Tinta Media - Sungguh miris. Para penegak hukum terkena OTT KPK karena terlibat suap menyuap untuk pengkondisian kasus. Gak tanggung-tanggung. Yang terlibat ada Hakim Agung, Panitera Pengganti Mahkamah Agung, PNS di MA dan sejumlah pengacara.
Sekali lagi sangat miris. Mereka layak di sebut sebagai para "bedebah". Sebab sangat sulit diterima oleh akal. Yang ada justru sangat brutal. Mereka-mereka yang seharusnya memberi keadilan hukum atas perkara yang melibatkan rakyat malah menjadi mafia.
Mereka justru mempermainkan hukum. Hukum dikondisikan sesuai dengan keinginan yang punya uang. Sepertinya keadilan hukum dan persamaan di depan hukum itu omong kosong. Manis di mulut tapi nol dalam implementasinya.
Kasus di atas jadi tabir pembuka bahwa hukum buta, hukum itu sesuai keinginan yang punya uang dan adanya mafia hukum itu nyata. Tidak bisa terbantahkan lagi. Tidak bisa berkelit lagi. Fakta begitu jelas lagi kasat mata.
Bisa dibayangkan, para penegak hukum justru yang menjadi mafianya. Hancur leburlah hukum ini. Belum lagi kondisi carut marut yang ada semakin runyam ketika dikaitkan dengan kasus Sambo. Dia begitu piawai merekayasa kasus. Ngeri sekali.
Dari Sambo bisa dimengerti jika hukum bisa direkayasa sesuai kepentingan kekuasaan atau yang punya uang. Rakyat pasti akan selalu jadi korban.
Jika dilihat rangkaian persitiwa yang ada, dari kasus Sambo dan OTT KPK ini akan tersibak kengerian penegakkan hukum di negeri ini. 3 pilar penegak hukum; kepolisian, hakim dan pengacara ternyata ada para "bedebahnya." Apakah ini oknum? Kalau lihat kasus Sambo dan OTT KPK ini nampak ini ada mafia dan jaringannya. Terbukti banyaknya orang yang terlibat. Jelas, bukan oknum. Bisa jadi sudah menjadi budaya.
Jangan berharap hukum akan tegak lurus dan berkeadilan jika masih bercokol para bedebah tersebut. Harus di sikat habis sampai keakar-akarnya.
Ini buah dari sekulerisasi. Para penegak hukum "diharamkan" untuk beriman dan bertaqwa. Diksi itu hanya ada dalam kalimat ceramah dan sambutan saja. Nol besar dalam pelaksanaan. Buktinya para penegak hukum gak takut lagi sama surga dan neraka. Apalagi dosa. Mereka tahu, tapi gak peduli. Inilah racun sekulerisasi. Allah SWT sebagai Sang Pencipta dianggap "ada" ketika di Masjid saja. Di luar itu di anggap hilang. Gak memantau apalagi hadir. Sekuler kaffah.
Wajar, jika mereka alergi pada syariat Islam. Pahamnya bertentangan dengan sekuler kaffah. Syariat Islam mewajibkan selalu ingat kepada Allah SWT dengan bukti selalu terikat dengan syariatnya. Sekuler justru "mengharamkan" untuk ingat kepada Allah SWT. Apalagi terikat dengan syariatNya. Haram total.
Yakinlah, hukum akan senantiasa buta dan tidak berkeadilan jika para penegakknya sekuler kaffah. Negara ini juga menerapkan hukum sekuler. Keadilan dalam hukum akan mudah terwujud jika para penegak hukumnya iman dan taqwa. Negaranya menerapkan syariat Islam sebagai bukti iman dan taqwanya.
Ini bukan terori, tapi sudah terbukti selama 14 abad dalam empirium Khilafah. Keadilan hukum buat semua kalangan rakyat dan agama terbukti terjamin. Sejarahpun mencatat dalam tinta emas. Tidak ada yang meragukan.[]
Gus Uwik
Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam