Tinta Media - Narator Muslimah Media Center (MMC) mengkritik seruan untuk memenuhi kebutuhan gizi di saat ini (di tengah kesulitan hidup) sebagai narasi tanpa empati.
“Tak ayal seruan untuk memenuhi kebutuhan gizi di saat ini (di tengah kesulitan hidup) sebagai narasi tanpa empati,” kritiknya pada Program Serba Serbi MMC: Seruan Pemenuhan Gizi Di Tengah Ancaman Kemiskinan Sekedar Narasi? Jumat (21/10/2022) dikanal Youtube Muslimah Media Center.
Hal ini disebabkan masyarakat tidak mungkin bisa memenuhi kebutuhan gizinya di tengah kesulitan yang melanda.
“Hingga kini kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia yang belum terselesaikan terlebih di tengah naiknya berbagai bahan pokok seperti kenaikan harga beras, telur, tarif listrik hingga yang terbaru kenaikan harga BBM yang pasti mendongkrak kenaikan harga-harga lainnya,” ungkapnya.
Ia mengatakan kesulitan hidup tersebut ditambah lagi dengan problem ekonomi yang dihadapi masyarakat pasca pandemi.
“Di antaranya lapangan pekerjaan yang makin sangat sempit, hal ini membuat kepala rumah tangga merasa kesulitan untuk memenuhi kebutuhan perut dan gizi keluarganya,” katanya.
Ia mengemukakan di sisi lain seruan ini menunjukkan ketidakpahaman pemerintah akan realitas yang sedang dihadapi rakyat.
“Angka stunting masih sangat tinggi. Negara seharusnya peduli dan memberi solusi atas problem ini,” ucapnya.
Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menekankan pentingnya pemenuhan gizi keluarga dengan tujuan mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Kemudian ia menuturkan pernyataan dari Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto.
“Agus Suprapto mengatakan perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal. Menurutnya pemenuhan gizi keluarga perlu memperhatikan kandungan makronutrien seperti karbohidrat, protein, dan lemak, juga mikronutrien seperti vitamin dan mineral serta air,” ujarnya.
Pernyataan ini membuat miris karena menurut narator masih banyak penduduk negeri ini yang tercatat masuk dalam data kemiskinan ekstrem seperti Kota Surabaya dan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Dinas Sosial Surabaya mencatat sedikitnya 25.532 warga di wilayah setempat masuk dalam kategori kemiskinan ekstrem. Demikian pula, Kepala Dinas Sosial DIY Endang Patmintarsih menyatakan persentase penduduk miskin per Maret 2022 sebesar 11,34 %, yakni sebanyak 454,76 ribu penduduk miskin,” bebernya.
Angka tersebut memang menunjukkan penurunan 0,57 % tetapi angka tersebut masih jauh di atas angka nasional yaitu 9,54 %.
Sejatinya menurut narator tidak terpenuhinya gizi keluarga dan anak adalah efek penerapan sistem ekonomi kapitalisme. Sistem ini telah menyerahkan pengelolaan distribusi kebutuhan rakyat pada swasta atau korporasi.
“Sistem ini gagal menjamin masyarakat individu per individu,” kritiknya.
Ia mengakhirinya dengan mengatakan bahwa sistem ekonomi kapitalisme salah kaprah dalam memandang distribusi kebutuhan pokok rakyat.
“Sistem ini memandang bahwa distribusi adalah tersedianya pasokan kebutuhan pokok rakyat sesuai dengan jumlah masyarakat, terlepas kebutuhan tersebut mampu terbeli atau terserap oleh seluruh rakyat atau tidak,” pungkasnya. [] Ageng Kartika