PUTUSAN JI SEBAGAI KORPORASI TERORIS ABAL-ABAL, BIANG KEROK YANG MENJADI 'KAMBING HITAM JI' UNTUK MENTERORISKAN PARA USTADZ - Tinta Media

Senin, 17 Oktober 2022

PUTUSAN JI SEBAGAI KORPORASI TERORIS ABAL-ABAL, BIANG KEROK YANG MENJADI 'KAMBING HITAM JI' UNTUK MENTERORISKAN PARA USTADZ

Tinta Media - Dalam dakwaan Jaksa kepada para ustadz (Ustadz Farid Okbah, Ustadz Ahmad Zain an Najah, Ustadz Anung al Hammat), konstruksi hukum tuduhan melakukan tindak pidana terorisme (pasal 7), menyembunyikan informasi terorisme (pasal 13c) serta merekrut menjadi anggota korporasi terorisme (pasal 12a), selalu dikaitkan dengan putusan nomor : 2191/Pid.Sus.B/2007/PN.Jkt.Sel tanggal 21 April 2008, *yang menyatakan bahwa kelompok Jama'ah Islamiyah (JI) adalah korporasi terlarang yang melanggar hukum yang berlaku di indonesia.*

Qadarullah, pada Rabu 28 September 2022 di PN Jaktim, Jaksa menghadirkan saksi bernama Zuhroni alias Zainudin Fahmi (Saksi Z) sebagai mantan Amir JI yang telah bebas menjalani hukuman berdasarkan putusan putusan nomor : 2191/Pid.Sus.B/2007/PN.Jkt.Sel tanggal 21 April 2008. Saksi Z mengaku dituntut pidana seumur hidup, divonis 25 tahun penjara, dan telah menjalani masa tahanan 15 tahun penjara, dan bebas dengan PB pada tahun 2022 (belum lama ini).

Yang mencengangkan, adalah keterangan dari Saksi Z, bahwa saat dirinya diadili dengan kasus terorisme, *dalam berkas dakwaan dan tuntutan tidak pernah ada uraian dakwaan atau tuntutan yang menyatakan JI melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia dan dituntut agar ditetapkan menjadi korporasi terlarang yang melanggar hukum yang berlaku di indonesia.*

Namun anehnya, meskipun tidak diuraikan dalam dakwaan maupun tuntutan, ternyata dalam putusan nomor : 2191/Pid.Sus.B/2007/PN.Jkt.Sel tanggal 21 April 2008, amar putusannya selain menghukum Saksi Z dengan divonis 25 tahun penjara, juga menetapkan JI sebagai korporasi terlarang yang melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Ini namanya jaka sembung bawa golok. Bang Abdullah al Katiri membuat analogi yang menggelitik. Kasusnya perampokan, tapi vonisnya maling ayam. *Berulangkali Bang Al Katiri menegaskan bahwa dalam putusan tersebut, tidak memuat uraian dakwaan dan tuntutan yang menyatakan JI melakukan tindakan yang bertentangan dengan hukum yang berlaku di Indonesia.*

Lucunya, jaksa mengklarifikasi keterangan saksi Z. Dengan bodohnya, jaksa di hadapan majelis meluruskan keterangan Saksi Z. Ini jaksa tidak paham, keterangan saksi di bawah sumpah dan dinyatakan dalam persidangan yang terbuka didepan umum tidak bisa dubah dan diganggu gugat. Kalau dalam tahap penyidikan, terserah saja penyidik dan jaksa intervensi untuk mengubah keterangan saksi.

Ini keterangan di hadapan pengadilan kok mau diklarifikasi. *Memangnya Jaksa melihat, mendengar dan mengalami sendiri peristiwanya ? Yang diadili dan divonis 25 tahun penjara Saksi Saudara Z, bukan Jaksa. Apa urusannya jaksa mengklarifikasi ?*

Sontak saja, seluruh lawyer memprotes sikap Jaksa di hadapan majelis hakim. Terlihat jelas Bang Ismar, Bang Juju, Bang Al Katiri, Bang Herman, Bu Srimiguna, Bang Iskandar, dan penulis sendiri menyampaikan protes keras terhadap perilaku dan kebodohan Jaksa.

Penulis sendiri bisa memahami kenapa Jaksa galau dengan keterangan Saksi Z yang semestinya menguatkan dakwaan, malah meruntuhkannya. *Sebab kata kunci kasus para ustadz ini ada pada status JI sebagai korporasi terlarang.*

Keterangan Saksi Z ini menegaskan, *bahwa penetapan status JI sebagai korporasi terlarang, korporasi terorisme adalah rekayasa.* Sebab, putusan itu hanya ditempelkan pada putusan kasus Saksi Z, padahal tidak pernah termuat dalan uraian dakwaan dan tuntutan kasus.

Karena terbukti didepan persidangan yang terbuka untuk umum, penetapan JI sebagai korporasi terlarang adalah cacat hukum, maka keseluruhan kasus para ustadz yang dikait-kaitkan dengan JI juga cacat hukum, dan karena dakwaan cacat hukum, Jaksa khawatir kalah. Mungkin saja, Jaksa khawatir kalah dan nantinya akan disanksi oleh atasannya.

Jaksa berbeda dengan lawyer. Kami para advokat tidak punya atasan, kami bekerja bersama mitra rekan sejawat yang sederajat. Sehingga, hubungan kami sifatnya kemitraan, bukan atasan bawahan.

Jaksa punya atasan. Kalau pekerjaan mereka buruk, gagal mendakwa, apalagi kalah dalam putusannya, mereka bisa terkena sanksi dari atasannya. Bahkan bisa disanksi dikirim ke daerah terpencil, dan itu menakutkan bagi Jaksa yang sudah mapan dan terbiasa hidup nyaman di Jakarta.

Bagi kami keterangan Saksi Z sangat menguntungkan para ustadz. Keterangan saksi Z menegaskan putusan JI korporasi teroris yang dijadikan dalih menarik para ustadz dalam kasus terorisme ternyata abal-abal. Amar penerapan JI sebagai korporasi teroris, ternyata tidak termuat dalam dakwaan dan tuntutan. Ini sama saja putusan yang 'nyolong' yang ditempelkan pada kasus Saksi Z, agar bisa digunakan untuk menjerat para ustadz dan yang lainnya. Agar bisa beternak teroris dan terus melakukan penangkapan berdalih terlibat JI. [].

Oleh : Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Tim Advokasi Bela Ulama Bela Islam

https://heylink.me/AK_Channel/



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :