Tinta Media - Kasus KDRT dari salah satu selebritas Indonesia cukup menyita perhatian publik saat ini. Banyak pertanyaan terkait dengan KDRT, terutama bagaimana pandangannya dalam Islam. Apakah keputusan untuk melaporkan pasangan saat terjadi kekerasan sudah tepat? Apakah benar dalam Islam boleh memukul istri saat nusyuz?
Fakta kekerasan ini sering digunakan oleh sebagian kaum feminis, contohnya untuk menyerang syariat Islam.
Ayat yang sering dibahas terkait dengan kebolehan memukul istri dengan tujuan mendidik adalah QS. An-Nisa: 34 dengan kata “fadribu” yang berarti memukul.
Tahapan dalam proses pendidikan kepada istri dibahas dalam Islam pada QS An-Nisa: 34 ini. Tahapan awal adalah pemberian nasihat dengan ma’ruf. Jika pada tahapan ini istri masih tidak patuh, maka disampaikan tahapan kedua, yaitu memisahkan istri di tempat tidur. Pada tahap kedua ini, suami tidak boleh mendiamkan istri. Jika pada dua tahap tadi tidak ada perubahan pada istri, maka tahapan ketiga dilakukan, yaitu memukul dengan pukulan yang ringan dan mendidik.
Perlu digaris bawahi bahwa pukulan di sini adalah pukulan yang tidak membahayakan, tidak membekas, dan tentu tidak menyakitkan. Namun, sulit untuk melakukan pemukulan yang tidak menyakitkan, sehingga dalam kitab Manbaus Sa’adah, K.H. Faqihuddin Abdul Kodir sangat melarang pemukulan kepada istri, meskipun alasannya adalah pendidikan.
Hal ini disebabkan karena konsep perkawinan adalah memperlakukan pasangan secara bermartabat. Jika ada salah satu pihak yang melakukan sebuah kesalahan, maka penyelesaiannya harus mengedepankan musyawarah dan fokus pada kemaslahatan bersama.
Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang dibolehkan dalam Islam dan melaporkannya kepada pihak berwajib adalah keputusan yang tepat. Terkait dengan proses pendidikan dengan memukul ini, beberapa ulama memberikan penjelasan yang beragam.
Dalam kitab Nizhamul Ijtima’i fil Islam, syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa pukulan ini harus ringan dan tidak menimbulkan bekas. Selain itu, dalam Tafsir al Munir, proses ini dapat dilakukan dengan memukul bahu istri dengan kayu siwak sebanyak tiga kali.
Pendapat lain dari Imam Ibnu Hazm menjelaskan bahwa pukulan ini tidak boleh mematahkan tulang, merusak, menimbulkan memar dan lecet. Pukulan tersebut juga dilakukan pada anggota tubuh yang aman. Intinya, tuduhan adanya legalisasi KDRT dalam Islam adalah tuduhan yang tidak benar. Ayat yang sering digunakan ini pada prinsipnya adalah kondisi khusus yang kemudian apabila istri kembali taat, maka tidak boleh dicari kesalahannya.
Dalam beberapa hadis, Rasulullah menekankan perlunya untuk memiliki akhlak yang baik kepada istri.
“Orang yang imannya paling sempurna di antara kaum mukminin adalah orang yang paling bagus akhlaknya di antara mereka, dan sebaik-baik kalian adalah yang terbaik akhlaknya terhadap istrinya.” (HR At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Hadis lainnya, “Sesungguhnya mereka itu (yang suka memukul istrinya) bukan orang yang baik di antara kamu.” (HR Abu Dawud)
Sesungguhnya Islam memiliki aturan yang komprehensif terkait dengan semua hal, termasuk KDRT. Tuduhan miring terhadap Islam tentang kebolehan memukul ini tidak benar, karena Islam memerintahkan kepada pasangan suami istri untuk bergaul secara ma’ruf dan kehidupan suami istri adalah kehidupan persahabatan. Wallahu alam bishawab.
Oleh: Fitria Miftasani
Sahabat Tinta Media