Tinta Media - Belum usai kasus Sambo, kini institusi polri kembali mendapat sorotan. Teddy Minahasa, Kapolda Sumatera Barat tersandung kasus penjualan nakoba. Narkoba sitaan itu dia jual kepada seorang mami, pemilik diskotek sebanyak 5 kg dengan harga 300 juta. Mami pemilik diskotek itu tertangkap polisi. Setelah diusut, hasilnya berujung kepada Teddy Minahasa.
Sebelumnya, Teddy Minahasa yang baru saja ditunjuk sebagai Kapolda Jatim sempat berpidato kepada jajaran bawahnya.
”Berhati-hatilah Saudara dalam melakukan tugas, jangan gegabah, jangan pamrih. Kalau ingin kaya, jangan jadi polisi.”
Pidato yang disampaikan Teddy tidak mencerminkan perilakunya. Kini, Teddy ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penjualan narkoba. Ia dijerat pasal 114 ayat (2) subsider pasal 112 ayat (2), juncto pasal 132 ayat (1), juncto pasal 55 UU 35/2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukaman mati dan penjara minimal 20 tahun.
Sudah jadi rahasia umum, beberapa oknum aparat menjadi backing penjualan narkoba dan perjudian. Kasus Teddy, hanyalah satu kasus yang terungkap di antara banyak kasus yang tersembunyi.
Aparat seharusnya menjadi pihak pertama yang memberantas kejahatan. Namun, kini malah banyak oknum aparat yang merajalela menyelewengkan jabatan. Pangkat berbintang, prestasi berderet ternyata tidak mampu menjamin kredibilitas seseorang.
Berdasarkan catatan polri, anggota kepolisian yang terlibat narkoba dari tahun ke tahun terus bertambah. Pada 2018 ada 297 orang yang terserat kasus narkoba. Jumlahnya semakin bertambah menjadi 515 orang pada 2019. Kemudia pada 2020, Polri telah memecat 113 anggotanya karena terlibat pelanggaran berat. Sepanjang 2021, menurut catatan IPW, sebanyak 352 anggota polri dijatuhi pemecatan atau pemberhentian tidak dengan hormat (PDTH).
Banyaknya kasus yang terjadi di lembaga Polri. Ini dapat menghilangkan kepercayaan masyarakat terhadap polri. Seandainya hanya terjadi pada satu atau dua oknum, maka masalah ini hanya terletak pada individunya saja. Namun, faktanya bukan satu atau dua oknum, tetapi sudah mencapai ratusan orang. Ini menunjukkan bahwa persoalan tersebut adalah persoalan sistemik, yaitu persoalan yang timbul akibat sistem kehidupan yang diterapkan.
Bertepatan dengan kabar Teddy, pada 14/10/2022, Presiden Jokowi berpidato tentang pembenahan di lembaga Polri. Daftar pesoalan yang perlu dibenahi di lembaga Polri yang disampaikan Pak Jokowi, ada beberapa poin yaitu: (1) gaya hidup, (2) tindakan sewenang-wenang, (3) pelayanan masyarakat, (4) soliditas, (5) jangan gamang, apalagi cari selamat, (6) membersihkan judi daring (7) komunikasi publik harus baik.
Apakah arahan tersebut mampu membenahi Polri? Mungkinkah harapan Indonesia bebas judi dan narkoba terwujud?
Kita melihat banyaknya aparat yang terlibat, juga Undang-undang pidana menangani. Namun, seolah semuanya tidak mampu menghentikan kriminalitas perjudian dan narkoba.
Salah satu batu sandungan yang menjadi penghalang pemberantasan narkoba, perjudian, dan krimnalitas lainnya adalah hukum Indonesia yang mudah berubah-ubah dari waktu ke waktu. Faktor penyebabnya juga dari penerapan sistem yang diterapkan, sehingga membolehkan perubahan hukum.
Misalnya penghapusan pengetatan remisi koruptor yang tercantum pada PP Nomor 99 tahun 2012 oleh Mahkamah Agung. Akibat putusan itu, pemberian remisi koruptor, bandar narkoba, dan terorisme pun kembali sesuai PP 32/1999. Hal ini menjadi pertanyaan tentang keseriuasan pemerintah dalam memberantas kriminalitas narkoba dan korupsi. (Detiknews 09/09/22)
Islam adalah sistem kehidupan yang paripurna. Tidak hanya mengatur aspek ibadah, Islam juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. Islam mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan hubungan manusia dengan sesama manusia.
Narkoba dan Judi pun ada aturannya di dalam sistem Islam. Dalam Islam, narkoba dan judi adalah sesuatu yang diharamkan, sebagaimana dalam firman Allah Swt.
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90)
Adapun narkoba, ada perbedaan di kalangan ulama. Ada yang mengharamkan karena mengiaskannya dengan keharaman khamar. Sebagian ulama lain berpandangan narkoba haram karena melemahkan akal dan jiwa. Pendapat ini berdasarkan hadis dengan sanad sahih dari Ummu Salamah. Beliau mengatakan,
“Rasulullah saw. melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah).”
Menurut Rawwas Qal’ahjie dalam Mu’jam Lughah al-Fuqaha’, hlm. 342, yang dimaksud mufattir adalah zat yang menimbulkan rasa tenang/rileks (istirkha’) dan malas (tatsaqul) pada tubuh manusia.
Dampak narkoba pun sangat berbahaya bagi masyarakat. Paling mudah kita dapati adalah dampaknya merusak akal dan jiwa. Sedangkan dampak panjangnya adalah merusak masa depan generasi. Untuk itu, perlu ada penanganan dan sanksi yang tegas terhadap pelaku narkoba.
Islam adalah agama sekaligus jalan hidup bagi seorang muslim. Seorang muslim haruslah menjadikan Islam sebagai pemikiran dan tingkah lakunya. Maraknya narkoba hari ini adalah akibat penerapan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan kehidupan manusia dari agama.
Kapitalisme sukses menciptakan manusia-manusia yang berorientasi materi tidak takut terhadap sanksi dunia dan akhirat. Walhasil, kita melihat negara yang menerapakkan sistem kapitalisme-sekuler melahirkan pribadi-pribadi yang ambisus meraih kesenangan dunia dengan segala cara.
Senada dengan pidato Pak Jokowi tentang pembenahan Polri pada point gaya hidup,
Jalan hidup Islam menciptakan masyarakat yang bertakwa.
Ketakwaan dibangun secara komunal, bukan individual.
Dengan sistem yang seperti ini, lahirlah aparat-aparat yang bertakwa yang takut kepada Allah, bahkan menjadi orang yang paling bertakwa tengah-tengah masyarakat. Ini karena aparatlah yang menjadi penegak hukum yang pertama.
Setiap perilaku yang dibuat, ia akan sadar bahwa Allah mengawasinya. Di Akhirat kelak, Allah akan meminta pertanggungjawaban atas apa yang diperbuat. Beda halnya dengan sistem kapitalisme-sekuler yang menjauhkan agama dari ranah kehidupan.
Sanksi tegas juga hadir dalam memberantas narkoba. Aturan Islam tidak bisa diubah seingin penguasa yang berkuasa. Ini karena ketetapan membuat hukum hanya pada Allah.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat al-An’am ayat 57,
"In al-hukmu illâ lilLâh. Hak menetapkan hukum hanyalah milik Allah Swt.
Allah yang berhak menetapkan halal dan haram. Hukum di dalam Islam tidak bisa dibuat tawar-menawar, sehingga membuat efek jera bagi pelaku dan efek takut berbuat yang sama bagi masyarakat yang menyaksikan.
Sanksi bagi penjual dan pemakai narkoba berupa hukuman ta’zir., Yaitu hukuman yang kadar dan ketentuannya ditentukan oleh hakim atau khalifah. Kadarnya berbeda-beda. Ada yang berupa hukumann penjara, cambuk, bahkan hukuman mati.
Solusi-solusi yang dihadirkan Islam tidak akan tegak di atas negara yang menjadikan sekulerisme sebagai asas negaranya. Solusi ini hanya bisa tegak di atas negara yang menerapkan pemerintahan berdasarkan sistem Allah, yaitu khilafah.
Oleh: Ayu Syahfitri
Sahabat Tinta Media