Tinta Media - Tanggal 22 Oktober kerap kali disebut sebagai hari santri. Tentu saja setiap tahun selalu ada peringatan hari santri hampir di seluruh kalangan dan pondok pesantren. Kebanyakan dari kegiatan tersebut hanyalah hiburan atau ajang perlombaan semata, tanpa ada esensi yang sebenarnya dari hari santri itu sendiri, seperti meneladani para pahlawan dahulu yang kebanyakan berasal dari kalangan santri.
Kini perayaan tersebut seolah hanya menyuruh para santri memaklumi untuk menjadi budak para penjajah, walaupun penjajahan yang dilakukan saat ini bukanlah secara fisik. Penjajahan saat ini dilakukan melalui pemikiran, yakni meliputi 5F (food, fashion, fun, film, and faith). Ini lebih fatal akibatnya bagi para generasi muda, termasuk para santri.
Coba sekarang kita kembali sejenak pada masa resolusi jihad yang dipimpin oleh Syaikh Hasyim Asy’ari, salah satu tokoh ulama di Indonesia bersama para santri. Pada masa itu, santri berada di garda terdepan dalam barisan pejuang yang melawan para penjajah. Mereka tidak takut mati, karena yang mereka cari hanyalah rida Ilahi. Hingga puncak dari resolusi jihad itu terjadi pada tanggal 10 November dengan dipimpin Bung Tomo yang kini ditetapkan sebagai hari pahlawan.
Sebenarnya, siapa sih santri itu? Santri adalah seorang penuntut ilmu yang sangat didambakan umat karena memiliki sebuah potensi yang sangat berguna untuk kebangkitan dan kejayaan Islam di masa mendatang.
Namun, itu dulu, sebelum para santri terkena ghazwul fikri atau perang pemikiran yang dilancarkan Barat, sehingga akhirnya terlena dengan segala kehidupan dan gemerlapnya dunia. Tanpa terasa, para generasi muda saat ini, termasuk para santri telah mengikuti budaya yang disebarkan oleh Barat melalui aspek 5F yang telah disebutkan di atas.
Seorang santri memiliki sebuah potensi yang sangat besar untuk kejayaan Islam. Namun, kini semua seolah hilang dan menguap begitu saja akibat terkena racun 5F yang berasal dari Barat, sehingga menyebabkan para generasi muda, termasuk para santri kini kehilangan jati dirinya sebagai seorang Agent of Change atau agen perubahan.
Yang menjadi pertanyaan di sini adalah mengapa sikap para santri dulu dan saat ini berbeda jauh? Tentu saja hal tersebut tak lepas dari peranan para kafir penjajah yang menginginkan Islam semakin terbelakang melalui para generasi mudanya. Tampaknya, kini usaha mereka telah berhasil.
Lihatlah, kini para generasi muda tampak semakin jauh dari Islam, baik akhlak maupun perilakunya. Kebanyakan remaja saat ini mengikuti budaya Barat yang tentu saja sangat bertentangan dengan Syari’at Islam. Hal itulah yang sangat diinginkan para kafir penjajah, menghancurkan Islam dari dalam melalui para pelopor peradabannya, yakni para generasi mudanya.
Remaja saat ini bahkan tak segan-segan unutk menghina Islam dan ikut mendiskriminasi para pengemban dakwah. Mereka bahkan sangat benci terhadap segala ajaran Islam.
Memang, kini para kafir penjajah tak perlu repot-repot menggunakan senjata untuk menghancurkan Islam. Cukup pengaruhi para generasi muda melalui 5F tersebut, maka mereka telah mendapatkan apa yang diinginkan, yakni kehancuran Islam secara perlahan.
Nah, sebagai seorang remaja muslim, sudah seharusnya kita sadar akan hakikat sebagai agen perubahan. Tentunya kita tak akan membiarkan potensi besar yang kita miliki dibajak dengan mudah oleh para kafir penjajah melalui perang pemikiran yang hingga saat ini masih terus berlangsung. Karena itulah, kita harus selalu membentengi diri dan pemikiran kita dari ide-ide kufur dengan selalu mengkaji Islam secara mendalam. Sebab, hanya di dalam Islamlah terdapat solusi yang sangat paripurna bagi seluruh permasalahan yang ada di dalam kehidupan.
Maka, jadikanlah Al-Qur’an sebagai pedoman agar hidup terasa lebih tertata. Tentu saja seluruh syariat Islam tidak akan terealisasi dengan sempurna kecuali berada di bawah naungan Daulah Khilafah.
Oleh karena itu, jadikanlah momentum hari santri kali ini sebagai pelecut agar kita dan para generasi muda lainnya sadar bahwa remaja harus menjadi pelopor perubahan di masa mendatang.
Jadi, waspadalah terhadap upaya pembajakan potensi generasi. Teruslah mempelajari dan memperdalam tsaqafah atau pemahaman tentang Islam dan berdakwah hingga terwujudnya Daulah Khilafah yang sangat kita nantikan.
Wallahu a’lam bish shawwab ….
Oleh: Naila Ahmad Farah Adiba
Siswi DKDM PP Baron 1 Nganjuk