Tinta Media - Musim hujan telah tiba. Di Indonesia, ada satu peristiwa penting yang kerap terjadi di musim hujan ini, yaitu banjir. Banjir terjadi di berbagai wilayah Indonesia, baik di pulau Jawa, seperti yang terjadi di Jakarta, Semarang, dan Jawa Barat, maupun di luar pulau Jawa seperti di Kalimantan dan Sulawesi.
Di Jakarta, sebanyak 25 RT terendam banjir. Banjir yang terjadi di Jakarta ini akibat luapan air Ciliwung. Ketinggian air banjir mulai 40 sentimeter hingga 2 meter (kompas.com).
Banjir juga terjadi di Jawa Barat. Tercatat lebih dari 3.500 keluarga mengungsi akibat banjir yang melanda 17 kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Banjir dipicu oleh hujan dengan intensitas tinggi dan luapan beberapa air sungai.
Data BPBD setempat mencatat 17 kecamatan terdampak, yaitu di Kecamatan Cilamaya Wetan, Rengasdenglok, Telukjambe Barat, Karawang Barat, Kotabaru, Jatisari, Cikampek, Tirtamulya, Telukjambe Timur, Karawang Timur, Banyusari, Cilamaya Kulon, Batujaya, Cilebar, Pakisjaya, Pangkalan dan Klari. Dari sejumlah kecamatan tersebut, 12.650 KK atau 37.474 jiwa terdampak banjir.
Akibat banjir ini, banyak warga yang mengungsi, yaitu sejumlah 3.625 KK atau 8.648 jiwa. Selain berdampak pada pengungsian, banjir mengakibatkan kerugian material berupa 11.044 unit rumah terendam, sekita 450 hektar sawah terdampak, 2 unit rumah rusak berat, dan 9 unit rumah rusak sedang. (bnpb.go.id) Banjir juga menerjang dua kelurahan di Kota Semarang, yaitu di Wonosari Kecamatan Ngaliyan, dan Mangkang Wetan Kecamatan Tugu.
Selain itu banjir juga menimpa beberapa wilayah di luar pulau Jawa. Banjir setinggi 1,5 meter terjadi di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di Sulawesi Barat bahkan terjadi banjir bandang dan longsor. Peristiwa ini terjadi di dua lokasi itu, yakni di Desa Pammulukang dan Desa Sondoang, Kecamatan Kalukku, Kabupaten Mamuju (liputan6.com).
Peristiwa banjir ini bukanlah hal baru bagi bangsa Indonesia. Banjir kerap terjadi setiap tahun, bahkan wilayah yang mengalaminya cenderung di lokasi yang sama. Dalam banjir kali ini, sebelumnya Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memberikan peringatan. BMKG mengimbau masyarakat untuk waspada terhadap hujan lebat yang dapat mengakibatkan longsor dan banjir di sebagian wilayah di Indonesia. Tidak hanya banjir, BMKG juga memperingatkan akan terjadinya longsor, angin kencang, kilat, dan pohon tumbang di berbagai wilayah (antaranews.com).
Namun, peringatan ini tidak dihiraukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak menindaklanjuti peringatan dari BMKG ini. Pemerintah tidak melakukan upaya antisipasi dan upaya preventif untuk mencegah terjadinya bencana ini. Hal ini dikarenakan penguasa dalam sistem lapitalis ini bertindak sebagai regulator semata.
Banjir adalah fenomena yang terus berulang di musim hujan. Maka, seharusnya pemerintah bisa melakukan antisipasi dan mitigasi sebelumnya. ini menunjukkan ketidakseriusan pemerintah dalam melakukan pengurusan terhadap rakyat. Sistem kapitalisme ini menjadikan penguasa lebih berpihak pada pemilik modal, alih-alih melindungi rakyatnya.
Ini berbeda dengan pemimpin dalam Islam. Pemimpin dalam Islam menyadari bahwa mereka adalah pengatur segala urusan umat. Dialah yang akan bertanggung jawab kepada Allah Swt. atas rakyatnya. Rasulullah bersabda yang artinya:
“Imam (pemimpin) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya" (HR Bukhari).
Dari hadis ini nampak bahwa Allah Swt. telah menetapkan kewajiban bagi penguasa sebagai pelayan umat, memberikan pelayanan sepenuhnya kepada umat atas segala urusan mereka. Penguasa adalah pelindung umat yang akan melindungi umat dari berbagai marabahaya.
Dalam upaya mengatasi potensi terjadinya bencana alam termasuk banjir, maka khilafah menetapkan dua kebijakan, yaitu kebijakan preventif (pencegahan) dan penanggulangan bencana. Kebijakan ini ditetapkan dengan landasan akidah dan dijalankan sesuai dengan syariat Allah Swt. Selain itu, dalam menetapkan kebijakan terkait bencana ini, khalifah juga harus memutuskan kebijakan dengan tujuan kemaslahatan rakyat kebanyakan, bukan segolongan orang saja.
Dalam upaya preventif, negara harus merancang tata kelola negara yang bisa memberikan kemudahan bagi rakyat tanpa memberikan dampak negatif bagi mereka, seperti banjir dan bencana alam lainnya. Negara Khilafah akan membuat kebijakan tentang master plan dengan memperhatikan bahwa pembukaan pemukiman baru, harus menyertakan variabel-variabel drainase, menyediakan daerah serapan air.
Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan penggunaan tanah berdasarkan karakteristiknya. Dengan kebijakan ini, Khilafah mampu mencegah kemungkinan terjadinya banjir. Ini semua bisa dilakukan tentunya dengan support dari sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi ilmuwan yang memikirkan umat dan berpikir untuk menyelesaikan urusan umat, tidak semata berorientasi pada keuntungan dan perusahaan.
Dalam upaya penanggulangannya, negara akan memberlakukan kebijakan kuratif. Langkah ini dilakukan setelah terjadinya bencana, maka pemerintah harus dengan cepat melakukan proses evakuasi dan recovery bagi korban, sehingga mereka mendapatkan pelayanan yang baik selama di pengungsian.
Selain itu, juga dilakukan memulihkan kondisi psikis dari korban bencana dengan mendatangkan alim ulama yang akan memberikan tausiyah dan mendudukan kesabaran dalam menghadapi bencana. Negara juga memberikan pemenuhan kebutuhan vital, seperti makanan, pakaian, tempat tinggal yang memadai, obat-obatan, serta pelayanan medis lainnya.
Selain itu, pemerintah melakukan recovery terhadap lingkungan tempat tinggal mereka setelah terjadi bencana. Pemerintah juga menyediakan fasilitas umum, kantor, tempat ibadah, pasar, rumah sakit, dsb. Bahkan, jika khalifah memandang bahwa lokasi tersebut tidak aman, maka khalifah akan melakukan relokasi ke tempat lain yang lebih aman dan kondusif. Ini semua dilakukan dengan landasan akidah demi kemaslahatan rakyat. Wallahu 'alam bish shawab.
Oleh: Desi Maulia
Praktisi Pendidikan