Tinta Media - Kurang lebih 127 orang meninggal akibat kerusuhan yang terjadi seusai pertandingan Arema FC Lawan Persebaya Surabaya. Jumlah ini terdiri atas 125 Aremania dan dua orang polisi berdasarkan data kepolisian setempat. Insiden berawal ketika suporter Arema memaksa masuk ke lapangan dan polisi menghalaunya dengan melepaskan tembakan gas air mata.
Berdasarkan hal diatas, saya akan memberikan Pendapat Hukum (legal opini) sebagai berikut:
PERTAMA, bahwa saya berpendapat 3 (tiga) pihak yang dapat dimintai pertanggungjawaban yaitu aparat, organisasi penyelenggara beserta asosiasi sepak bola dan Negara;
KEDUA, Bahwa berdasarkan keterangan ahli Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto menyatakan, penggunaan gas air mata yang berlebihan dapat menyebabkan iritasi dan sesak napas. Bahkan bila menghirup dalam konsentrasi tinggi bisa menyebabkan kematian. Olehkarena itu tembakan gas air mata dan tindakan represi lainnya oleh aparat wajib untuk dilakukan evaluasi menyeluruh. Mendorong pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan cepat, menyeluruh, dan independen terhadap penggunaan gas air mata dan memastikan bahwa mereka yang terbukti melakukan pelanggaran diadili di pengadilan dan tidak hanya menerima sanksi internal;
KETIGA, Bahwa penyelenggara dan asosiasi sepakbola wajib dievaluasi dan dilakukan penyelidikan atas unsur kealpaan
Pasal 359 KUHP: _“Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”_. Berdasarkan keterangan Mahfud MD Menko Polhukam menjelaskan, korban meninggal dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, umumnya karena desak-desakan, himpitan, terinjak-injak dan sesak nafas. Unsur kealpaan tidak memperhitungkan hal yang perlu misalnya adalah bagaimana perhitungan jika terjadi kekacauan, bagaimana jika penonton desak-desakan berebut pintu keluar, apakah semua pintu dibuka. Selanjutnya kelalaian dalam hukum yaitu tidak menunjukkan kehati-hatian, yang bermakna bahwa tidak melakukan penelitian, penimbangan, kemahiran, pencegahan atau pun kebijaksanaan dalam melakukan suatu penyelenggaraan event, apakah sudah sesuai dengan kaidah-kaidah kehati-hatian yang umumnya berlaku;
KEEMPAT, bahwa Negara harus hadir dan memberikan tanggung jawabnya atas tragedi Kanjuruhan yang terjadi. Wajib melakukan rehabilitasi medis bagi korban luka-luka dan korban meninggal harus diberi santunan kepada keluarganya;
KELIMA, bahwa KAPITALISME DALAM INDUSTRI SEPAKBOLA.
Praktik kapitalisme, dapat dilihat dari perilaku para kapitalis pemilik modal yang memiliki sebuah klub ataupun menginvestasikan modal yang mereka miliki kepada klub. Tidak hanya oleh modal besar, kegiatan industri sepak bola saat ini juga dikomersialisasi untuk keuntungan pihak klub. Para klub menjual jersey pemain, merchandise, dan berbagai atribut lain, serta kontrak eksklusif dengan berbagai produk dan sponsor dengan nilai jutaan hingga miliaran. Agar bisnisnya berjalan, maka para kapitalisme menciptakan fanatisme terhadap klub, agar seluruh produk bisnis yang berkaitan dengan klub dapat laku terjual. Olehakarena itu Negara wajib melakukan perubahan paradigma industri dalam sepakbola.
Demikian.
Oleh: Chandra Purna Irawan,S.H.,M.H.
Ketua LBH PELITA UMAT