KM 50 DALAM DAKWAAN KASUS SAMBO - Tinta Media

Selasa, 18 Oktober 2022

KM 50 DALAM DAKWAAN KASUS SAMBO

Tinta Media - Berdasarkan informasi yang beredar di website kantor berita memberitakan terdapat anggota tim CCTV di kasus unlawfull killing atas enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 muncul di surat dakwaan kasus obstruction of justice Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Adapun anggota tim CCTV kasus KM 50 yang masuk surat dakwaan adalah AKBP Ari Cahya Nugraha alias Acay. 
 
Berkaitan dengan hal tersebut diatas saya akan memberikan Pendapat Hukum (legal opini) sebagai berikut: 
 
PERTAMA, Bahwa dalam dakwaan kasus obstruction of justice kematian Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) mengonfirmasi terjadinya pengamanan CCTV dalam kasus unlawfull killing atas enam anggota Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek pada 2020 lalu. Dalam dakwaan AKBP ARA dijelaskan, AKBP Acay pada kasus penghalangan penyidikan kematian Brigadir J, merupakan salah satu saksi. Di dalam dakwaan tersebut disebutkan, bahwa AKBP Acay adalah yang ambil bagian dalam pengamanan CCTV pada kasus unlawfull killing, di KM 50; 
 
KEDUA, Bahwa kasus KM 50 ini bisa diungkap kembali. Tetapi tergantung pada sikap Kapolri. Jika Kapolri berani dan menegakkan hukum hal itu bisa ditelusuri kembali, dakwaan kasus Sambo dapat dijadikan petunjuk. Pengungkapan KM 50 dapat memulihkan citra Polri yang tampak semakin terpuruk;

KETIGA; kasus penembakan laskar FPI di Km 50 Tol Cikampek tergolong unlawful killing, yang merupakan unsur pelanggaran HAM. korban berada dalam kuasa aparat penegak hukum sehingga ketika meninggal dunia menjadi pertanyaan publik. Santri pengawal Habib tersebut telah ditangkap dan teriak minta ampun, terlebih lagi misalnya santri pengawal tersebut tidak mengetahui yang mengejar adalah aparat, maka dalam situasi tersebut aparat dilarang melakukan tindakan pembelaan diri yang melampaui batas misalnya sebagai contoh dengan menganiaya dan menembak. Kenapa? Karena unsur atau syarat serangan "...mengancam dengan sekonyong-konyong atau pada ketika itu juga" tidak terpenuhi, sehingga mestinya mengedepankan proses hukum terhadap santri tersebut seharusnya dapat diproses sebagaimana ketentuan pidana yang belaku. Proses hukum tersebut merupakan cerminan dari asas praduga tak bersalah dan memberikan kesempatan bagi pihak yang dituduh untuk melakukan pembelaan secara adil dan berimbang (due process of law);

Demikian
IG@chandrapurnairawan

Oleh: Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. 
Ketua LBH PELITA UMAT
 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :