Tinta Media - Ada salah satu anggota GWA meminta mendukung Nasdem, katanya sudah beda dengan yang dulu, sudah insyaf. Satu video sumpah Surya Paloh, dijadikan rujukan.
Hehe, jangankan sumpah politik. Sumpah jabatan dibawah al Qur'an saja, biasa dikhianati. Apalagi sumpah politik, demi elektabilitas.
Politisi itu tidak ada yang setia, mereka semua pragmatis dan pengkhianat. Nasdem merapat ke Anies dan meninggalkan PDIP (termasuk Jokowi), bukan karena insyaf, melainkan karena membaca peluang Anies.
Namun, Nasdem tak mau terdepak oleh Reshuffle. Pingin mandiri dari PDIP, tapi tak mau kehilangan kursi menteri.
Kelak, jika Nasdem berkuasa lagi, kelakuannya tidak jauh beda. Anti syariat Islam, anti Khilafah, dan bungkam terhadap kriminalisasi yang menimpa ulama. Bahkan, jika ada kesempatan bisa mendukung Ahok lagi sang penista agama.
Kalau cuma modal pidato berapi-api, dengan jualan restorasi basa-basi, bukan hanya Surya Paloh yang bisa. Itu perkara mudah. Yang sulit itu menulis legacy, track record.
Track Record Nasdem membela Ahok sang penista agama, setuju proyek IKN, setuju BBM naik, setuju UU Omnibus Law, setuju pembubaran FPI dan pencabutan BHP HTI, setuju kriminalisasi terhadap HRS. Yang seperti ini mau dilupakan ? enak saja !
Ini bukan soal dendam, ini murni soal menyelamatkan umat dari politisi pragmatis. Yang bisa loncat sana sini demi elektabilitas dan kekuasaan.
Mau dukung Nasdem, silahkan saja. Tapi jangan memaksa yang enggan bahkan bosan dengan retorika restorasi basa-basi.
Kami umat Islam tidak akan jatuh ke lobang yang sama. Kami diajari untuk menilai perilaku, bukan aksara kata-kata yang mudah dirangkai.
Setiap hidup adalah legacy politik. Yang murni dan abadi adalah apa yang telah dilakukan, bukan apa yang sedang diucapkan. [].
Oleh: Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
https://heylink.me/AK_Channel/