Tinta Media - Menanggapi sikap Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI yang menolak usulan penyelenggaraan debat tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kepada Muslim Uighur di Dewan HAM Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ketua LBH PelitaUmat dan President of the IM-LC (International Muslim Lawyers Community) Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. mengecam sikap pemerintah tersebut.
“LBH Pelita Umat mengecam sikap Pemerintah Indonesia yang menyatakan tak ikut campur terhadap masalah dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) etnis Muslim Uighur di Xinjiang, China,” ujarnya kepada Tinta Media, Rabu (12/10/2022).
“Kalau Pemerintah Indonesia mengatakan tidak ikut campur yaitu berarti Pemerintah tidak paham terhadap mukadimah Undang-Undang Dasar 1945,” tegasnya menambahkan.
Mestinya menurut Chandra, Pemerintah malu kepada Parlemen Perancis yang telah berani mengeluarkan resolusi pada hari Kamis (20/1/2022). “Yang mengecam genosida oleh pemerintah Cina terhadap penduduk Uyghur, kelompok minoritas Muslim di wilayah Xinjiang,” tuturnya.
France's parliament the led motion asking the government to condemn China for "crimes against humanity and genocide" against its Uyghur Muslim minority and to take foreign policy measures to make this stop.
Chandra menjelaskan bunyi resolusi tersebut bahwa Majelis Nasional secara resmi mengakui kekerasan yang dilakukan oleh Negara Cina terhadap Uighur sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida. “Resolusi ini juga menyerukan kepada Pemerintah Prancis melakukan langkah-langkah yang diperlukan dalam komunitas internasional dan dalam kebijakan luar negerinya untuk menghentikan tindakan Negara Cina,” jelasnya.
Ia mengungkap pernyataan dari aktivis dan pakar hak asasi manusia PBB yang mengatakan setidaknya 1 juta Muslim ditahan di kamp-kamp di wilayah barat terpencil Xinjiang. “Para aktivis menuduh negara Cina menggunakan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi,” ungkapnya.
Chandra mendorong OTP (bisa dipadankan sebagai jaksa atau penuntut) dari ICC untuk melanjutkan penyelidikan dan penyidikan. “Dalam konteks Rome Statute of the International Criminal Court (‘Statuta Roma’), proprio motu adalah kewenangan yang diberikan oleh Statuta Roma kepada Office of the Prosecutor (‘OTP’) di International Criminal Court (‘ICC’), untuk memulai investigasi atas kejahatan internasional yang menjadi yurisdiksi ICC, yakni genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan kejahatan agresi. Kejahatan kemanusiaan adalah pelanggaran Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma (The Rome Statute of the International Criminal Court),” tegasnya.
“LBH PELITA UMAT melalui jejaring lawyers muslim diberbagai negara berkomitmen membela nasib muslim Uighur, Rohingnya, Palestina, Suriah dll,” tandasnya.[] Raras