Tinta Media - Bencana banjir merupakan fenomena yang selalu terjadi tiap tahun di negara Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 1.048 bencana banjir yang melanda hingga 4 Oktober 2022. Jumlah ini lebih banyak dibandingkan jumlah tahun lalu. Sepanjang tahun 2021, tercatat banjir ada 1.005 kejadian. Meski masyarakat telah terbiasa mengalami banjir, tetapi meningkatnya jumlah banjir tiap tahun patut dijadikan evaluasi. Mengapa banjir tak pernah usai?
Memang, banjir merupakan salah satu musibah yang harus disikapi dengan kesabaran khususnya bagi seorang muslim. Ini karena bersikap sabar dalam menghadapi musibah merupakan bagian dari perintah Allah Swt.
Allah Swt. berfirman, "Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar." (TQS. Al Baqarah: 155).
Namun, perlu dipahami bahwa di balik musibah yang terjadi, seharusnya ada perenungan yang dilakukan oleh setiap muslim. Mengapa musibah itu terjadi? Adakah hal yang belum dilakukan oleh manusia?
Terkait dengan banjir, sejatinya bencana ini tidak hanya terjadi karena faktor alam saja. Namun, dipengaruhi juga oleh ulah tangan manusia. Hal ini sebagaimana firman Allah Swt,
"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)." (TQS. Ar Rum: 41).
Jika dilihat lebih dalam, banjir terjadi karena beberapa hal. Pertama, curah hujan yang tinggi. Kedua, daya serap air yang rendah. Ketiga, kurang efektifnya daerah sliran sungai (DAS). Keempat, adanya penggundulan hutan. Kelima, alih fungsi lahan menjadi bangunan dalam jumlah besar. Keenam, tata kelola huni masyarakat. Ketujuh, kesadaran untuk menjaga lingkungan di kalangan masyarakat yang masih rendah.
Selain ketujuh penyebab di atas, masih memungkinkan terjadinya penyebab lain dari bencana banjir. Sehingga, butuh solusi yang sistematis agar banjir dapat tertangani. Solusi ini butuh penanggung jawab dari pemerintah sebagai pihak yang mengurusi segala urusan rakyat.
Bagi negara yang mengadopsi sistem kapitalisme, nampaknya mustahil mampu menyelesaikan permasalahan banjir secara tuntas. Hal ini karena kapitalisme selalu menjadikan para pemilik modal sebagai prioritas yang kepentingannya harus selalu diutamakan.
Walhasil, kapitalisme tidak akan pernah berpihak kepada kepentingan rakyat. Sebab, kebijakan pemerintah yang bersistem kapitalisme memberikan jalan kepada para kapitalis untuk merusak ekologi. Hal ini dilakukan hanya untuk membangun pabrik demi meraih keuntungan semata.
Solusi nyata atas masalah banjir hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam. Sebab, sistem ini berjalan berdasarkan syariat Islam. Islam mewajibkan negara menjadi pengurus yang baik bagi semua urusan rakyatnya. Dalam masalah banjir, negara wajib memberikan bantuan dan memenuhi kebutuhan para warga yang terdampak banjir.
Negara Islam juga harus menyelidiki penyebab terjadinya banjir dari ulah perbuatan manusia. Negara Islam juga tidak boleh memberikan kebijakan yang dapat menyebabkan rusaknya lingkungan dan ekosistem. Pemberian edukasi terhadap wajibnya menjaga lingkungan juga harus diberikan negara Islam kepada masyarakat.
Negara Islam juga akan memberikan sanksi bagi para pelanggar peraturan, termasuk yang sengaja merusak lingkungan atau alam sesuai dengan jenis pelanggarannya. Semua itu hanya dapat terlaksana ketika negara Islam menerapkan semua peraturan hidup dalam Islam, sebagaimana yang telah diterapkan sebelumnya selama lebih dari 13 abad. Wallahu a'lam bishawab.
Oleh: Firda Umayah
Sahabat Tinta Media