalil - Tinta Media

Selasa, 04 Oktober 2022

Tafsir Al-Baqarah ayat 135, Guru Luthfi: Bantahan Allah atas Klaim Kebenaran Ahlul Kitab yang Tanpa Dalil

Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur’an, Tapin, Guru Luthfi Hidayat menegaskan Allah  menentang klaim kebenaran Ahlul Kitab yang tanpa dalil dalam Al-Baqarah ayat 135.

“Ayat yang mulia ini (Al-Baqarah: 135) merenungkan tentang bantahan Allah atas klaim kebenaran Ahlul Kitab yang tanpa dalil bahwa seolah petunjuk kebenaran itu ada pada mereka,” tegasnya dalam Program Kajian Jumat Bersama Al-Qur’an: Bantahan Allah atas Klaim Kebenaran Ahli Kitab, Jum’at (30/9/2022) di kanal Youtube Majelis Baitul Qur’an.

Firman Allah Swt. dalam Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 135:

وَقَالُواكُونُواهُوداً أَوْنَصَارىتَهْتَدُواقُلْ بَلْ مِلَّةَإِبْرَاهِيمَ حَنِفاًوَمَاكِان مِنَ الْمُشْرِكِين

Artinya:
Dan mereka berkata: “Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk”. Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang yang musyrik. 

Allah menerangkan tentang klaim-klaim Ahlul Kitab yang batil, di antaranya tentang klaim petunjuk yang hanya didapatkan para penganut agama Yahudi dan Nasrani. Ia mengungkapkan bahwa Allah menjelaskan klaim-klaim itu tidak berdasarkan dalil. 
“Bahkan semua itu hanyalah pengingkaran dan pembangkangan. Selanjutnya Allah menjelaskan bahwa agama yang benar adalah agama Islam semata, agama para Nabi dan Rasul,” ungkapnya. 

Ia memaparkan munasabah (kesesuaian ayat) ini dengan ayat sebelumnya yang dijelaskan oleh Imam Muhammad Ali Ash Shabuni.

“Ketika Allah menjelaskan bahwa agama Ibrahim adalah agama hanif, dan barang siapa yang tidak beriman dan benci kepadanya maka dia sampai pada puncak tertinggi kebodohan dan kerendahan diri,” paparnya. 

Guru Luthfi mengemukakan penjelasan latar belakang ayat ini dalam tafsir Imam Ibnu Katsir.

“Muhammad bin Ishak meriwayatkan dari Ibnu Abbas, mengatakan seorang tokoh Yahudi, Abdullah bin Shuriya al-'A'war pernah berkata kepada Rasulullah Saw., “petunjuk itu tidak lain adalah apa yang menjadi pegangan kami, karena itu, hai Muhammad, ikutilah kami, niscaya engkau mendapat petunjuk,” ujarnya. 

Demikian dengan orang-orang Nasrani juga mengatakan hal yang sama kepada Rasulullah Saw., maka Allah Swt. menurunkan firmannya:

وَقَالُواكُونُواهُوداً أَوْنَصَارىتَهْتَدُو

Dan mereka berkata: “Hendaklah kalian menjadi penganut agama Yahudi atau Nasrani, niscaya kalian mendapat petunjuk”.
Makna dari firman tersebut menurut Imam Ali Ash Shabuni adalah orang Yahudi dan Nasrani mengatakan bahwa dengan menganut agama mereka (Yahudi dan Nasrani) maka akan mendapat petunjuk. 

“Kedua kelompok agama ini sejatinya mengajak ke agamanya yang menyimpang,” bebernya. 

Ia pun menegaskan bahwa Allah membantah klaim Yahudi dan Nasrani dengan kalimat berikutnya:

قُلْ بَلْ مِلَّةَإِبْرَاهِيمَ حَنِفاً

Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. 
“Imam Ibnu Katsir menjelaskan makna kalimat ini, artinya kami tidak mau mengikuti apa yang kalian serukan, yaitu agama Yahudi dan Nasrani, tetapi sebaliknya kami mengikuti Milah Ibrahim yang lurus,” tegasnya. 

Lalu ia melanjutkan tentang makna dari kalimat: مِلَّةَإِبْرَاهِيمَ ححَنِفا
Secara bahasa makna hanif dijelaskan oleh Imam Ali Ash Shabuni. 
“Al hanif artinya beralih dari agama batil ke agama benar (al haq),” ucapnya. 

Sedangkan makna senada dikemukakan oleh Imam Al Qurthubi dalam tafsir beliau Al Jami' li Ahkamil Qur’an.
“Arti hanif, yakni yang berpaling dari agama yang tidak disukai kepada kebenaran (agama Ibrahim),” ujarnya. 
Menurut Imam Al Qurthubi bahwa Ibrahim dinamakan hanif karena ia condong kepada agama Allah, yaitu Islam. 

Ia mengungkapkan makna hanif dalam tafsir Ibnu Katsir yang artinya lurus. 
“Demikian dikatakan Muhammad bin Ka'ab al-Qurazhi dan Isa bin Jariyah bahwa diriwayatkan oleh Khushaif dari Mujahid yang mengatakan hanif berarti ikhlas,” ungkapnya. 

Ia melanjutkan arti hanif menurut riwayat dari Ibu Abbas adalah mengerjakan ibadah haji. Demikian juga yang diriwayatkan dari Hasan al-Bashri, adh-Dhahhak, Athiyyah, dan as-Suddi. 
“Pendapat dari Mujahid dan Rabi' bin Anas arti hanif ialah mengikuti, sedangkan Abu Qilabah mengatakan artinya orang yang beriman kepada para rasul secara keseluruhan, dari pertama hingga yang terakhir,” lanjutnya. 

Guru Luthfi menguraikan kesimpulan yang sangat tegas dikemukakan oleh Imam Ali Ash Shabuni dari kalimat: 

قُلْ بَلْ مِلَّةَإِبْرَاهِيمَ حَنِفاًوَمَاكِان مِنَ الْمُشْرِكِين

Katakanlah: “Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan bukanlah dia (Ibrahim) dari golongan orang yang musyrik. 

“Tapi katakanlah wahai Muhammad: “Kami hanya mengikuti agama hanif, yaitu agama Ibrahim. Agama-agama lain adalah menyimpang, dan Ibrahim tidaklah termasuk orang musyrik bahkan dia adalah orang beriman yang mengesakan Allah,” urainya. 
Kalimat di atas adalah kalimat penentang terhadap Ahli Kitab dan memberitakan bahwa mereka adalah orang-orang musyrik yang sesat. 

Demikianlah ayat mulia ini, ia mengakhirinya dengan penjelasan Allah bahwa Nabi Ibrahim sungguh berada pada millah yang lurus, mengesakan Allah, dan condong pada Islam. 
“Merekalah hakikatnya yang musyrik dan dhalal. Semoga kita dan keluarga kira dijauhkan dari kemusyrikan dan jalan kesesatan. Aamiin Yaa Robbalamiin,” pungkasnya. [] Ageng Kartika
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :