Tinta Media - Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya sehat dan tak kekurangan gizi. Namun, kurang gizi saat ini menjadi momok di tengah masyarakat, padahal kita hidup di negeri dengan kekayaan sumber pangan dan energi yang melimpah. Alih-alih menyejahterakan rakyat, saat ini pemerintah hanya sibuk memikirkan masalah perut sendiri.
Tingginya angka kemiskinan di negeri ini menjadikan para orang tua bingung dalam pemenuhan gizi anaknya, terlebih dengan naiknya harga bahan pangan yang semakin membuat mereka kesulitan menjangkau taraf hidup yang layak.
Sebagaimana dikutip dari laman Antara Jambi, Kepala BKKBN Hasto Wardoyo menyatakan dalam acara penandatanganan MoU BKKBN bersama Mitra di Jakarta, bahwa masalah yang dihadapi oleh negeri ini adalah ketika menghadapi bonus demografi, sementara angka stunting masih 24,4 persen.
Ini menunjukkan bahwa negeri ini mengalami masalah yang tak tertangani dengan baik, sehingga kian memberatkan. Bukan hanya pada individu dan keluarga, tetapi juga otomatis akan berimbas pada masayarakat dan negara.
Lambatnya penanganan masalah dan juga minimnya perhatian negara kepada rakyat miskin menjadikan mereka luntang-lantung dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya, utamanya masalah gizi yang dihadapi oleh mereka.
Hal ini diperburuk dengan adanya keinginan pemerintah untuk melakukan kerja sama dengan swasta dan asing dalam menangani masalah stunting dan kurang gizi. Ini hanya lebih menegaskan bahwa pemerintah berlepas tangan dari tanggung jawab menyejahterakan rakyat.
Kerjasama yang dilakukan dengan asing juga dikhawatirkan berpotensi menjadi pintu masuk program-program asing yang bisa mengeksploitasi potensi generasi dan mengarahkan pembangunan SDM demi kepentingan asing.
Negara berpegang pada ekonomi kapitalis yang berasaskan keuntungan sehingga tidak lagi memandang apakah program yang diadakan itu menunjang untuk kesejahteraan rakyat ataukah tidak. Bahkan, sekalipun itu tidak diperuntukkan pada masyarakat, selama mendatangkan keuntungan, maka hal itu akan dilakukan, bahkan berusaha untuk disukseskan.
Watak kapitalis memang tak lepas dari unsur keuntungan, termasuk yang berkaitan dengan penguasa. Mereka menjadikan rakyat sebagai sasaran untuk meraup untung yang banyak.
Padahal, negeri tercinta ini memiliki begitu banyak sumber daya alam yang ketika mampu dikelola secara mandiri, akan mampu menunjang kehidupan masyarakat.
Masalahnya, sumber daya yang begitu melimpah ruah tersebut pengelolaannya diberikan kepada asing. Hal ini bukannya menyejahterakan rakyat, tetapi justru menjadikan rakyat sebagai menjadi sapi perah bagi para pengusaha yang bersembunyi di balik investasi.
Inilah efek dari penerapan sistem ekonomi kapitalis. Dengan cover yang indah, mereka mengiming-imingi dengan untung besar. Memang akan menghasilkan keuntungan, tetapi hanya untuk segelintir individu belaka. Sedangkan urusan yang lebih besar, yakni pengurusan rakyat menjadi masalah yang kesekian kali untuk dipikirkan.
Maka dari sistem ekonomi kapitalis tersebut, lahir berbagai macam problem hidup yang dihadapi rakyat. Kemiskinan, kelaparan, masalah stunting dan juga gizi menjadi momok besar yang harus dipikul secara mandiri di tengah sulitnya pemenuhan kebutuhan hidup akibat tidak maksimalnya lapangan kerja yang bisa diisi oleh kepala-kepala keluarga untuk menunjang kehidupan mereka.
Akan berbeda kondisinya jika rakyat dan negeri ini diatur oleh dengan Islam. Dalam Islam, tugas utama penguasa adalah mengurusi seluruh urusan rakyat, mulai dari kebutuhan sandang, pangan, dan papan, serta berbagai macam hal yang sifatnya memudahkan masyarakat dalam menjalani hidupnya, sehingga mereka bisa fokus memperkaya ibadah dan kedekatan kepada Tuhannya.
Negara tidak akan mengambil asas ekonomi kapitalis untuk menopang perekonomian negara. Negara akan mengelola secara langsung segala sumber daya alam yang nantinya diperuntukkan bagi masyarakat. Tidak ada kerja sama dengan asing dalam hal pengelolaannya sehingga real hasil dari sumber daya alam mampu disalurkan kepada masayarakat.
Negara juga akan menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya bagi kepala-kepala keluarga sebagai sarana dalam pemenuhan nafkah, tanpa takut di-PHK karena penyediaan lapangan pekerjaan tersebut memang disediakan untuk rakyat.
Inilah kemudahan-kemudahan yang diberikan Islam ketika diterapkan. Tidak ada bentuk kezaliman, melainkan memberikan kemudahan seluas-luasnya kepada mereka yang membutuhkan.
Wallahualam bissawab.
Oleh: Erna Nuri Widiastuti, S.Pd.
Aktivis