HUKUM FIKIH PERMAINAN SEPAKBOLA - Tinta Media

Jumat, 07 Oktober 2022

HUKUM FIKIH PERMAINAN SEPAKBOLA

Tinta Media - Tragedi Kembali terjadi pada pertandingan sepak bola antara Arema FC vs Persebaya di stadion Kanjuruhan Malang. Hingga tulisan ini dibuat terdata sudah 187 orang dinyatakan menjadi korban meninggal. Penyebab kematian diduga karena tembakan gas air mata yang menyebabkan korban sesak nafas dan juga karena terinjak-injak sesama penonton. Tragedi seperti ini bukan hanya kali ini saja terjadi. Sejak tahun 1902 sudah terjadi tragedi serupa. Korban meninggal paling banyak terjadi pada tahun 1964 di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru korban meninggal mencapai 328 jiwa. 

Membaca peristiwa ini saya ingat folder kitab dalam laptop saya. Folder yang pernah saya copy dari guru saya, KH. Muhammad Siddiq al-Jawi saat nyantri di Yogyakarta. Folder tersebut berisi beberapa kitab berbahasa arab yang membahas seputar sepak bola. Di antaranya berjudul Ahkam Kurrah al-Qodam fii al-Fiqh al-Islamiy (Hukum sepak bola dalam tinjauan fikih Islam, 460 halaman), Haqiqah kurrah al-Qadam (Realitas Sepak bola, 604 halaman), Kurrah al-Qodam baina al-Mashalih wa al-Mafasid al-syar’iyyah (Sepak bola antara mashalah dan mafsadah menurut tinjauan syari’ah, 63 halaman). Sejumlah kitab ini menujukkan bahwa Islam adalah dien yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan. Dari akidah, ibadah, akhlak, mu’amalah hingga siyasah termasuk hukum-hukum terkait aktivitas fisik (olahraga).

Saya fokus pada status hukum sepak bola dalam tinjauan fikih Islam yang diringkas dari kitab Ahkam Kurrah al-Qodam fii al-Fiqh al-Islamiy karya Musa bin Hamzah ‘Ali al-Usiriy. Beliau mengeksplorasi 4 pendapat mengenai status hukum fikih sepak bola:
Pertama, pendapat yang mengharamkan secara mutlak. Di antara alasan pihak yang berpendapat ini adalah karena sepak bola menimbulkan banyak mafsadat (keburukan) seperti melalaikan shalat, menyia-yiakan waktu, sering menimbulkan ucapan keji seperti caci maki dan celaan serta terisingkap aurat. Alasan lain diharamkan karena menyerupai orang-orang asing (musuh-musuh Allah) dan melalaikan dari mengingat Allah.
Kedua, pendapat yang memboleh secara mutlak. Alasan pihak ini adalah kiadah “al-ashl fi al-asyya’ al ibahah, laa daliila ‘ala al-tahrim” yang menurut mereka diterjemah menjadi “Hukum asal sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan”. Alasan lain menurut mereka syariat Islam mendorong memberikan perhatian pada kesehatan badan dan jalannya adalah dengan latihan fisik (olahraga).

Ketiga, melarang dan mengharamkan sepak bola yang diorganisir. Karena pengorganisasian (pertandingan sepak bola yang dikelola klub-klub bola) dapat menimbulkan kebencian, dendan dan permusuhan, seperti permusuhan antar supporter. Dalam kitab ini juga disebutkan sejumlah kasus kematian supporter bola yang terjadi di beberapa negera. Keharaman juga disebabkan karena menjadi sebab terjadinya judi berupa taruhan. 

Pendapata keempat, inilah pendapat yang dirajih/dikuatkan oleh penulis kitab. Beliau membolehkan permainan sepak bola dengan sejumlah syarat. Di antaranya:
1. Tidak menjadi sarana melalaikan menjalan kewajiban syariat seperti shalat fardhu pada waktunya
2. Permainan tidak mengandung perkara yang diharamkan seperti menyingkap aurat (paha termasuk aurat menurut pendapat yang kuat), ucapan-ucapan keji seperti cacian, makian yang dapat menimbulkan fitnah, adu domba dan permusuhan.
Beliau juga menegaskan bahwa alasan pihak yang mengharamkan adalah jika timbul dampak/akibat dari permainan sepak bola. Maka yang harus dicegah adalah dampak/akibatnya, bukan dengan mengharamkan permainannya secara mutlak.

Demikianlah ringkasan pembahasan hukum fikih seputar sepak bola dalam kitab Ahkam Kurrah al-Qodam fii al-Fiqh al-Islamiy yang diringkas dari halaman 90-95. 

Menurut al faqiir, andai kita mengadopsi pendapat penulis kitab. Pada kenyataannya pertandingan sepak bola saat ini nampak kurang atau bahkan tidak memperhatikan syarat-syarat di atas. Disinilah diperlukan revolusi pemahaman. Bahwa tujuan hidup kita adalah beribadah kepada Allah ta’ala. Segala amal wajib terikat dengan syariat Allah. Selain itu diperlukan dakwah untuk mengubah system kehidupan sesuai dengan syariat Islam. Agar hal-hal yang bertentangan dengan syariat dapat dibenahi agar sesuai dengan tuntunan syariah. #OjoLerenMendakwahkanIslamKaffah.

Banjarmasin, 6 Rabi’ul Awwal 1444 H/ 2 Oktober 2022

Oleh: Guru Wahyudi Ibnu Yusuf
Mudir Ma’had Darul Ma’arif 
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :