Tinta Media - Menyorot pemecatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Aswanto oleh DPR dinilai oleh Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan SH MH sebagai pemecatan tidak sah.
“Keputusan DPR memecat Hakim MK tidak sah. Karena tidak sesuai dengan ketentuan UU Mahkamah Konstitusi, masa jabatan hakim MK ditambah. Hakim MK Aswanto yang sedianya berakhir pada 2024 ditambah menjadi 2029 dengan UU MK masa tugasnya di Mahkamah Konstitusi itu sampai Maret 2029. Oleh karenanya, tambah lima tahun. Dengan tindakan dari DPR kemarin melanggar prosedur hukum. Maka itu tidak sah,” tuturnya kepada Tinta Media Sabtu (1/10/2022).
Menurut Chandra, keputusan DPR RI tersebut tidak sah kecuali Presiden mengeluarkan Surat Keputusan atau Keputusan Presiden pemberhentian tersebut. Sehingga "bola ini" selanjutnya berada di tangan Presiden untuk memberikan atau tidak memberikan tanggapan atas keputusan DPR tersebut.
“Jika Presiden menyetujui tindakan DPR RI maka ini merupakan perbuatan melawan prinsip non-intervensi. Terlalu vulgar menunjukkan intervensi kekuasaan kepada proses hukum,” ujarnya.
Intervensi kekuasaan, sambung Chandra, dalam berbagai kasus yang bersinggungan dengan kepentingan penguasa, pengaruh kekuasaan terhadap kekuasaan kehakiman berpotensi melahirkan berbagai putusan yang tidak mampu memberi rasa keadilan.
“Tindakan intervensi tersebut dapat disebut ancaman kepada hakim MK. Inilah hakikat dari pernyataan Lord Acton, guru besar sejarah modern di Uneversitas Cambridge, Inggris, yang hidup di abad ke-19. Dengan adagium-nya yang terkenal ia menyatakan, "Power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut),” paparnya.
Kekuasaan yang dominan tanpa pengawasan hukum yang efektif, ucap Chandra, tentu akan menimbulkan kekuasaan yang otoriter.
“Oleh karena itu intervensi kekuasaan terhadap hukum, harus dihentikan,” tandasnya.[] Irianti Aminatun