Hakim Agung OTT KPK, Bukti Mimpi Pemberantasan Korupsi - Tinta Media

Rabu, 05 Oktober 2022

Hakim Agung OTT KPK, Bukti Mimpi Pemberantasan Korupsi


Tinta Media - Jagad berita diramaikan dengan pemberitaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Hakim dan staf Mahkamah Agung. KPK melakukan OTT di Jakarta dan Semarang pada Rabu, (21/9/2022) malam dan berhasil menjaring 10 orang yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. (Kompas.com)

Lima di antaranya adalah pegawai Mahkamah Agung (MA, 4 orang) dan seorang hakim agung, Sudrajad Dimyati.

Pemberitaan ini menuai komentar beberapa pihak. Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan,  Mahfudz MD mengatakan bahwa yang terlibat dalam OTT tersebut sebetulnya lebih dari satu orang. Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari, menganggap bahwa fenomena mafia peradilan ini "sudah menjadi rahasia umum".

Fakta di atas menjadi catatan kelam pemberantasan korupsi di negeri ini. Bagaimana tidak, lembaga hukum sekelas Mahkamah Agung mengalami nasib demikian, terlibat OTT karena kasus suap perkara. Apalagi, sampai melibatkan Hakim Agung dan para staffnya. Padahal, sejatinya lembaga hukum tinggi tersebut menjadi tumpuan harapan bagi masyarakat saat keadilan di negeri ini kian mahal. Namun, lagi-lagi publik harus menelan pil pahit karena nyatanya kebenaran sudah sedemikian jungkir balik. Aib yang terbongkar, sudah sedemikian mengakar. Kasus OTT di atas tak ubahnya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya, tetapi lebih besar di dasarnya.

Inilah yang terjadi saat sistem pemerintahan dikendalikan oleh materi. Siapa pun yang mempunyai materi, maka akan bertindak sesuai hawa nafsunya sendiri. Hukum dibeli, rakyat pun dizalimi.

Hal ini tak bisa dibiarkan. Bagaimanapun, negeri ini membutuhkan jalan keluar. Gurita korupsi yang sudah menjalar ke semua lini kekuasaan tak bisa ditumpas, kecuali dengan menghadirkan hakim yang seadil-adilnya, yakni Allah Swt. 

Jauh jauh hari, Islam telah menjelaskan mengenai perkara korupsi ini. Dalam Islam, korupsi dihukumi sebagai sebuah pelanggaran yang dikenakan ta'zir bagi pelakunya. Maka, hukuman yang diberikan sesuai dengan kebijaksanaan hakim yang mengadili. 

Hal ini disebabkan karena perbuatan korupsi melibatkan dua macam pelanggaran, yaitu: 

Pertama, khianat terhadap amanat rakyat

Kedua, mengambil harta yang bukan menjadi haknya. 

Meski sanski korupsi tidak tercantum dalam aturan hudud berdasarkan Qur'an dan Sunnah, jika korupsi yang dilakukan menyebabkan kerugian yang sangat besar, maka bukan tidak mungkin pelakunya akan diberi hukuman mati.

Tindakan menghukumi pelaku korupsi dengan hukuman yang pantas semata untuk memberi efek jera bagi pelaku, sekaligus mencegah tindakan korupsi serupa bermunculan. Inilah solusi yang ditawarkan syariat dalam hal sanksi.

Sementara dari sisi pemerintahan, Islam melalui institusi daulah khilafah akan menghadirkan good goverment yang dipenuhi suasana keimanan bagi para pemangku kekuasaan. Ini karena jabatan yang disandang semata dalam rangka menjadi khadimul ummah yang nantinya akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.

Demikianlah kiranya solusi tuntas bagi gurita korupsi yang kini melingkari negeri, hingga pemerintahan yang bersih dan dapat dipercaya bukan lagi sekadar mimpi. Wallahu alam bis shawab.

Oleh: Ummu Azka
Sahabat Tinta Media


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :